Matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Perjalanan mengantarkan Putri Kheva menuju Kerajaan Khaz kembali dilanjutkan. Kyra merasa sangat lega. Dia sudah bosan dan sering kali tak bisa menahan emosi setiap mendengar keluhan Putri Kheva.
Setelah jatuh dari tebing, mereka memang perlu beristirahat selama 2 hari untuk memulihkan energi. Namun, bukannya pengertian dan bersabar, Putri Kheva malah terus menggerutu, juga menyalahkan dan menyesalkan banyak hal, membuat telinga dan hati Kyra menjadi panas. Jika saja bukan karena amanat dari Pangeran Fayruza untuk bersikap baik, gadis itu pasti sudah membuatnya menjadi putri panggang.
Untung saja, selama sisa perjalanan, dia tak perlu berada dalam kereta. Dia duduk dengan malas di samping Ava yang tengah berkonsentrasi mengawasi sekitar. Si pengendali tanah tiba-tiba menegakkan punggung. Matanya tampak awas menatap ke bawah.
“Ada apa, Ava?” celetuk Kyra.
“Ada suara derap kuda, tapi berlawanan arah
“Ayo kita pulang! Tak ada gunanya mengkhawatirkan putri menyebalkan itu!” gerutu Kyra.Emosi yang sudah ditahan selama berhari-hari meledak sudah. Dia mendengkus kasar, lalu berbalik dan berjalan cepat menuju kereta. Perjalanan melelahkan hanya berujung kesia-siaan. Menurut perkiraan Kyra, Putri Kheva sudah tidak lagi bernyawa.“Aku pun setuju dengan Nona Kyra. Sebaiknya, kita pulang saja,” timpal Delaram.Dia juga memendam rasa kesal terhadap Putri Kheva sejak melihat wanita itu tega meninggalkan pangeran kecil. Ingatan tentang usaha-usaha kerasnya untuk mendapatkan anak terasa mencekik jika mengingat sikap sang putri. Delaram hampir ikut berbalik ke kereta. Namun, Farzam menahan langkahnya.“Aku akan memeriksa dulu. Kita harus memastikan keadaan Putri Kheva dengan sebenarnya-benarnya. Kalau memungkinkan bisa diselamatkan.”“Biar saya dan Kyra saja, Tuan Farzam. Tekanan sihir hitam di dalam terlalu k
Sementara pertarungan antara Kyra dan Ava melawan prajurit Kerajaan Arion berlangsung di luar istana, Ghumaysa tengah bersandar di dada Ayzard dalam kamar. Dia tengah merayu kekasihnya. Sudah lama waktu berlalu sejak kebangkitan raja siluman setengah iblis itu. Namun, Ghumaysa sama sekali belum pernah bisa “tidur” dengannya. Ayzard selalu memiliki alasan untuk menolak.“Malam ini, tidak boleh gagal lagi,” desis Ghumaysa dengan seringaian di sudut bibir.Dia sudah lama mengidamkan tubuh Atashanoush yang begitu menawan. Malam itu, semuanya sudah disiapkan dengan baik. Kamar ditaburi dengan kelopak mawar menciptakan nuansa romantis. Aroma dari parfum khusus dan pencahayaan remang-remang terasa memberikan kesan sensual. Terlebih, energi Ayzard yang terisi penuh setelah penyerangan Kerajaan Khaz membuat Ghumaysa yakin imipannya akan segera terwujud.Namun, saat tangan Ghumaysa memeluk leher Ayzard, lelaki itu malah menurunkannya. Ghumaysa lagi
Di sisi lain, Pangeran Heydar telah berhasil keluar dari lorong gelap. Kunang-kunang raib bersama hangatnya sinar mentari. Aroma kayu yang menyegarkan menyapa indra penciumannya. Dia mengedarkan pandangan, hanya ada pepohonan sejauh mata memandang. Beberapa ekor rusa liar merumput, tampak tak terganggu dengan keberadaannya.Pangeran Heydar menjadi penasaran. Dia mendekati rusa dan mencoba menyentuhnya. Aneh, tak terasa bulu yang halus, Pangeran Heydar seperti menyentuh angin.“Di mana ini sebenarnya? Kenapa rasanya tidak asing?”Setelah menimbang cukup lama, Pangeran Heydar memutuskan lanjut berjalan. Dia mengamati pertumbuhan lumut untuk menentukan arah. Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara ledakan dari kejauhan. Hewan-hewan liar berlarian dari arah berlawanan.Pangeran Heydar bersiaga. Dia bisa mencium aroma bahaya tak jauh dari tempatnya berdiri. Sayang sekali, tak ada pedang terselip di pinggangnya seperti biasa. Pangeran Heydar s
Pangeran Heydar perlahan membuka mata. Seberkas cahaya terasa menyilaukan, tetapi tak memerlukan lama hingga dia beradaptasi. Pepohonan sudah tak tampak, tergantikan dinding kayu yang kokoh. Tak ada hiasan apa pun di dinding, hanya sebingkai jendela dengan kain putih sebagai tirai. Sementara tubuhnya terasa berbaring di sesuatu yang empuk dan hangat.“Akhirnya, kau sadar juga, Tuan,” sapa seseorang dari sisi kanan, dari suaranya terdengar seperti seorang gadis.Pangeran Heydar mencoba mengalihkan pandangan. Dia seketika tersentak. Wajah tak asing tertangkap mata. Harapan sempat terbit bahwa semua pengkhianatan dan kenyataan tentang kekasihnya seorang peri setengah iblis hanyalah mimpi. Namun, rasa sakit luka di dadanya menyadarkan. Pangeran Heydar mengerahkan tenaga untuk menarik si gadis dan mencekal lehernya dengan lengan.“Apa lagi rencanamu, Ghumaysa? Kau ingin berbuat apa lagi setelah gagal membunuhku?” cecar Pangeran Heydar dengan s
“Hatsuyy! Hatsuy!”Debu berterbangan saat lantai di sapu menyebabkannya bersin berkali-kali. Tak ingin menjadi beban, Pangeran Heydar tengah mencoba membersihkan rumah yang tak seberapa luas itu. Dia cukup patuh untuk tidak nekat memotong kayu bakar. Shirin memang melarangnya karena khawatir luka akan kembali terbuka. Sang pangeran pun terus berjibaku dengan alat-alat pembersih dalam waktu yang cukup lama.“Akhirnya selesai juga.”Pangeran Heydar melemaskan otot setelah mengelap meja. Dia pergi ke halaman belakang untuk merendam lap kotor di dalam ember. Namun, baru saja kakinya hendak melangkah kembali ke rumah, firasat buruk melintasi benak. Wajah Shirin membayang.“Ada yang tidak beres .... Ah! Aku harus bergegas.”Pangeran Heydar mengobrak-abrik dapur. Dia mendesah berat ketika hanya menemukan pisau daging di sana. Sebagai pengguna pedang, senjata yang lebih pendek cukup menyulitkan. Namun, Pangeran Heydar ta
Pangeran Heydar menatap Shirin dengan penuh harap. Keresahan merasuki hatinya melihat gadis pujaan terdiam lama, seolah-olah tak mampu melanjutkan ucapan. Debaran jantung cukup keras hingga terdengar samar oleh telinga.Waktu yang berlalu terasa mencekik. Pangeran Heydar menggigit sudut bibir. Namun, dunia seakan runtuh saat dia melihat Shirin menggeleng lemah. Entah kenapa patah hati kali ini jauh lebih menyakitkan daripada pengkhianatan Ghumaysa. Pangeran Heydar semakin menyadari rasa di antara dia dan si peri iblis tak lebih dari hasrat akan godaan kecantikan.“Maaf, aku tidak bisa menjadi kekasihmu, Heydar.” Suara Shirin bergetar hebat.Pangeran Heydar benar-benar tak mengerti. Dia sangat meyakini gadis itu memiliki perasaan yang sama. Pipi merona, sering salah tingkah, sorot mata penuh perhatian selalu ditunjukkan Shirin. Bukankah menjadi tidak wajar jika pernyataan cinta berujung dengan penolakan?Saat memikirkan hal itu, Pangeran Heydar
Waktu berlalu tanpa terasa. Hubungan Shirin dan Pangeran Heydar masih agak canggung. Meskipun berada di bawah satu atap, mereka malah saling menghindar. Shirin menyibukkan dirinya dengan membuat berbagai jenis ramuan obat. Sementara Pangeran Heydar kembali melatih ilmu bela diri dan teknik berpedangnya. Dia bahkan membuat pedang dari kayu untuk menunjang latihan.“Ha! Hyat!”Pedang kayu terus dipukulkan ke boneka latihan. Keringat membasahi tubuh kekar Pangeran Heydar. Namun, wajahnya tak tampak letih sedikit pun. Dia memang petarung hebat dari sejak lama. Sungguh sayang, petarung sehebat dirinya pernah terperdaya akibat cinta.Bruk! Bruk! Krak!Boneka kayu latihan patah. Begitu juga dengan pedang kayu di tangan Pangeran Heydar. Dia tersenyum puas. Hasil latihan terakhir cukup baik.
Tes Tes TesRintik hujan mengecup bumi. Shirin tersentak, lalu refleks mendorong Pangeran Heydar. Pipinya yang merona sangat menggemaskan, membuat sang pangeran terkekeh."Rupanya, langit cemburu dengan kita," canda Pangeran Heydar.Wajah Shirin semakin memerah. Dia mencubit lengan kokoh itu dengan gemas. Pangeran Heydar seketika tergelak."Sudah! Sudah! Jangan bercanda! Kita harus segera masuk ke rumah atau akan basah semua."Pangeran Heydar menyeringai nakal. "Hmm ... sepertinya basah semua tidak buruk juga. Tubuh kekarku akan semakin seksi."Wajah Shirin sudah seperti kepiting rebus. Dia mengibas-ngibaskan tangan di atas kepala, seperti mengusir sesuatu. Sementara rintik hujan sudah membuat titik-titik kecil di rambut mereka.Pangeran Heydar menjadi semakin semangat untuk menggoda. "Bukankah akan romantis berciuman di bawah hujan?" ledeknya.Shirin sudah tidak tahan lagi. Wajahnya benar-benar cemberut, meskipu