Share

Bab 429

Author: Waterverri
last update Last Updated: 2025-12-19 01:45:12

"Halo, Pak Irwan? Ini Karyo."

Suara di seberang terdengan dingin. "Ada apa, Karyo? Kamu sudah bicara dengan istrimu?"

"Sudah, Pak." Karyo menelan ludah, melirik ke arah Ratih yang memperhatikannya dengan tegang. "Saya... sudah cerita semuanya."

"Bagus." Ada jeda sejenak sebelum Irwan melanjutkan. "Lalu?"

"Istri saya... punya usul, Pak."

"Usul?" Ada nada ketertarikan dalam suara Irwan.

"Iya, Pak. Dia... dia minta izin untuk ikut ke Jakarta. Bawa anak saya juga."

Hening sejenak. Karyo bisa merasakan jantungnya berdebar kencang menunggu respon Irwan.

"Menarik." Suara Irwan akhirnya terdengar lagi, kali ini lebih lembut. "Jadi istri kamu mau jadi pengawas?"

"Bukan begitu maksudnya, Pak." Karyo cepat-cepat menjelaskan. "Saya takut khilaf lagi. Butuh Ratih untuk mengingatkan batasan."

"Atau..." Irwan memotong dengan nada menggoda yang membuat Karyo tidak

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 434

    Mereka mengikuti Irwan dan Maya masuk ke dalam rumah. Dani langsung terpesona melihat interior rumah yang mewah—lantai marmer, furnitur modern, dan ruangan yang begitu luas."Omah iki luwih gedhe tinimbang sekolahan, Bu!" (Rumah ini lebih besar daripada sekolahan, Bu!) bisik Dani pada ibunya, suaranya cukup keras hingga semua orang mendengarnya.Maya tersenyum mendengar komentar itu. "Dani suka rumah ini?" tanyanya, berusaha membangun hubungan dengan anak kecil itu.Dani mengangguk bersemangat. "Ono TV gedhe banget kae!" (Ada TV besar sekali itu!) tunjuknya ke arah televisi layar datar 65 inci di ruang keluarga."Itu namanya home theater," jelas Maya dengan suara ramah. "Nanti Dani bisa nonton kartun di sana. Kamu suka kartun apa?""Upin Ipin!" jawab Dani cepat, mulai melupakan rasa malunya. "Neng kene iso nonton Upin Ipin?" (Disini bisa nonton Upin Ipin?)

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 433

    Stasiun Gambir di Jakarta memukau Dani dengan ukurannya yang besar dan keramaiannya. Matanya tak henti mengikuti setiap orang dan benda yang bergerak. Ketika mereka keluar dari stasiun, panas dan kebisingan Jakarta langsung menyambut."Pak Irwan bilang kita dijemput taksi, Dik," ucap Karyo, mengeluarkan ponselnya. Ia menelepon nomor yang diberikan Irwan, dan dalam sepuluh menit, sebuah taksi berhenti di depan mereka."Numpak mobil maneh, Pak?" (Naik mobil lagi, Pak?) tanya Dani bersemangat saat Karyo membuka pintu taksi."Iya, Le. Iki mobil sewaan kanggo neng omahe Pak Irwan." (Iya, Nak. Ini mobil sewaan untuk ke rumahnya Pak Irwan.)Begitu taksi melaju memasuki jalan-jalan Jakarta, Dani menempelkan wajahnya ke jendela, terpesona oleh gedung-gedung tinggi dan keramaian kota. Karyo sendiri masih mengingat bagaimana dulu ia pertama kali tiba di Jakarta, penuh harapan dan ketakutan.

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 432

    Stasiun Purwokerto di pagi hari selalu dipadati penumpang. Karyo berdiri gugup sambil memegang tiket, sesekali melirik ke arah Ratih yang menggandeng Dani dengan satu tangan dan menenteng tas kecil berisi barang-barang penting mereka dengan tangan lain. Sesuai instruksi Irwan, mereka hanya membawa sedikit pakaian."Dani, iki jenenge sepur. Kita bakal numpak iki nganti tekan Jakarta." (Dani, ini namanya kereta. Kita akan naik ini sampai tiba di Jakarta.) Karyo membungkuk, menjelaskan pada anaknya yang mata bulatnya melebar penuh keingintahuan."Sepur?" ulang Dani, matanya berbinar saat melihat kereta api berhenti di peron. "Gedhe banget, Pak!" (Besar sekali, Pak!)Ratih tersenyum tipis melihat kekaguman anaknya, tapi Karyo bisa melihat ketegangan di wajahnya. Semalam, setelah mereka bercinta, Ratih menangis dalam pelukannya. Bukan tangisan keras, hanya aliran air mata sunyi yang membasahi dadanya. Karyo tahu istrinya

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 431

    Setelah beberapa menit dalam posisi misionaris, Karyo tiba-tiba menarik diri dan membalik tubuh Ratih. "Ndlosor, Dik," (Nungging, Dik) perintahnya lembut.Ratih menurut, memosisikan dirinya dengan lutut dan tangan bertumpu di ranjang, bokongnya terangkat tinggi. Karyo mengelus bokong istrinya dengan apresiatif, lalu kembali memasukkan kejantanannya dari belakang."Ahhhh! Mas... jero..." (Ahhhh! Mas... dalam...) Ratih mendesah keras saat penetrasi dari posisi ini terasa jauh lebih dalam, menyentuh titik-titik sensitif yang sulit dijangkau sebelumnya.Karyo menggerakkan pinggulnya dengan keras dan cepat, suara tepukan kulit bertemu kulit terdengar jelas di kamar sempit itu. "Plok! Plok! Plok!""Hooh... teruske... Mas... enak banget..." (Iya... terusin... Mas... enak banget...) Ratih mendorong bokongnya ke belakang, menyambut setiap hentakan Karyo.Di tengah gairah yang memuncak, Karyo tiba-tiba mengingat

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 430

    Malam itu, setelah menjelaskan kepada Dani dengan bahasa sederhana bahwa mereka akan pindah ke Jakarta besok dan tinggal di rumah besar tempat Bapak bekerja, Karyo dan Ratih mulai berkemas. Tidak banyak barang yang perlu mereka bawa—beberapa pakaian, mainan kesayangan Dani, dan sedikit peralatan pribadi.Dani tertidur dengan cepat, lelah setelah seharian bermain dan bersemangat dengan janji-janji tentang rumah besar dan mainan baru di Jakarta. Karyo menutup pintu kamar Dani perlahan, kemudian masuk ke kamarnya dan Ratih.Di dalam kamar, Ratih sedang melipat beberapa helai pakaian. Karyo duduk di tepi ranjang, memperhatikan istrinya."Dik," panggil Karyo pelan.Ratih menoleh, "Apa, Mas?"Karyo menelan ludah. "Wengi iki... aku iso jaluk jatah?" (Malam ini... aku bisa minta jatah?)Ratih menggeleng cepat. "Deloken nafsumu, meh ngancurke keluargamu, coba diamp

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 429

    "Halo, Pak Irwan? Ini Karyo."Suara di seberang terdengan dingin. "Ada apa, Karyo? Kamu sudah bicara dengan istrimu?""Sudah, Pak." Karyo menelan ludah, melirik ke arah Ratih yang memperhatikannya dengan tegang. "Saya... sudah cerita semuanya.""Bagus." Ada jeda sejenak sebelum Irwan melanjutkan. "Lalu?""Istri saya... punya usul, Pak.""Usul?" Ada nada ketertarikan dalam suara Irwan."Iya, Pak. Dia... dia minta izin untuk ikut ke Jakarta. Bawa anak saya juga."Hening sejenak. Karyo bisa merasakan jantungnya berdebar kencang menunggu respon Irwan."Menarik." Suara Irwan akhirnya terdengar lagi, kali ini lebih lembut. "Jadi istri kamu mau jadi pengawas?""Bukan begitu maksudnya, Pak." Karyo cepat-cepat menjelaskan. "Saya takut khilaf lagi. Butuh Ratih untuk mengingatkan batasan.""Atau..." Irwan memotong dengan nada menggoda yang membuat Karyo tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status