***Mungkin awal dari semuanya akan dimulai dari sini. "Panggil Lea, suruh ke ruangan gue," ucap Ken pada Rendra melalui sambungan telefon.Tak butuh waktu lama Lea datang, "Iya Pak ada apa?""Tolong fotokopi ini, habis itu buatin gue kopi. Nggak pake lama ngerti!'"Iya Pak," untung saja Lea sudah diajari cara untuk memfotokopi waktu itu jika tidak akan gawat. Saat sedang memfotokopi Lea samar mendengar percakapan para karyawan yang kebetulan ada tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. "Pak Ken itu udah nikah belum sih? Tapi katanya dulu punya pacar ya? Udah putus?""Nggak tau ya, mungkin aja secara Pak Ken itu galak nggak punya perasaan lagi. Serem juga mana ada cewek yang mau sama dia kalo gitu palingan juga suka karena harta.""Bener juga.""Mereka nggak ada kerjaan apa sampai ngomongin orang," gumam Lea. "Bukannya hal kayak gitu udah biasa ya terjadi di kantor, karyawan ngomongin bos dibelakang."Sontak Lea menoleh pada orang yang tiba-tiba ada didekatnya, ia tak mengenal siapa
***Saat semua pegawai sudah meninggalkan kantor, Ken diam-diam memesan makanan melalui delivery order. Sementara di kantor hanya ada dia dan Lea saja, Rendra sedang ada keperluan diluar."Gue turun dulu jangan kemana-mana.""Iya Pak."Bahkan dengan sukarela Ken sendiri yang akan mengambil pesanan. Menunggu di lobi sembari memainkan ponsel, ia melirik sekilas pada jendela yang ada disetiap sudut ruangan. "Mendung," gumamnya.Tak lama pesanan datang, Ken kembali ke atas menggunakan lift seperti biasa, saat lift mulai naik entah kenapa perasaannya sudah tak enak dan benar saja tiba-tiba lift berhenti di lantai sepuluh entah karena apa.Ia sudah berkali-kali menekan tombol emergency tapi tak ada respon, saat ia akan menelepon siapapun tak ada sinyal. "Sial!"Perlahan nafasnya semakin cepat kala ia mendengar suara hujan yang turun dengan begitu kasarnya ke bumi, suara gemuruh memekakkan telinganya. Ia menjatuhkan plastik ber
Pagi-pagi buta Lea bangun lebih awal ia membuatkan sesuatu untuk Ken, entah untuk alasan apa ia hanya ingin membuatkan sedikit camilan untuk Ken.Entah ini akan cocok atau tidak Lea membuat beberapa potong sandwich dan menaruh beberapa cookies yang ia beli semalam."Semoga Pak Ken suka."Apa Lea mulai menyukai Ken? Secepat itukah?***"Bangun woi!" seru Kana. Ia datang pagi-pagi ke apartemen Ken hanya untuk mengantarkan sarapan yang telah Thea siapkan.Kana menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Ken, membuka jendela agar cahayanya masuk dan membuat Ken terbangun tapi ternyata cara itu tak berhasil."Bangun Ken! Bangun!" Kana melompat-lompat diatas ranjang Ken membuat Ken menarik kaki Kana hingga ia jatuh ke atas ranjang."Berisik Lo, ngapain pagi-pagi kesini kurang kerjaan.""Kalo bukan Karna nyokap yang nyuruh gue ogah kali kesini.""Hm."Kana mengambil duduk, sebuah bantal ia letakkan diatas pahanya sebagai tumpuan tangannya. "Semalem gue denger mati lampu ya di kantor?""Hm.""Ar
Sebuah panggilan dari nomor yang dikenal tapi suaranya berbeda, membuat Lea ada ditempat bising ini. Lebih tepatnya ia sedang melihat Ken yang meracau dengan beberapa wanita disampingnya.Salah satu ruang VIP yang Ken tempati sangatlah bau. Bau alkohol yang menyeruak membuat Lea terbatuk-batuk karena tak kuat."Maaf mba-mba sekalian bisa tinggalkan saya dengan cowok ini?" pinta Lea dengan sopan."Lo siapanya hah?""Ah saya -""Siapa? Gue tanya diem aja.""Saya adiknya," ceplos Lea begitu saja. "Oh adek ipar, oke. Guys kita keluar biarin adik ipar yang urus kakaknya." wanita-wanita dengan pakaian ketat nan seksi itu keluar dari ruangan itu yang menyisakan Lea dan Ken saja.Perlahan Lea duduk didekat Ken, sedikit membersihkan meja yang menurutnya sangat kotor. "Pak Ken?" Lea menggoyangkan lengan Ken tapi tak direspon."Aduh gimana ini? Apa aku hubungi Pak Rendra aja ya?" sejenak Lea melihat jam, sudah larut malam untuk menghubungi seseorang tapi bagaimana caranya dia membawa Ken pergi da
Jalan setapak yang mereka lewati membawa mereka pada satu tempat dimana ini diluar perkiraan Lea.Padahal tadi dia sudah menyiapkan mental untuk segala macam bahaya dan cacian yang akan diberikan Sheila padanya. Namun niat itu pupus saat mereka ada disini."Ini bunga buat kamu, kamu suka kan Sheila?"Ken menaruh bunga itu tepat didepan sebuah pusara indah nan agung milik Sheila. "Dia?""Iya dia sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, karena sebuah insiden."Ada rasa tak enak dibenak Lea saat ini, rasanya canggung. Lea hanya bisa berdiri dibelakang Ken sembari meremas ujung bajunya."Dia satu-satunya wanita yang bisa buat gue jatuh cinta, sejauh ini belum pernah ada yang bisa buat gue membuka hati setelah kepergian Sheila," ucap Ken dengan mengusap pusara Sheila.Kemudian ia bangkit, meninggalkan pusara itu tanpa mengucapkan kata perpisahan. Membuat Lea sedikit bingung dengan Ken, katanya Sheila adalah wanita yang ia cintai tapi kenapa dia pergi tak mengucapkan 'Selamat tinggal'.Lea
Ken hendak mengejar Niko setelah pesan itu masuk ke ponselnya, tapi sayang Niko sudah pergi bersama ayahnya."Kamu kenapa, muka kamu pucat," ucap Karel."Nggak ada pa, ayo pulang." Ken memilih semobil dengan Karel pikirannya tak tenang saat ini karena Niko. Ini ancaman atau sesuatu yang menguntungkan?'Ndra temuin gue di apart nanti malem.' Ken mengirimkan sebuah pesan singkat pada Rendra."Ngapain dia mau ketemu gue, katanya disuruh menikmati weekend. Dasar Ken."***Sebuah tawa menggema di ruangan yang tak terlalu kecil, laki-laki yang terakhir kali Ken lihat sedang menggoyangkan gelasnya ditemani alunan musik klasik yang berputar pada turntable."Bodoh," cicit Niko.Menertawakan kebodohan orang memanglah menjadi hobinya. Nikolas Adhitama, anak dari Andreas Adhitama orang yang saat ini sedang terlibat dengan keluarga Roderick karena masalah bisnis. Sebagai informasi, Niko sudah mengenal Ken sejak lama bahkan saat mereka duduk dibangku SMA.Tapi tidak dengan Ken yang sama sekali tak
Ada yang bilang lebih baik kota daripada desa, ada juga yang sebaliknya. Bagi Lea mau di desa atau kota sama saja, sama-sama ada kehidupan yang berarti untuk dirinya.Pagi-pagi dia sudah disibukkan membantu sang ibu untuk pergi ke ladang. Hari ini hari panen singkong dan akan dijual ke para pedagang."Ini anaknya yang kerja di kota itu ya Bu?" tanya ibu-ibu yang sedang mengambil singkong untuk ia jual di pasar. Dia tetangga Lea."Iya," jawab Rahayu singkat.Lea hanya tersipu, "Cantik begini sudah ada yang punya belum?""Belum atuh mba, anak saya masih kecil," jawabnya sembari tersenyum."Mau nggak sama anak saya, dia kerja di balai desa. Daripada kamu nanti diambil sama om-om mending sama anak saya aja. Hidupnya terjamin."Lea mengerling pada Rahayu memberi isyarat untuk segera mengakhiri obrolan yang semakin lama semakin kemana-mana, membuatnya tak nyaman."Sudah atuh, saya pamit dulu. Mau ke sawah," Rahayu menarik Lea pergi dari sana."Mari Bu,""Jawab dulu atuh Rahayu!"Mereka berja
"Gelap."Hanya satu kata itu yang terucap dari mulut Ken saat ia kembali sadar. Kepalanya terasa berat saat ini hingga ia memijat pelipisnya."Istirahat dulu Ken, jangan dipaksa. Kalo butuh sesuatu bilang aja," ucap dokter Robert sembari ia kembali bekerja.Ken merefleksikan diri, memandang langit yang tampak biru berada dalam satu garis dengan awan yang bergerak cepat. Ini bukan hal yang mudah, ini sulit dan berat."Villa terdekat dimana Ndra?" tanya Ken tiba-tiba."Villa? banyak Ken. Mau apa?""Mau cari tau,""Kasih gue gambarannya nanti gue cari tahu."Ken lalu meminta kertas dan bolpoin pada dokter Robert, ia mulai menggambar Villa yang ia lihat tadi sekenanya. "Nih," Ken menunjukkan gambarnya pada Rendra."Nanti gue cari, masih mau disini atau balik?""Bentar Ndra."Ken menghampiri dokter Robert, "Kemungkinan ingatanku kembali berapa persen?""Aku nggak bisa ngasih kepastian Ken.""Thank buat hari ini." Ken pamit undur diri setelahnya ia harus cari tahu dulu kisah antara dia dan S