Ponsel yang terus berdering membuat Kana jengah, ia segera mengangkat telfon itu.
"Apa? mau apa sih hah?" ia sedikit meninggikan suaranya."Kan gue udah bilang stop ganggu gue, gue capek ngadep in orang kayak Lo!""Stop! pergi jauh-jauh dari hidup gue," Kana sudah terpancing emosi saat baru satu kata keluar dari mulutnya.Saat ia sedang memarahi orang yang ada diseberang sana, pikirannya hanya terfokus untuk bicara membuat dia sedikit oleng saat mengendarai mobil."Udah tau salah, masih aja ngejar nggak punya harga diri apa gimana sih nyebelin," Kana mendengus kesal. Ia terus mengomel sepanjang jalan.Bahkan ia menambah kecepatan mobilnya, sampai membuat ponselnya jatuh. Dengan satu tangan Kana meraih ponsel itu yang mana membuat pandangannya terhalang oleh dasbor mobil."Nah ketemu!" serunya saat berhasil menemukan ponsel.Saat itu juga dia harus mengerem mendadak saat ia melihat seorang perempuan sedang menyebrang."Awas!" teriaknya dalam mobil.Cit!!Suara ban yang bergesekan dengan aspal terdengar begitu jelas, jika Kana tak mengerem tepat waktu mungkin sekarang sudah akan jadi masalah.Kana buru-buru keluar dari mobil menghampiri perempuan itu yang sudah duduk diaspal."Kamu nggak apa-apa? Maaf," ucap Kana penuh sesal. Ia membantu perempuan itu untuk berdiri."Iya nggak apa-apa kok," jawab Lea."Itu sikumu luka, kamu tunggu disana dulu ya. Aku mau mindahin mobil dulu, aku nggak kabur kok," ucap Kana sembari menunjuk salah satu toko yang memiliki tempat duduk."Iya Kak," Lea menurut untuk duduk didepan toko itu sembari melihat Kana yang benar-benar memindahkan mobil sesuai dengan perkataannya.Ia keluar membawa kotak obat, "Sini aku obatin," Kana meraih tangan Lea. Ia bersihkan dulu dengan alkohol baru memberinya betadine."Tahan ya ini sedikit sakit," ucap Kana.Usai mengobati luka itu, Kana membeli minuman untuk Lea. "Ini diminum dulu, kamu pasti kagetkan?"Lea hanya tersenyum, "Makasih Kak,""Kamu mau kemana malem-malem gini bawa tas besar?" tanya Kana saat ia melihat tas dibawah."Aku dari kampung dateng ke kota mau cari pekerjaan buat bantu Ibu dikampung Kak," ucap Lea dengan sangat lembut."Oh gitu, terus ini kan udah malem kamu udah dapet tempat untuk tidur?" tanya Kana dengan wajah sedikit iba.Lea hanya menjawab dengan gelengan kepala, "Kamu ikut aku mau nggak? Kebetulan aku ada tempat tinggal untuk kamu. Kamu boleh tinggal disitu untuk sementara sampai kamu dapet tempat tinggal," ucap Kana sembari tersenyum.Lea ragu atas tawaran yang Kana berikan, ia jadi ingat pesan ibu yang tadi berjualan di terminal. Kalo tidak semua orang kota itu baik."Tenang aja, aku baik kok aku nggak ada niatan jahat sama kamu. Anggap aja ini sebagai bentuk pertanggung jawabanku karena udah buat kamu luka dan itu menghambat kamu," ucap Kana lagi-lagi tersenyum.Lea melihat sorot mata Kana yang seolah mengatakan jika dia memang orang baik, dan Kana juga tak hentinya meyakinkan Lea agar mau ikut dengannya.Setelah berpikir panjang, "Aku mau ikut Kakak, tapi hanya untuk malam ini ya. Besok aku akan keluar dari rumah itu, sebelumnya terimakasih sudah menolong aku," ucap Lea segan."Asik!" seru Kana, "Oke ayok," Kana bahkan membantu Lea untuk memasukan beberapa tas yang Lea bawa kedalam mobil.Untuk pertama kalinya Lea naik mobil, dia merasa heran dengan isi yang ada didalam mobil. Hanya dengan duduk mobil bisa berjalan."Oh ya kita belum kenalan, aku Kana. Nama kamu siapa?""Aku Lea Kak,""Kok kamu manggil aku kakak berasa tua deh,"Lea hanya tersenyum malu, "Umurku masih sembilan belas tahun Kak,"Cit!Kana tiba-tiba menginjak rem secara mendadak membuat Lea terbanting ke depan untung tidak terjadi apa-apa dan jalanan juga sudah mulai sepi."Aduh maaf ya, aku kaget habisnya. Kamu nggak apa-apa kan Lea?" Kana mengecek Lea yang terlihat baik-baik saja."Iya kak," Lea memegang dadanya yang rasanya hampir saja copot."Sorry ya, aku pikir kita nggak jauh beda. Apa aku keliatan tua Lea, sampe kamu panggil aku Kak. Masih mending sih dibanding Ibu," cerocos Kana membuat Lea menutup mulutnya karena ia sedang menertawakan Kana yang heboh sendiri dengan nama panggilan"Enggak kok, kakak keliatan muda. Cuma aku merasa kalau Kak Kana memang sedikit di atasku," jelas Lea."Itu bener kok, umurku sekarang dua puluh lima tahun. Jadi kita terpaut sekitar enam tahun, panggil aja Kakak. Aku nggak masalah, bisa loh kamu anggap aku sebagai kakak kandung sendiri," ucap Kana sembari sesekali mengerling pada Lea."Iya,"Tak butuh waktu lama mereka sampai disalah satu hunian yang cukup megah di kota itu. The Imperial House, salah satu hunian apartemen bintang lima yang sangat terkenal.Kana memarkirkan mobilnya di basement parkiran, lalu membantu Lea mengeluarkan barang-barangnya."Ini tempat apa Kak?" tanya Lea heran karena saat memasuki tempat ini dia sempat terkejut dengan gedung pencakar langit yang terlihat megah seperti istana."Ini apartemen milik keluargaku, kamu bisa tinggal disini untuk sementara waktu," jelas Kana membuat Lea mundur beberapa langkah karena terkejut.Mereka ada didalam lift sekarang, menuju kelantai paling atas, hunian yang terkhusus untuk pemilik gedung ini."Kamu kenapa mundur? Sini," Kana menarik Lea agar kembali mendekat."Jadi kakak orang," belum sempat Lea meneruskan kalimatnya Kana sudah memotong, "Kalau yang ada di pikiranmu aku ini anak orang kaya iya kamu bener. Tapi yang kaya itu orang tuaku bukan aku, aku juga sama kayak kamu kok kerja keras," jelas Kana sembari tersenyum.Ting!Pintu lift terbuka, mereka keluar dari sana menuju ke salah satu pintu yang berjejer disana. Setidaknya ada empat pintu disini yang berjarak cukup jauh antara satu dengan yang lain."Ini apartemenku, aku akan nemenin kamu malam ini. Takut nanti kamu bingung sama beberapa hal yang ada disini," jelas Kana saat membuka pintu."Wah," gumam Lea saat melihat isi yang ada didalamnya. Begitu mewah bisa dilihat dari pernak pernik yang menghiasi segala sudut. Bahkan ada tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas."Baru pertama kali lihat ya?" tanya Kana, dia juga ikut melihat ke sekelilingnya. Saat dulu pertama kali datang kesini pun dia juga tak percaya akan tempat ini."Ekspresi kamu sama banget kayak aku pertama kali datang kesini, kaget ngelihat isi yang ada didalam sini begitu wah," ucap Kana sembari melirik ke Lea yang juga melihat ke arahnya."Tapi apartemen ini jarang aku tinggali, terutama sejak saudara-saudaraku pergi. Aku jadi sering tinggal dirumah orang tuaku nemenin mereka,""Kak ini beneran aku tinggal disini? Maaf, tapi aku nggak pantes," Lea tiba-tiba merasa tak nyaman.Jika dibandingkan dengan rumahnya yang dikampung jelas berbeda level, rumah dikampung level satu dan apartemen ini level sepuluh. Jauh sekali."Kenapa gitu? Nggak apa-apa, kamu nggak sendiri kok disini ada aku," Kana meyakinkan."Tapi?""Hust! Sekarang kalau kamu keluar dari tempat ini kamu mau tidur dimana?"Lea berpikir cukup keras, benar juga yang dikatakan Kana. Tapi melihat tempat ini membuat dia minder."Udah nggak usah banyak mikir, ayo ikut aku. Aku tunjukkin kamar kamu," Kana menggandeng Lea agar mengikutinya. Menuju kamar yang ada didekat tangga."Ini kamar kamu, kalo kamarku ada dilantai atas,"Jika diruang tamu tadi sudah sangat luas. Kamar ini juga tak kalah luas mungkin hampir sebanding dengan rumah Lea dikampung."Kamu istirahat ya, aku tinggal. Tidur yang nyenyak Lea, selamat malam. Oh ya, kalau butuh sesuatu bilang ya, kalau mau makan atau minum bisa ambil di dapur udah sedia kok," ucap Kana yang kemudian pergi meninggalkan Lea sendirian didalam kamar. Dia masih bingung dengan kondisinya saat ini.Bisakah dia berkata jika dirinya beruntung saat baru pertama kali datang ke kota. Ia bertemu tanpa sengaja dengan Kana yang berlaku baik padanya."Pokoknya besok aku harus keluar dari tempat ini, aku harus cari kerja dan tempat tinggal," tekadnya bulat untuk ituSaat Lea akan berganti baju, pintu diketuk dan Kana masuk dengan membawa makanan dan minuman untuk Lea."Ini untuk kamu, aku takutnya kamu kelaparan dan takut buat ambil. Jadi aku bawain," ucap Kana menaruh makanan itu di atas meja dekat sofa."Makasih Kak,""Sama-sama dihabisin ya Lea," saat Kana akan keluar ponselnya berdering ada panggilan masuk."Iya pak Anton ada apa?""Oh iya, saya ada di apartemen,""Oh ya pak, saya nggak sendiri disini. Saya bawa temen namanya Lea dia orang baik jangan curigai dia ya. Mungkin untuk beberapa hari kedepan dia akan ada disini, saya infokan terlebih dahulu takut ada salah paham nanti. Kalau dia keluar nanti saya kabari lagi,""Iya sama-sama,"Kana berbalik badan menghadap pada Lea yang sedang memeluk baju yang dia bawa."Yang telfon aku tadi Pak Anton dia pimpinan keamanan disini, dan aku udah lapor kalo aku disini sama kamu," jelas Kana."Makasih ya Kak,""Iya sama-sama, udah ah dari tadi makasih mulu. Buruan ganti baju, makan terus tidur ya adik kecil,"Kana benar-benar keluar dari kamar baru Lea bisa berganti baju, dan menghabiskan makanan yang Kana berikan padanya.Padahal ini hanya roti tapi rasanya sangat enak. Saat Lea akan keluar kamar untuk mencuci piring dan gelas ia samar mendengar percakapan Kana dengan seseorang dibalik pintu."Kapan dia pulang? Aku udah kangen," ucap Kana disana.Merasa tak pantas berlaku seperti ini Lea mengurungkan niat dan kembali masuk kedalam kamar."Besok saja," pikirnya.Ia duduk bersandar di atas ranjang sembari memejamkan mata. Hari ini banyak peristiwa terjadi dalam hidupnya mulai dari Pak Broto yang datang ke rumah, lalu dia yang harus pergi ke kota. Hampir ditabrak dan sekarang dia ada disini."Tuhan, bantu aku untuk segera mendapatkan pekerjaan besok. Aku nggak mau keluargaku terus-terusan diganggu sama Pak Broto," doa Lea.Saat dia akan berbaring, Kana tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu,"Udah mau tidur ya Lea. Maaf sebelumnya, besok kamu ikut aku ya,""Kemana kak?""Udah ikut aja, good night Lea,"Dia dibuat penasaran dengan ajakan Kana yang tiba-tiba, "Mau dibawa kemana lagi aku? Semoga itu hal baik,"Biasanya saat malam mulai datang dan waktu semakin mengarah ke tengah malam, Ken dan para karyawannya sudah ada dibawah alam mimpi.Namun kali ini berbeda karena mereka harus bekerja. “Cepat! Cepat sebentar lagi mereka datang!” seru Rendra memberi semangat pada semuanya.Ia baru saja mendapat kabar jika Sheila bersedia untuk menjadi model namun jadwal yang ia punya hanya di malam hari lebih tepatnya tengah malam.Karena waktu semakin mepet dan juga tidak bisa mengajukan jam lain jadi mereka setuju jika malam ini mereka akan lembur yang terpenting perusahaan tidak rugi dan mereka tetap masih bisa bekerja.Lantas apa jawaban Ken iya?---“Gimana setuju atau enggak? Waktuku nggak banyak.” Sheila mendesak Ken saat ini karena Ken tak kunjung menjawab pertanyaannya.“Boleh saya tau apa alasan kamu meminta syarat seperti itu?”“Simpel aja, saya suka sama bapak dan saya mau bapak jadi milik saya.”“Apa nggak terlalu mendadak dan juga ini pertemuan pertama kita setelah yang terakhir itu. Kamu
Tak pernah ada yang mau hal buruk terjadi pada diri kita bukan?Suara Sheila yang mengganggu Ken itu bukan dari arwah Sheila yang sengaja mengganggu tapi karena isi pikiran Ken yang saat itu belum bisa menerima kenyataan jika Sheila sudah tidak ada.Beruntunglah Ken saat itu ada orang yang langsung menelepon ambulance hingga ia berhasil dibawa ke rumah sakit tepat waktu, disusul Rendra dan keluarganya yang shock mendengar kondisi Ken yang kritis.Dalam situasi ini tak ada yang bisa disalahkan dan saling menyalahkan.Ken dalam keadaan kritis dan harus di rawat di ruang ICU, ia mengalami koma selama kurang lebih tiga bulan. Saat ia membuka mata ia malah tidak mengenali anggota keluarganya dan juga Rendra.Hati keluarganya sangat terpukul kala itu, dokter menjelaskan jika sebelum kecelakaan Ken sempat mengalami shock berat dan juga pikirannya tidak stabil membuat kondisi kepalanya menjadi trauma yang mengakibatkan dia amnesia.Ini h
“Tapi yang mau saya bahas disini bukan tentang kebodohan pasien saya melainkan kondisi mentalnya. Kenapa saya bilang begitu? Penyakit mental itu datang dengan sendirinya kita nggak minta tapi dia datang tiba-tiba buat kita stress bahkan menghasut kita buat melakukan hal negatif. Bener kan?”“Iya!”“Mungkin jawaban dari audiens tadi benar, normalnya orang saat mendengar kabar duka tentang orang terdekat adalah menangis, tertunduk diam dan merenung. Tapi pernah nggak kalian melihat dari beberapa hari sebelum hari kejadian itu? Bagaimana hubungan orang itu dengan orang yang sudah meninggal, apa komunikasinya baik atau justru ada cekcok dan lain sebagainya.”Ken dan Rendra benar-benar menyimak setiap kata yang dokter Robert katakan.“Kalau kita cari tau pasti kita akan tau sedikit alasan kenapa orang melakukan kesalahan seperti pasien saya. Kunci dari tindakan bodoh manusia itu pada dasarnya ada dipikiran dan kondisi mentalnya.Nggak semua orang p
Salah satu keputusan yang diharapkan membuahkan hasil seperti yang diinginkan.“Udah siap Ken?” tanya Rendra yang datang ke kamar Ken.“Bentar lagi selesai,” jawab Ken yang sedang merapikan pakaiannya.Sembari menunggu Ken, Rendra melihat-lihat kamar Ken sebelum mereka benar-benar pergi untuk waktu yang masih belum diketahui dan tak ada yang bisa memprediksi apakah ingatan Ken akan kembali atau tidak.Usai berkemas, mereka memasukkan barang-barang ke bagasi. Hari ini mereka akan diantar oleh Karel, Thea dan juga Kana pastinya.“Harusnya kalian dirumah aja, nggak perlu repot-repot nganter.” Ken tak suka jika merepotkan keluarganya, apalagi hanya dengan mengantar ke bandara.“Biarin lah kak, biar mama tuh bisa memastikan kalo lo tuh sampe bandara aman. Tau nggak?”“Iya-iya bawel lu, awas aja kalo sampe lo bandel disini. Pulang-pulang gue cincang lo!”“Dipikir gue daging kali ah.”Padahal mereka akan berpi
“Mau minum apa Ken?” tawar Rendra saat mereka baru saja tiba di apartemen Rendra.“Soda.”Rendra mengambil dua minuman kaleng bersoda untuk menemani malam mereka yang terlihat sedikit berbeda dengan sebelumnya. Antara tegang dan juga penasaran.“Kata dokter ingatan gue itu bisa kembali nggak?”“Ada kemungkinan bisa kembali kalo lo pengen bisa konsultasi sama dokter Robert, dulu gue sempet tanya-tanya sama dia soal pengobatan lo dan kalau lo mau lo bisa dateng kesana.”“Kerjaan di kantor masih banyak Ndra?”“Sejauh ini sih enggak paling cuma ngontrol proyek yang sama Niko itu aja sih, selebihnya nggak ada.”“Jadi bisa dong gue tinggal untuk berobat sebentar.”“Maksud lo, mau cuti?”Ken menganggukkan kepalanya, lalu menenggak minumannya. Memejamkan matanya sejenak, ia ingin ini segera berakhir.“Lo yakin Ken?”“Yakin, gue nggak mau dihantui terus kayak ini. Capek Ndra.”“Kalau i
Pagi-pagi sudah dihebohkan dengan kabar jika Ken dan Rendra tak ada dirumah. Mereka menghilang, tanpa kabar dan tanpa jejak, satu yang mereka tau jika keduanya pergi bersama dengan mobil Rendra karena mobil itu tidak ada halaman depan.“Mereka kemana mas?” tanya Thea khawatir. Walaupun hal ini sudah sering terjadi tapi tetap saja menghilang tanpa kabar itu membuat khawatir.Karel mencoba untuk menghubungi keduanya namun tak ada satu pun yang menjawab.“Kamu yang tenang ya sayang, mereka pasti baik-baik aja. Nanti juga ngabarin, kita sarapan dulu ya.” Karel mencoba menenangkan istrinya yang selalu khawatir tentang anaknya.Ibu mana yang bisa tenang saat anaknya tak ada didepan matanya, tanpa kabar pula. Sementara dalam hati Kana sedang mengumpati Ken dan Rendra yang seenaknya pergi begitu saja.Lea pun juga bertanya-tanya kemana mereka pergi. Semoga saja mereka tidak dalam keadaan buruk, hanya itu harapan mereka saat ini.***