Gulzar Heer mengembuskan napas lega. Dia berpikir paling tidak, iblis kegelapan itu tidak bisa menguasai Ayzard, sehingga tidak ada bencana mengerikan seperti kejadian Ghumaysa. Kesalahpahaman sepasang kekasih ini bisa diselesaikan dengan membicarakannya baik-baik.
Sementara itu, Ayzard memejamkan mata. Semilir angin mempermainkan rambut panjang hitam legamnya yang halus dan berkilau. Dia mengecup kalung dalam genggaman, membuat Gukzar Heer semakin tenang. Namun, harapan tinggal harapan.
“Lamban sekali, biar aku yang meraihmu.”
Suara meremangkan bulu kuduk terdengar dari kabut hitam. Perlahan, kabut itu menjalar di tanah. Tak lama hingga, Ayzard yang masih terpejam diselemuti kegelapan. Dia tersentak dan berusaha meronta, tetapi berakhir dengan kesia-siaan.
“Sial, apa ini? Hei, lepaskan aku!”
“Jangan marah, Ayzard. Aku hanya membantumu dan kau tidak akan menyesal bergabung denganku. Wanit
Gulzar Heer mendengkus. Entah kenapa dia malah lebih geram dengan sikap Asytaria dibandingkan iblis kegelapan sendiri. Gulzar Heer sangat mencintai Pangeran Fayruza, juga rela mengorbankan nyawa. Namun, jika kekasihnya membahayakan dunia, dia tak akan segan menghabisi lelaki itu dengan tangan sendiri.Gulzar Heer menghela napas berat melihat Asytaria yang semakin lemas. Darah dari luka tipis di leher gadis itu mulai menetes ke tanah. Namun, Asytaria masih menatap Ayzard dengan sorot mata penuh harap dan memancarkan kerinduan mendalam.“Ayzard ... aku percaya kamu ... akh ... ugh ...,” ucapnya susah payah.Ayzard menyeringai. Kuku runcing mencuat dari jemarinya. Jika tidak segera tersadar, Asytaria sudah dipastikan akan bernasib seperti Leah. Gulzar Heer memalingkan muka saat Ayzard menghunus cakar ke arah Asytaria.Trang!Gulzar Heer tersentak. Bunyi besi berdenting jelas bukan suara jantung yang tertusuk. Dia mengalihkan
Asytaria terduduk. Keempat pengendali elemen menghentikan ritual pembangkitan kekuatan pedang suci. Mereka serempak menghampiri Asytaria yang tampak sangat lemas. Dia terbatuk beberapa kali, hingga darah menyembur dari mulut, juga mengalir dari lubang hidung. “Yang Mulia!” Si pengendali air berseru. “Anda baik-baik saja?” Pengendali angin mengenggam jemari Asytria. “Jelas-jelas Yang Mulia terluka! Tidak perlu ditanya lagi,” omel pengendali api. Keduanya pun saling melotot. Hampir saja mereka saling menyerang. Untunglah, si pengendali tanah yang selalu tenang segera menengahi. Sementara itu, Pengendali air segera melakukan penyembuhan. Namun, mana-nya terpental, sama sekali tidak dapat menembus kulit Asytaria. Dia menggunakan kekuatan penglihatan tajam agar bisa melihat aliran darah dan mana dalam tubuh, hanya beberapa saat dan langsung terperanjat. “Ratu ... apakah Anda sudah tidak suci lagi hmm
Setelah tarikan yang kuat, Gulzar Heer merasakan tubuhnya mengambang, lalu terempas ke tempat empuk. Aroma manis tak asing menyapa indra penciuman. Dia membuka mata perlahan. Wajah tampan dengan sorot mata lembut keibuan itu tertangkap pandangan."Fay ...," lirih Gulzar Heer.Tangannya terangkat hendak menggapai wajah sang kekasih. Kerinduan terasa menyesakkan dada. Meskipun dia tahu distorsi waktu biasanya hanya terjadi sebentar di dunia asli, tetapi Gulzar Heer sudah merasa seperti menjalani bertahun-tahun lamanya di masa lalu."Gulzar! Gulzar!"Suara Pangeran Fayruza terdengar bergetar. Dia memeluk Gulzar Heer dengan erat. Air mata menuruni pipinya perlahan."Akhirnya, kamu sadar ...," bisiknya lembut.Gulzar Heer melepaskan pelukan Pangeran Fayruza. Dia menyeka air mata di pipi kekasihnya dengan ibu jari penuh bekas luka."Fay, jangan menangis ... aku baik-b
Bagian 52Gulzar Heer, Putri Arezha, dan Kayvan serempak menoleh ke arah Pangeran Fayruza. Ketiganya begitu kompak, sehingga terasa sedikit lucu. Pangeran Fayruza menjadi terkekeh. Tak ayal, pipinya langsung dicubit Putri Arezha dengan keras."Aduh, Kakak! Sakit, Kak!""Siapa suruh bercanda di saat-saat penting!" ketus Putri Arezha."Aku tidak bercanda, Kak! Aku benar-benar punya rencana," sungut Pangeran Fayruza.Gulzar Heer memegangi dada. Jantungnya berdebar kencang. Pangeran Fayruza saat merengut tampak sangat imut di matanya. Melihat Gulzar Heer yang tersipu, kemarahan Putri Arezha mereda. Dia tersenyum jail."Fayruza, jangan terlalu imut, kau membuat Gulzar terpesona," godanya.Gulzar Heer seketika terbatuk. Wajahnya yang sedari tadi merona semakin memerah. Pangeran Fayruza salah tingkah, tetapi dia segera tersadar dan memelototi sang kakak."Lihatlah sekarang Kakak yang bercanda!""Karena kalian b
Pangeran Heydar melangkah memasuki aula istana. Tubuh tegapnya tampak semakin memukau dengan pedang hitam terselip di pinggang. Hampir semua mata terpesona. Putri Kheva yang telah lama jatuh hati semakin terjerat asmara.Ya, pedang hitam itu adalah pedang terkutuk milik Ayzard yang telah berhasil dilepas segelnya. Selain memiliki kekuatan luar biasa, juga bisa mempengaruhi pemikiran orang-orang di sekitar, terkecuali ada perlindungan kesatria suci. Oleh karena itulah, Farzam dan Delaram malah merasakan firasat buruk. Sewaktu kecil, jari Gulzar Heer sering terluka, mereka pernah mengisap darahnya agar berhenti."Farzam, kurasa ada yang aneh dengan Pangeran Heydar," bisik Delaram."Sebenarnya, aku juga merasakannya. Pedang itu bukan yang biasa digunakan Pangeran Heydar," sahut Farzam."Aku jadi khawatir, Farzam.""Tetap siaga, Delaram."Sementara suami istri itu saling berbisik, Pangeran Heydar terus melangkah hingga sampai ke hadapan Raja Far
Delaram tiba-tiba teringat teknik khusus yang diajarkan ibunya, menghentikan sementara peredaran darah dengan menekan beberapa titik di tubuh. Dia segera mempraktikkannya pada Putri Kheva. Pendarahan juga terhenti. Sayangnya, teknik itu tidak bisa digunakan lama-lama karena juga membahayakan nyawa.Farzam belum kunjung datang. Delaram mondar-mandir di mulut gua sambil menggigiti ujung kuku. Sesekali dia menengok keluar berharap Farzam telah kembali. Namun, sejauh mata memandang hanya ada kegelapan.Srak! Srak!Wajah resah Delaram berubah semringah. Dia berseru, "Farzam, syukurlah kau dat–"Suara Delaram tercekat. Seekor harimau tengah menatapnya tajam. Hewan buas itu berjalan pelan mendekati gua, lalu menerkam secara mendadak."Perisai angin!"Lapisan tebal dari angin tercipta tepat sebelum cakar nan tajam menghantam Delaram. Benturan keras terjadi. Harimau terpental dan menubruk pohon.Krak! Brak!
Ghumaysa terus menggandeng selir ketiga melewati koridor istana. Raut wajah dan sikapnya seolah penuh dengan kasih sayang. Namun, tidak ada yang tahu gadis iblis itu mencengkeram kuat lengan selir ketiga dengan kuat, hingga meninggalkan bekas kemerahan di permukaan kulit. Saat Ghumaysa berhenti melangkah di depan salah satu pintu kamar, Selir ketiga menyadari ancaman yang akan datang. Dia gemetaran, tetapi masih menimbang untuk meminta maaf. Rasa gengsinya memang terlalu tinggi. “Aku akan memberikan hadiah yang ‘manis’ untukmu, Ibu,” bisik Ghumaysa. Meskipun terdengar lembut, selir ketiga menyadari ada ancaman di dalamnya. Dia jelas-jelas sudah terdesak. Wanita itu seketika bersimpuh, membuat perjalanan mereka terhambat. Harga diri sudah dibuangnya jauh-jauh. “Maafkan aku, Shirin! Aku khilaf! Demi cintamu kepada Heydar, ampunilah ibunya yang bodoh ini,” pinta selir ketiga dengan suara memelas. Ghumaysa tersenyum penuh arti. Dia berjongkok, mer
Bagian 56Saat kondisi semakin genting, Putri Arezha tiba-tiba menepuk kening. "Benda sihir pemberian Tuan Kayvan!" serunya.Dia merogoh kantung kulit. Permata cokelat dikeluarkan dari dalam. Putri Arezha menekan beberapa titik seperti yang diajarkan Kayvan. Tak lama kemudian, perisai dari tanah batu yang kokoh terbentuk di sekeliling mereka. Namun, angin kencang sudah membuat beberapa retakan."Perisainya tidak akan bertahan lama. Ayo kita jalan sembari mencari tempat yang aman!" perintah Putri Arezha.Pangeran Fayruza mengangguk, lalu menggendong Gulzar Heer yang sudah kehilangan kesadaran. Mata gadis itu terpejam dengan bibir terus mengerang. Mereka pun meneruskan perjalanan sembari menerjang angin badai.Perjalanan semakin berat. Entah kenapa angin badai semakin kencang. Permata di tangan Putri Arezha berpendar lemah. Retakan perisai terus bertambah, hanya menunggu waktu untuk pecah berkeping-keping.Pangeran Fayruza men