Share

#3. Memperbaiki Citra Diri

Author: azzurayna
last update Last Updated: 2024-07-17 11:40:37

“Kau tidak seperti adikku. Siapa kau?”

Tubuh Serena kaku sepersekian detik. Namun, gadis itu berusaha tetap tenang dan tersenyum ketika menjawab, “Kakak sakit? Kenapa bertanya begitu?”

Pandangan Roderick tampak rumit. Pria itu tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat sembari menatap Serena, seperti tengah mencari sesuatu di wajah cantik Serena yang membalas pandangannya.

“Sejak kecil, sikapmu sombong dan hobi mendominasi,” ucap Roderick kemudian. “Selalu membuat masalah dan keributan, entah perkara sepele atau sederhana, karena otak bodohmu itu tidak melakukan tugasnya dengan baik.” Ia menjeda ucapannya. “Tidak seperti sekarang.”

Serena meringis malu mendengarkan Roderick mengatainya demikian. Namun, ia tidak menyalahkan pria itu.

Karakternya di masa lalu memang buruk. Serena sangat menyesali tingkahnya yang menjengkelkan. Ia ingat Roderick kerap kali harus bertanggung jawab akan ulahnya.

“Apakah Kakak membenciku karena aku selalu berulah?” tanya Serena kemudian. Ia menunduk.

“Tidak.” Jawaban mantap Roderick mengejutkan gadis itu. “Kau adikku. Sudah seharusnya aku menjagamu.”

Serena mendongak menatap pria itu. Ada perasaan asing dalam dadanya, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia rasakan di kehidupan sebelumnya.

Ia tersentuh. Inikah … rasanya disayangi? Kenapa ia tidak pernah menyadari hal ini sebelumnya?

Roderick balas menatap Serena dan melanjutkan, “Meski begitu, harus kuakui aku cukup kesal. Sebagai nona muda, alih-alih belajar di rumah dengan tenang agar posisimu lebih kuat dan diakui oleh keluarga, kau justru melakukan sebaliknya. Berkeliaran membuat masalah.”

“... Maaf, Kak.” Serena bergumam pelan. Ia menatap tangannya di pangkuan. “Aku tidak akan membuat ulah lagi. Aku … sudah lelah.”

Ia tahu bahwa Roderick mencurigai ketenangan yang sejak tadi Serena tampilkan. Karena itu, lebih baik, Serena segera membuat alasan.

“Begitu?” Sudut bibir Roderick sedikit tertarik ke atas. “Lalu apa rencanamu sekarang? Tetap makan dan tidur seperti biasa?”

Wajah Serena sontak memerah. Dia memang si pemalas bodoh!

“Apakah aku boleh minta semua pelayanku diganti terlebih dahulu?” tanya Serena kemudian, menyembunyikan rasa malunya. “Lalu … aku akan mulai belajar.”

“Baiklah.” Roderick bangkit berdiri. “Tapi kau harus pulih dulu. Jangan berulah dan membahayakan kondisimu.”

Usai mengatakan itu, Roderick melangkah pergi.

“Kakak,” panggil Serena kemudian dengan ragu. Perasaan asing itu kembali menyebar di dadanya, membuatnya merasa sangat gugup. “Akan membantuku? Kakak percaya padaku?”

Akan tetapi, pertanyaan Serena tidak berbalas. Roderick sudah melenggang pergi meninggalkan kamar tersebut.

***

“Tidurmu nyenyak?” sapa sebuah suara penuh sarkasme dari arah pintu kamarnya ketika Serena sedang dibantu bersiap-siap oleh para pelayan. “Sangat disayangkan putriku yang bodoh ini ternyata memiliki tubuh kuat, sehingga tidak langsung tewas.”

Serena memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri dari ucapan menyakitkan Guina, sang ibu.

Makin ia terlihat emosional dan ketakutan, maka makin parah hukuman yang ia dapatkan. Serena sudah berkali-kali hampir mati di kehidupan pertamanya saat menerima hukuman dari wanita paruh baya itu.

“Selamat pagi, ibu,” sapa Serena dengan senyum lembut. Ia menatap bayangan Guina di cermin, sebelum kemudian ia berbalik menghadap sang Ibu. “Apakah ibu beristirahat cukup semalam?”

Guina tersenyum miring. “Sayang sekali tidak. Setelah semua drama dan kekacauan yang kau lakukan kemarin,” ucapnya sembari melangkah mendekati Serena dan mencengkeram dagunya dengan kasar. “Hm. Kupikir kepalamu pecah setengah atau wajahmu rusak setelah insiden kemarin. Untungnya wajah cantikmu ini baik-baik saja, Putriku.”

Serena menahan ringisan kesakitan agar tidak tampak kentara.

“Maaf, Ibu,” kata Serena, terdengar menyesal. Wanita ini pasti kemari untuk menyiksa dan menghukumnya seperti biasa. “Namun, mungkin Ibu harus bicara dengan Kakak dulu. Saya jatuh bukan dengan sengaja, melainkan diracun.”

“Ho? Benarkah?” Guina bahkan tidak berusaha untuk terdengar peduli, ataupun percaya. Netra merah Guina membara dengan nyala api. “Tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa kau ini hanya gadis tidak berguna di rumahku. Jadi hiduplah dengan tenang sebelum aku membunuh–!”

"Ibu." Roderick berucap. Suara dinginnya terdengar penuh peringatan dan otoritas, membuat Serena dan Guina sama-sama mengalihkan pandangan ke arah ambang pintu.

“Roderick.” Guina bergumam pelan. Ia melepaskan cengkeramannya pada wajah mungil Serena–atau lebih tepatnya mengibaskannya tanpa perasaan. “Untuk apa kau ke sini?”

“Saya rasa Ibu mendapatkan informasi yang kurang lengkap,” kata Roderick, menyinggung bahwa Guina memiliki mata-mata yang ditanam di kelompok pelayan Serena. “Kemarin kami sudah menyelidiki kecelakaan Serena, dan memang benar dia telah diracun. Kami menemukan gelas Serena dengan bekas racun yang unik di kamar si pelayan.”

Guina mendengarkan ucapan putra sulungnya dengan wajah berkerut. Tampak lebih buruk dibandingkan saat ia berhadapan dengan Serena tadi.

“Di mana pelayan itu sekarang?” tanya Guina. “Akan kutanyai langsung.”

“Sayangnya, gadis itu sudah tewas,” ucap Roderick. Nada suaranya tidak berubah saat ia mengucapkannya. “Dokter mengatakan bahwa gadis itu terkena racun yang merusak sistem pernapasannya. Kita jadi tidak bisa menginterogasinya.”

“Cih!” Guina membuang muka. Lalu ia menoleh pada Serena yang terang-terangan menatapnya, tidak menunduk sambil gemetaran seperti biasanya.

Menarik.

“Tapi apa untungnya membunuhmu?” ucap Guina sambil menatap Serena lurus-lurus. “Kau tidak ada gunanya untuk Moonstone. Justru, jika kau mati, akulah yang merasa paling berbahagia karena mereka sudah mengurangi bebanku.”

Hinaan dan ancaman sudah biasa Serena terima dari Guina. Memang bagi wanita paruh baya itu, ia adalah produk gagal, sementara Roderick adalah pria berkualitas yang pantas didengar dan dihormati.

Namun, ucapan Guina tidak lagi bisa menyakiti hatinya.

“Ibu.” Gadis itu berucap tenang, sekalipun rahangnya masih terasa nyeri. “Mungkin sasarannya bukan saya.”

Guina mengernyit. “Apa maksudmu?”

“Jika saya mati diracuni oleh pelayan, dan kabar ini tersebar di kalangan atas, bukankah reputasi keluarga Moonstone akan menurun?” kata Serena. “Bagaimana bisa seorang pelayan yang sudah melayani keluarga ini selama bertahun-tahun, meracuni nonanya? Apakah gaji yang diberikan keluarga ini sedikit, hingga pelayan itu berhasil disuap?”

Seiring Serena bicara, ia bisa merasakan tatapan ibu dan Roderick padanya, mendengarkan dengan saksama.

“Bisa jadi sasarannya bukan saya, tapi reputasi keluarga ini,” lanjut Serena dengan suaranya yang tenang. “Melihat dari tewasnya pelayan itu, ia tidak mungkin bergerak sendiri. Kemungkinan, ia memiliki pendukung, pihak yang kemungkinan berseberangan dengan Moonstone. Musuh keluarga ini. Jadi–”

Tiba-tiba Guina mengangkat dagu Serena dan menatap mata gadis itu lebih lekat.

Apakah putrinya selalu tampil seperti ini? Atau kepala Guina sedang kacau, sehingga semua ocehan Serena terdengar masuk akal?

“J-jadi,” Karena Guina tidak mengatakan apa pun, Serena melanjutkan, “Itu hasil pemikiran saya, Ibu. Jika memang Ibu dan Kakak berniat menyelidiki lebih lanjut, mungkin bisa mulai dari racun yang digunakan.”

“Ah, itu,” ucap Guina kemudian. “Dari mana putriku ini tahu tentang racun?”

Pertanyaan Guina sama dengan yang pernah ditanyakan oleh Roderick kemarin.

“Ibu, Anda memberikan banyak guru untuk melatih saya,” jawab Serena. “Meskipun saya bodoh, pengetahuan tentang racun merupakan ilmu dasar sebagai keluarga Moonstone yang memiliki banyak musuh.”

Guina terkekeh pelan. Tanpa diduga, wanita itu membelai pipi Serena dengan lembut. Sesuatu yang tidak pernah Serena alami di kehidupan sebelumnya.

“Ternyata otakmu tidak kosong ya. Bagus,” puji Guina. Nada suaranya masih kasar, tapi bagi Serena yang sama sekali tidak berharap dipuji, ini sudah cukup baik.

Sayangnya, kalimat sang Ibu selanjutnya membuat hati Serena mencelos.

“Mumpung sekarang kau bertingkah normal, segera saja kau dinikahkan. Tuan Tua Gerk pasti lebih bahagia karena calon istrinya bukan hanya porselen cantik tidak berotak.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #30. Membuat Zac Percaya

    Serena menarik nafas penat, “Pikirkanlah lagi. Seandainya hanya pertemanan biasa, mengapa Tuan Gerk tidak memiliki perempuannya sendiri saat usianya sudah cukup di masa lalu?” Zachery terdiam. Kehilangan kata-kata untuk menjawab. Melihat bahwa celah baru saja terbuka. Serena semakin mempersempit kesempatan pria itu untuk menyangkal. “Ibumu sangat cantik, pria manapun tidak akan bisa menolak senyumannya. Aku berpikir, kemungkinan besar pamanmu terpikat. Saling mengembangkan perasaan satu sama lain dan berjanji akan menikah. Tepat setelah ibumu dibebaskan begitu melahirkan. Tetapi, naas, ayahmu ingkar janji. Dan masih menahan ibumu.”“ ... Lalu, ibumu berakhir membencimu karena kamu sangat mirip seperti ayahmu, sekaligus penyebab ibumu semakin tidak bisa melarikan diri. Karena itulah, pamanmu yang merawatmu sebab berpikir ada darah ibumu ditubuhmu. Ini akan masuk akal apabila dikaitkan dengan perubahan tiba-tiba sifat pamanmu setelah ibumu meninggal. Alasannya pasti karena pamanmu mer

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #29. Penyelidikan Serena

    “Bisakah aku melihat potret ibumu?” Sepasang alis tebal Zachery terangkat ke atas. Terlihat bingung karena permintaan tiba-tiba yang tak terduga sama sekali. Meskipun begitu, Zachery tidak keberatan kemudian merogoh saku celananya. Meraih benda pipih hitam lalu menunjukkan satu foto seorang perempuan muda sedang tersenyum. “Ini Ibukku. Ada apa?” “Aku ingin melihatnya saja. Ada sesuatu yang menggangguku dan ini berkaitan dengan mendiang ibumu.” Sosok perempuan dibalik layar ponsel tersebut sangat cantik. Memiliki kesan lembut dan baik hati. Senyumannya sangat polos, seperti cahaya putih yang bersih di antara dunia yang kotor. ‘Ah ... sekarang aku tahu mengapa Tuan Waverly terpikat. Ibunya terlalu cantik dan bersih.’ Walau fotonya diambil melalui kamera sederhana, sedikit buram. Tetapi kecantikannya tidak tertutupi sama sekali. Melalui foto itu, Serena berhasil menemukan sebuah jawaban. Tentang alasan kenapa Zachery di kehidupan pertama, sangat mudah terpikat oleh Cecillia. Al

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #28. Tuan Tua Gerk Datang

    Dua hari sesudahnya, mansion Moonstone kedatangan tamu penting tak terduga. Yakni Tuan Gerk, paman dari Zachery Waverly. Serena tidak menyangka pria tersebut akan datang dengan sendirinya. Pasti karena rencana pernikahan tiba-tiba dibatalkan.Iris berkata cemas dari tepi ranjang, “Nona, saya takut sesuatu terjadi kepada anda. Tuan Gerk ... beliau terlihat menakutkan!”“Benarkah? Seperti apa dia? Sudah tua?” Serangnya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Di kehidupan pertama, dia belum pernah melihat Tuan Gerk di dunia sosial. “Pria itu tidak pernah menunjukkan wajahnya.” Di tepi ranjang lain, Eve mencolek bahu Serena. Membuat gadis bersurai tinta itu terpaksa menoleh, “Apa?”«Beliau mirip dengan tuan muda Zac. Belum terlalu tua, beliau sangat tampan.»Iris diam-diam ikut mencuri pandang tulisan Eve. Berkata menimpali, “Benar ... rumor menyebutnya pria tua gendut dan jelek. Tapi beliau berbeda, usianya mungkin empat puluh tahunan.” Serena terkejut mendengar informasi mengejutkan tersebut.

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #27. Bersama Roderick

    Serena mengetuk pintu kamar Roderick. Memanggil setengah berseru, “Kakak!” “Masuklah.” Perempuan itu lantas membuka pintu setelah diberi izin. Langsung melenggang masuk. Pupil cerahnya memindai kamar minimalis Roderick. Seluruh barang tertata rapi dan simetris. Ini pertama kalinya Serena masuk, dia dibuat takjub. “Ada apa kemari malam-malam?” Roderick menutup laptopnya, berhenti bekerja. Lalu menaruhnya ke atas meja. “Duduklah.” Serena mengangguk. Berjalan kecil ke sisi Roderick, kemudian duduk di sana. Dia mengulurkan selembar kertas berisi catatan bahan yang diperlukan oleh Eve. “Kakak, aku ingin meminta tolong untuk mencarikan bahan-bahan ini.” “Ini dari Eve?” tanya Roderick skeptis. Tidak menyangka pelayan bisu yang dibawa adiknya ternyata berbakat. “Aku akan meminta Varrel mengurusnya besok,” ujarnya sembari melepas kacamata. “Ada satu lagi. Apakah kita jadi berlibur bersama besok minggu?” Gadis itu cemberut, bersandar pada punggung sofa. “Ibu bahkan memarahiku karena melo

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #26. Bertahan

    Eve menunjukkan buku tulisnya. «Saya bisa. Namun saya perlu mencatat bahannya dulu. Malam nanti sudah selesai.»Serena tertawa riang, pergi memeluk Eve dengan senang. “Oke! Aku akan menunggunya.” Terkesiap karena dipeluk secara mendadak, Eve hampir jatuh ke samping. Gadis 16 tahunan itu terlihat sedang dilanda krisis rumit. Ekspresi wajahnya tampak tidak nyaman dan bingung. Serena tidak terlalu memperhatikan perubahan lain dari Eve. Terlanjur berjalan pergi lebih awal. Meskipun dia berhasil. Eve belum bisa dipercaya sepenuhnya. Oleh sebab itu, dia perlu mencari ahli herbal lainnya. Untuk memeriksa hasil racikan Eve nanti. “Seharusnya dia tidak berani berbuat macam-macam setelah tahu pelayannya bersama Zac,” gumam Serena, kaki jenjangnya masih berjalan seraya melompat kecil memasuki mansion. “Huft, masalah lain sudah diselesaikan! Sekarang saatnya menyempurnakan rencana bisnisku!” “Serena!” Sang empu berhenti sesaat kemudian. Punggungnya refleks berdiri tegak. Dia berbalik, men

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #25. Kerjasama Eve

    «Nona mencari saya? Ada sesuatu yang bisa saya bantu?» Tulisan tangan baru saja Eve tunjukkan kepada Serena. Mengingat Eve masih bisu, dia menggunakan tulisan untuk berkomunikasi. Serena membacanya sebentar, lalu berkata ramah, “Benar sekali.” Ia berhenti, kemudian mendorong secangkir teh. “Duduklah dulu, minum teh ini. Katakan padaku apakah enak atau tidak? Aku meraciknya sendiri.” Eve melirik was-was terhadap Serena. Sebelum akhirnya bersedia duduk bersama majikannya. Lantas meminum teh, setelahnya menulis pujian untuk rasanya. Serena mengamati gerakan halus Eve. Untuk ukuran seorang budak, gerakannya halus dan rapi. Tidak seperti orang biasa. Beberapa hal bisa dipalsukan. Namun, bawaan alami gerak tubuh cukup sulit direkayasa. Sehingga Serena bisa menebak status Eve secara kasar. ‘Kemungkinan besar, dia pernah menjadi nona muda dari wilayah timur.’ Pikir Serena. Gadis itu tidak terburu-buru menangkap Eve. Melainkan dengan sengaja melambat. Cara ini bisa membuat lawan t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status