Share

Sayur soup

Setelah sampai tempat syafa, Celine tidak lupa untuk meminta izin mandi.

“Syaf, gw ma adek gw numpang mandi di tempat lu ya”

“Hah? Adek siapa lin? Setau gw tadi bagus udah mandi.”

“Adek ponakan gw Syaf, dia cewe, sini dong keluar.” Syafa sedang memncuci piring tepat belakang rumahnya, hanya dibatasi dengan tembok dan separuh gubuk.

“Eh iya bentar. Oalah ini adek lu? Sama kenal yaa, nama gw Syafa.” Syafa menyalami Nisa, tanda kenalan.

“Eh iya kak, namaku Nisa.”

“Lin, adek lu baru pindah? Dia sekolah dimana? Kelas berapa?”

“Beda setahun sama lu, iya dia baru pindah, dari jakarta. Nis mending lu duluan deh yang mandi.”

“Oh iya kak” Lalu Nisa beranjak ke Km untuk membersihkan badan, dari pagi sampai sore, badan dipenuhi dengan keringat.

Saat Nisa masuk Km, hanya ditutupi dengan rancangan bambu, lumayan bisa menutupi badan untuk mandi, tapi dilain sisi tidak ada penutup untuk keluar masuk KM. Dari ujung bambu ada tali untuk menyampirkan baju, lalu ada batu berukuran sedang untuk duduk disaat mandi atau bisa jadi mencuci baju. Batu tersebut dijadikan penghalang tanah, agar tidak becek disaat mandi. Guci berukuran besar untuk mandi, dan batok kelapa pengganti gayung. Sangat tradisional sekali.

Lalu Nisa memulai mandinya, dikarenakan agak risih tidak ada penutup sebagian, Nisa mandi dengan cepat, entah bersih atau tidak.

Tidak menghabiskan waktu lama, Nisa mandi hanya 10 menit saja. “Kak, aku udah selesai mandi. Giliran kakak yang mandi.” Nisa lalu keluar, dan ia merasakan dinginya air sumur tersebut, apalagi ditambah hembusan angin.

“Iya, kamu keluar sini. Temenin syafa ye, kenalan gih”

“Iya kak tenang aja, udah gih cepetan nanti keburu hujan.”

Lalu mereka bergantian, dilain sisi Nisa duduk di kursi kayu. Rumah yang sangat sederhana, mempunyai sumur untuk membantu orang sekitar.

“Dek, maaf ya rumahnya jelek.” tiba tiba syafa mengangetkan Nisa.

“Oh, gapapa kak. Yang penting bisa buat tempat tinggal.”

di ujung barat ada perempuan paruh baya yang menuju rumahSyafa. Ia mengenakan topi segitiga yang biasa nya dipake untuk orang tani. Membawa cangkul dan celurit, tidak menggunakan pelindung kaki. Kaki yang penuh warna coklat itu hampir memenuhi setengah kakinya.

“Syafa, ada temen baru? Kok engga diajak masuk rumah.”

“Oh, ini adeknya Celin bu. Kenalan dong bu.” Mereka berdua ngomong dengan bahasa daerah, bahasa jawa. Nisa rada mengerti dan tidak untuk mencerna perkataan mereka.

“Oh ternyata, sodaranya celin. Sodara bu marni?”

“Iya bu, hehe. Namaku Nisa.”

“Kamu udah mandi belom? Sama siapa kesini? Sama kakak?” namanya bu tini, ibu nya Syafa. Mereka berdua berbincang dengan bahasa indonesia, meskipun logat indonesianya berbeda.

“Iya bu sama kak Celin kesini.”

“Nisa semoga betah ya nak disini, disini orangnya baik-baik kok.”

“Iya bu, insyaallah betah kok.”

Celin keluar dari km, untuk menemui Nisa, dan mengajak pulang.

“Eh bu Tini, baru pulang ya bu dari sawah”

“Iya nduk, langitnya udah gelap. Pas liat jam ternyata masih jam 4 kukira udah jam 5 atau setengah 6.”

“Langitnya mau hujan ini bu,. Oh ya bu Celin sama Nisa pulang dulu ya bu, soalnya udah mau hujan.”

Setelah mereka berdua berpamitan, mereka kejar-kejaran untuk sampai rumah. ternyata sudah gerimis dan mereka harus cepat-cepat.

Sesampai dirumah, disambut dengan bude Marni, dan pak tono. Mereka berdua sedang asyik menonton dan makan ketela rebus. Tv yang ukuran mungil, gambar setengah hitam putih dan berwarna, membuat mereka tidak luput dari rasa syukur, cemilan yang dimakan hasil panen sendiri dibelakang rumah.

“Loh, nduk Nisa sama Celin udah mandi?”

“Udah bude barusan selesai ini.”

“Yasudah kalian makan gih, ada lauk sayur soup, dan ada tahu tempe goreng terus ada sambal juga.”

“Wih tumben bu masak banyak? Biasanya ga sebanyak ini.”

“Gapapa celin, sekali-kali masak yg enak, ibu tadi juga dapet bayaran dari hasil panen jagung.”

“Yaudah ayo dek, makan yuk kenyangin sekalian. Habis ini kita belajar ya. Kamu ada Pr gak?”

“Yaudah ayo kak menuju kebelakang, ada kak banyak. Tapi dikumpulin minggu kedua kak.”

Mereka berdua ngambil nasi di ricecooker dan lauk sekalian, biasanya bude marni memasak di tungku.

“kak makan dimana?”

“Ya makan di depan lah dek, sama budemu itu.”

“Oh, kukira dibelakang sini.”

Ya engga dong dek, kita tau aturan juga kok untuk ngehormatin orang kaya gimana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status