*WARNING*
21+
Rico hampir saja terlelap ketika alarm hp nya berbunyi dengan keras.
“Sial kenapa sudah pagi lagi,” umpat dia pada dirinya sendiri. Sepanjang malam dia tidak bisa sedikitpun memejamkan matanya. Pikirannya terus melayang ditempat lain. Meski otaknya memerintahkan untuk tidak memikirkan tentang kejadian semalam. Hatinya tetap tidak bisa berbohong, Rico terus memikirkan orang yang bertamu pada Ana tadi malam. Dia baru kali ini merasa cemburu, bahkan pada orang yang baru saja dia temui. Entah kenapa hatinya terus berdegup kencang ketika teringat cara Ana menatap Novan. Lembut, pandangan Ana ketika menatap Novan sangat lembut. Sama seperti saat Ana memandang dirinya dulu. Dia mulai menyadari, entah kapan terakhir kali Ana memandangnya seperti itu.
“Ah, kenapa gw baru nyadar sekarang sih.” rutuknya sambil memukul kepalanya sendiri.
“Dari kapan Ana bisa mandang orang lain
Terik mentari mulai membakar kulitnya perlahan. Entah sudah berapa lama Rico duduk dibangku taman kota siang itu. Semenjak dia tahu dari Izal bahwa Ana akan datang, dia langsung bergegas menuju taman kota dan menunggunya disana. Satu persatu dari anggota grup kesenian pun datang dan menyapa Rico. Namun, belum ada sedikitpun tanda dari Ana akan datang ke tempat itu.“Eh, Ric. Dari kapan lu datang kesini?” tanya Izal.“Dari sejak tadi lu tutup telpon gw,” jawab Rico.“Gila lu, seharian nungguin! Lu sama Ana lagi ada apasih, main kucing-kucingan segala?” tanya Izal penasaran.“Biasalah, doi lagi pms kali yah. Ngambek mulu akhir-akhir ini. Gw berasa salah mulu loh, pusing gw.” terang Rico.Kemudian Novan terlihat datang sendiri dan menyapa mereka berdua dengan santainya.“Hey kak izal sama kak rico. Gimana nih kabarnya?” Sapa Novan. Mereka pun berjabat tangan kemudian mengobrol santai.
Sudah 2 minggu sejak kejadian terakhir di taman kota, namun Ana masih belum berbaikan dengan Rico. Selain karena Ana masih merasa kesal dengannya, diapun telah disibukkan oleh persiapan sidang dikampusnya. “Ana, turun bentar papa kamu mau ngomong!” panggil ibu Ana dari bawah kamarnya.“Iya ma, bentar.” sahut Ana sambil turun kebawah dan duduk disofa depan ayahnya.“Nak, besok kamu sidang. Kamu udah bilang sama Rico belum?” tanya Papa Ana.“Ehm, harus yah pak?” jawab Ana enteng.“Kamu lagi ada masalah sama Rico?” tanya Papa Ana kembali.“Ya, sekali-kali Rico perlu aku gituin Pah. Biar dia gak kelewatan sama aku,” ujar Ana menjelaskan.“Papa harap kalian bisa segera baikan ya nak. Semua bisa dibicarakan baik-baik, inget sebentar lagi kalian akan tunangan. Papa gak mau hal-hal aneh mengganggu kamu.” bujuk Papa Ana.“Iya Pah, Ana ngerti. Ana balik ka
Rico yang telah sampai di kampus Ana mulai memarkirkan mobilnya. Dia kemudian bergegas ke dalam kampus untuk memberi kejutan pada Ana. Cukup lama berada didepan ruang sidang menunggu mungkin saja ada orang yang dia kenal keluar. Sekitar satu jam berlalu akhirnya salah satu teman Ana keluar. Segera dia menemui temannya Ana tersebut, “Hei, selamat ya atas kelulusannya. Btw kamu lihat Ana gak?” tanya Rico pada teman Ana tersebut. “Ah, Ric. Thanks yah, setau gw Ana udah dari jam 10 tadi beres loh. Dia tadi langsung cabut gitu abis foto-foto bentar sama yang kloter pertama.” jawabnya. “Ah, serius? Yah gw ngapain dong kesini dianya gak ada.” tanya Rico kebingungan. “Lah emang dia gak bilang sama lu?” tanya temannya balik. “Gak ada sih, kayaknya gw juga tadi belum bangun jam segitu hehe. Yaudah thanks yah, gw pergi dulu.” ucap Rico seraya melangkah pergi. Didalam mobil sebenarnya Rico mulai memikirkan banyak kemungkinan yang terjadi. Dia benar-benar
*Warning +21* Ana kini tengah mengerang penuh hasrat. Dia menikmati setiap inchi tubuh bagian atasnya dijelajahi oleh lidah Novan dengan lembut. Berkali-kali dia menjambak pelan rambut novan ketika berhasil mengenai titik sensitifnya. Setelah puas dengan kegiatannya Novan menatap tubuh Ana sejenak. Dia terlihat cukup puas melihat tubuh Ana yang penuh dengan keringat dan saliva miliknya. “Van, kenapa diam begitu.” tanya Ana dengan nafas yang masih terengah. Mendengar hal itu terasa seperti godaan bagi Novan. “Ah rupanya tuan putri sudah tidak sabar untuk hidangan selanjutnya.” goda Novan disertai dengan elusan pelan dipipi Ana. “Bukan itu maksud ku.” ucap Ana dengan terbata karena ulah Novan yang kini mulai meremasnya. “Kalau kamu seperti ini membuatku semakin ingin menggoda mu sayang.” ucap Novan mendekatkan mukanya kehadapan Ana. Dilumatlah kembali mulut Ana dengan rakusn
Dengan sembarang Ana membantingkan tasnya ke kasur. Kali ini Ana tidak dapat mengartikan apa yang dia rasakan. Disatu sisi dia masih mengingat kejadian tadi bersama Novan. Sangat manis dan begitu membekas untuk dirinya. Ada sebuah rasa ingin melakukan hal itu kembali dengan Novan. Namun disisi lain Ana cukup terkejut dengan perasaannya sendiri ketika melihat Rico. Dia merasa sangat kotor dan bersalah terhadap Rico. Terlebih ketika Rico memberinya selamat, rasa sakit dihatinya makin bertambah. ‘Apa Rico merasakan hal yang aku rasakan ini setiap kali dia menemuiku?’ pikir Ana. ‘Kenapa dia bisa melakukan hal yang seperti ini terus-menerus. Apa dia memang tidak mencintaiku sejak awal?’ dengan kesal Ana menggaruk kepalanya yang kini berfikiran negatif terus menerus. Segera dia ganti bajunya menjadi lebih santai. Sebelum kembali ke bawah, dia merapikan sedikit penampilannya. Terlihatlah ada beberapa kissmark yang ditinggalkan oleh Novan dilehernya. Dia meny
“Rico, gw kayaknya harus pulang sekarang deh.” didorongnya tubuh Rico menjauh. Wanita itu pun keluar meninggalkannya. Rico masih terkejut dengan kedatangan Ana. Dia tidak menyangka bahwa Ana akan menerjang masuk kedalam kamar inapnya. Meski sekilas, dia sempat melihat kepanikan tersirat diwajah Ana. Keadaan menjadi lebih buruk lagi tatkala Rico karena suasana mencoba mencium temannya. “Perfecto! Kenapa selalu seperti ini sih akhirnya?” dia menggaruk-garuk kepalanya dengan kasar. “Kalau kayak gini terus, kapan gw dan Ana bisa baikan. Kapan gw bisa nanyain bekas dilehernya kemarin. Arrrgh sial…” teriak Rico penuh frustasi. “Loh Rico, mana Ana?” terdengar suara Papa Ana menyadarkan Rico dari kekesalannya. “Ah, tadi itu pak. Ana pergi sama temenku, tadi aku minta Ana untuk menemaninya pulang.” ucap Rico mencari-cari alasan. Dia tidak mungkin berkata jujur pada Ayah Ana. Apalagi bila beliau tau alasan sebenarnya Ana meninggalkan Rico. *** “
“Halo Van. Sorry kayaknya aku besok gak bisa pergi bersama kamu.” ucap Ana dengan lirih. Novan kecewa dengan pernyataan Ana tersebut. Dia terdiam sejenak, mengatur emosinya. “Gitu yah. Kalau boleh tau kenapa kak?” Ana menggenggam telponnya lebih keras. “Rico tadi sore kecelakaan. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Maaf ya Van.” Dia menggigit bibir bawahnya. Mengontrol perasaannya yang kini tak menentu. Sorot mata Novan kini berubah sendu. Dengan lirih dia berkata, “Aku mengerti kok kak. Sekarang kakak fokus sama Rico dulu aja yah.” “Terimakasih ya Van.” ucap Ana mengakhiri percakapan. Tepat setelah telpon ditutup. Ana mulai memeluk selimut yang sedari tadi dia pakai. Ada perasaan menyesal didalam dirinya. Dia teringat ucapan Izal. Bahwa semua ini tidak perlu terjadi. Bersama Novan adalah bukan jawaban yang tepat. Ana pun mulai membenamkan dirinya di bantal. Berharap bahwa dia akan segera tertidur. *** Muka Novan menger
“Rico, apakah aku memiliki pilihan lain selain menerima permintaan maafmu?” Mata Ana kini mengintimidasinya. Rico tidak dapat berkutik. Bibirnya seakan terkunci. Dia tidak menyangka permintaan maafnya, dibalas dengan begitu sinis oleh Ana. Rico menggigit bibir bawahnya. “Kalau itu mau mu. Apa yang bisa aku lakukan?” Rico tersenyum tipis. Hatinya begitu terluka dengan perlakuan Ana. “Banyak Rico. Kamu bisa lakuin banyak hal. Kamu bisa tunjukin kesungguhan kamu. Atau kamu bisa diam. Atau kamu bisa lari dan mengaggap semua tak pernah terjadi. Persis seperti yang selalu kamu lakukan padaku!” Emosi Ana kian meningkat. Dia masih berusaha tersenyum disetiap kata yang diucapkan. Matanya benar-benar menatap Rico tajam. Tidak ada jawaban sedikitpun. Rico menelan ludahnya. Dia tidak bisa menyangkal satupun ucapan Ana. “Maaf.” Rico menundukan kepalanya. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Aku bosan Rico. Kata itu gak pernah punya arti dihubungan kita.