Share

#6. Sandiwara

Author: azzurayna
last update Last Updated: 2024-08-18 23:28:19

“Namun, kenapa pakaian putriku begitu lusuh? Bukannya kamu menyukai baju mewah? Ataukah lemarimu kekurangan pakaian?”

Serena tidak terkejut mendengar pertanyaan Guina, seakan sudah memprediksinya. Wajah cantiknya tetap terlihat santai dan anggun. Ia tidak akan takut lagi, atau merasa gugup.

“Tidak, Ibu. Pakaian pribadi saya sudah lebih dari cukup,” sahut Serena dengan lembut. “Terima kasih atas perhatian Ibu.”

Perkataan Guina terdengar perhatian bagi orang luar. Hanya Serena yang tahu bahwa, Ibunya secara halus sedang protes mengenai pakaiannya yang sederhana sebagai Moonstone.

Itu seolah membuat Moonstone tampak kekurangan untuk memfasilitasi anak-anak mereka.

“Lalu kenapa putriku tercinta tidak memakai gaun yang cantik?” Guina terdengar sedih. Namun, Serena tahu, itu hanya sandiwara yang ditunjukkan ibunya untuk para tamu, “Padahal Ibu sudah susah payah menyiapkan pesta ini untukmu. Malam ini adalah milikmu,” Guina berpura-pura sedih.

Serena mengulum senyuman tipisnya. Karena ibunya ingin bermain, maka dia bersedia mengikutinya dengan senang hati.

Lagi pula, dia memang berniat melakukan perubahan besar-besaran malam ini.

“Ibu, saya pikir itu tidak terlalu baik,” kata Serena kemudian, wajah cantiknya tampak murung. “Saya baru saja terkena musibah berbahaya. Kali ini saya selamat berkat karunia Tuhan, jadi saya ingin tampil sederhana untuk malam ini. Bukankah Ibu bilang pesta ini untuk merayakan keselamatan saya?”

Serena bisa melihat ekspresi Guina berubah kaku selama sesaat. Gadis itu menangkap kemarahan yang tertahan di mata ibunya.

Namun, Serena sendiri tahu kalau Guina tidak akan berbuat macam-macam lantaran ada banyak mata tertuju ke arah mereka.

“Ibu? Kenapa Ibu diam? Apakah saya sudah melakukan sesuatu yang salah?”

Guina tersenyum tipis, agak dipaksakan. Perempuan paruh baya itu menahan amarah. Mengingat ada banyak mata tertuju ke arah mereka, Guina tersenyum paksa, “Tentu saja tidak. Putriku ternyata berwawasan luas, aku benar-benar terkejut.”

Serena menunduk. “Ini kesalahan saya karena sering membuat Ibu khawatir. Selama ini, saya terus membuat kekacauan yang membuat Ibu pusing,” ucapnya. Serena berhenti sejenak, perasaan bersalah terpampang di wajah cantiknya saat ia kembali menatap Guina. “Saya ingin meminta maaf kepada Ibu atas kelakuan saya selama ini. Begitu pula kepada para tamu terhormat kita yang dulunya pernah menjadi korban kejahatan saya.”

“ ... Saya dengan tulus meminta maaf secara resmi kepada semua orang. Di sini, saya meminta maaf sebagai seorang Serena, bukan sebagai Moonstone.” Gadis itu menundukkan kepalanya sedikit, lalu kembali duduk tegak. “Reputasi Moonstone hancur karena Serena. Jadi, saya secara pribadi meminta maaf kepada semua orang dengan hati yang tulus.”

Suasana lantas berubah hening. Orang-orang terdiam mendengar permintaan maaf mengejutkan seorang Serena.

Beberapa orang berpikir langit akan runtuh. Serena berhasil membuat perubahan besar di depan semua orang.

Para tamu saling berbisik, “Apa kau juga mendengarnya tadi? Gadis itu sungguh berkata meminta maaf?”

“Aku juga mendengarnya. Serena Moonstone baru saja menundukkan kepalanya di depan semua orang dan meminta maaf!”

“Hei, mengapa kalian mudah tertipu? Entah siasat buruk apalagi yang akan direncanakan otak busuknya nanti.” Salah seorang tamu lain yang punya kebencian tinggi menimpali kesal. “Sekali busuk dan murahan, selamanya akan tetap seperti itu!”

Para tamu akhirnya terpecah menjadi dua kubu berlawanan.

Serena merasakan remasan di bahu, sontak mendongak. Ada senyuman manis menghiasi wajah cantiknya saat melihat siapa sosok yang tengah memegang bahunya.

“Ibu?” panggilnya ramah.

Guina menatapnya aneh.

Tampak berbeda dari Serena yang bersikap tenang. Guina harus mengakui bahwa kali ini, gadis itulah pemenangnya. Serena menerima keramahan semua orang yang memuji kebaikan hatinya dengan wajah palsu mereka. Lebih baik seperti ini, daripada tidak sama sekali.

Walau belum semuanya terpengaruhi oleh permintaan maafnya. Setidaknya dia mendapatkan beberapa. Serena bahkan mulai menerima teman setelah memilah-milah, sedangkan Guina sudah pergi ke pojok menemui Jeremy.

Guina menarik lengan suaminya tanpa aba-aba. Berjalan pergi, menjauhi para tamu. Guina segera bertanya cemas, “Kau melihat tingkah putrimu barusan, 'kan?”

“Ya. Lalu?”

“Haruskah kita memikirkan kembali tentang pernikahannya bersama Tuan Tua Gerk?”

Jeremy mendengus dingin, memutar gelas sampanye di tangannya sambil berpikir.

Sesaat kemudian pria paruh baya itu berkata dengan acuh tak acuh, “Kalau dia sedikit cerdas, memang kenapa? Toh nantinya memang dia akan menikah juga. Daripada dengan orang lain, lebih baik dia menikah dengan Tuan Tua Gerk yang lebih membawa keuntungan.”

Di sisi lain, Serena sibuk berbincang dengan orang-orang.

Dia perlu menarik sejumlah sekutu lebih awal. Beruntungnya, Serena sekarang lebih pandai berbicara. Sehingga tidak sulit untuk mencari teman baru. Semuanya baik-baik saja sampai seseorang datang membelah keramaian.

“Nona Serena.”

Pemuda itu tinggi dan lurus, dengan sepasang bahu lebar kokoh. Pria tersebut adalah Zachery Waverly, target pria kedua yang harus dia luluhkan.

Serena tidak tahu kenapa Zachery tiba-tiba mendekatinya. Karena seharusnya, mereka tidak memiliki ikatan apa pun dan Zac masih seorang pria penggila senjata.

Alasan apa yang membuat Zac mendekatinya?

Serena berpikir itu karena perubahan yang dia buat sebelumnya. Dia tersenyum cerah menyambut Zachery, sedangkan orang lain justru berusaha menjaga jarak. Mengingat setiap kali Zachery muncul, selalu diikuti masalah, orang-orang berpikir lebih baik menghindari konflik.

Di negara mereka, siapa yang tidak tahu kelainan hobi penerus Waverly itu?

Serena mempertahankan senyumannya yang ramah. Sesampainya Zachery di depannya, Serena hendak berkata sopan, “Tuan Muda, anda—” kalimatnya terpotong di tengah jalan.

Zachery berbisik lembut, tapi nada suaranya dingin dan kejam. Surai cokelatnya yang berkilauan, jatuh hingga hampir menyentuh sudut mata Serena. Menimbulkan sensasi geli yang aneh.

“Mengapa kamu tidak mati setelah diracuni? Bahkan masih jatuh dari anak tangga. Manusia biasa seharusnya mati, tapi kau tidak,” wajahnya semakin dekat. “Siapa kau?”

Jantung Serena berdebar tak karuan sejak mereka berdekatan. Dan sekarang, jantungnya mencelos setelah mendengar perkataan Zachery. Itu dia ...?

Orang yang meracuninya adalah Zac? Padahal Serena menduga bahwa Lionel adalah dalangnya! Tapi kenapa harus Zac?! Mereka bahkan belum pernah berinteraksi di kehidupan ini!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #45. Merebut Tambang

    Seandainya Serena menerima Zac tadi, maka cinta yang baru bersemi berpotensi layu sekejap mata. Inilah rencana dadakan yang terpikirkan oleh Serena. Permainan ‘tarik dorong’ serta ‘pura-pura bingung dan bimbang’ agar tidak dicurigai. Selama dia bisa menjaga Roderick dan Zachery secara imbang, kedua pria tersebut dapat dipastikan akan selalu ada di sisinya. Persaingan selalu berpotensi menggugah hati lawan jenis untuk semakin bersemangat dalam mengejar. Ini juga tentang ego dan harga diri seorang pria. “Semakin sulit didapat, semakin pula didambakan untuk dimiliki,” gumamnya pelan. Serena bersandar ke bantal empuk, tersenyum sekali lagi. Seperti sebuah novel, cinta tokoh utama pria akan dipatik dan kian mendalam dengan adanya ‘saingan cinta.’ Secara perlahan merubahnya menjadi pria yang lebih seperti budak cinta sejati. Oleh sebab itu, Serena tidak akan gegabah menerima terang-terangan dua pria tersebut. Biarkan mereka bersaing, sedangkan dia dengan senang hati akan meni

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #44. Pengakuan

    “Bisakah kita melewati adegan ciumannya? Kau bisa beralih mencium pipiku saat orang tak melihat.” Ekspresi Zac mengeras lantaran merasa marah atas usul tersebut. Pria tinggi itu hanya diam, mendelik sebentar. Sebelum berbalik pergi mengambil bahan-bahan untuk toping Bruschetta. Serena menggaruk pipinya, berkedip heran. “Kenapa kau diam saja? Aku salah bicara?” Pria yang tengah mencuci tomat di sana lagi-lagi diam membisu. Lalu tiba-tiba menyahut merajuk, “Pikir saja sendiri!” “ .... ” Bukankah pihak lain terlihat marah? Namun karena alasan apa? Serena hanya bilang untuk melewati ciuman— Tunggu ... jangan-jangan ... Sedetik kemudian, Serena Moonstone hampir lunglai jatuh ke lantai. ‘Pria gila ini sudah menyukaiku sejauh itu?’ pikirnya takjub. “Tuan muda, jangan bilang anda ingin berciuman dengan saya?” bertanya ragu-ragu, Serena memandang Zac aneh. Fakta bahwa Zac tertarik padanya saja sudah aneh, apalagi tertarik begitu jauhnya padanya— ini bahkan lebih aneh.

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #43. Ciuman

    “Mengapa? Spekulasiku kemarin juga benar, ‘kan? Apa salahnya membiarkanmu balas dendam atas namanya?” “Aku juga tidak tahu,” sahut pria di sofa seberang. Sontak, Serena meremas ujung gaun merah mudanya. Berpikir keras, ‘Mungkinkah karena Cecillia tidak dilibatkan?’ pikirnya dalam benak. Ya, sudah pasti. Itu karena Cecillia tidak ikut andil kali ini. Sehingga tak ada yang bisa melunakkan hati keras Tuan Gerk. “Kalau begitu, kita perlu fokus ke penelitian Eve dulu saja,” ujar Serena agak putus asa. “Sekalian mengobati racun pada tubuhmu secara bertahap” Jari Zachery kaku di udara, pria itu melirik Serena. Lalu tersenyum main-main, “Ngomong-ngomong, ternyata kau lebih cerdik dari dugaanku. Sengaja memberi Luca padaku, tapi mengikat Eve di sisimu.” “Kalau aku lebih bodoh darimu, kita akan mati lebih awal di medan perang.” Zachery mendengus pelan. Tidak berdebat sama sekali. Pria tersebut justru mengeluarkan sebuah kotak merah dari saku jas. Ukurannya kecil, tetap

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #42. Pembatalan Pertunangan

    “Lukamu sudah membaik?” Serena berhenti bermain game, mendongak lalu menatap Zac. Ia justru bertanya balik, “Maksudnya?” “Ck,” berdecak kesal sebagai respon. Zachery berkata lebih, “Saat itu wajahmu sangat pucat setiap melihatku. Dokter bilang kelainanmu disebabkan luka psikologis.” Sesaat setelahnya, suasana di dalam mobil berubah hening. Tidak ada suara game lagi, membuat alunan musik terdengar lebih jelas. “Kau!” Zachery menoleh sekilas ke Serena, melotot kesal. Kemudian melengos, “Sia-sia aku khawatir padamu.” “Begitu saja sudah marah?” “Siapa yang marah?” “Anak anjing,” sahut si gadis, mengasal. Sudut bibirnya melengkung ke atas. Tersenyum kecil. Pria itu, yang sedang mengemudi, lantas mendengus. Anehnya tidak berdebat lagi. Sikapnya yang agak jinak hari ini, mengejutkan Serena. Ia memikirian sesuatu, tanpa basa-basi langsung melancarkan serangan. “Apakah anak anjingku yang lucu merajuk saat ini?” bertanya lembut, Serena segera bersandar di bahu kokoh

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #41. Jackpot

    Dua hari kemudian, Serena menerima berkas dokumen dari Roderick pagi-pagi sekali. “Ini data seseorang yang kamu inginkan tempo hari,” ucap Roderick sambil menyerahkan amplop coklat besar. “Aku harus berangkat ke kantor sekarang, jika ada sesuatu langsung telefon saja.” Sepasang mata boneka masih menahan kantuk, Serena tersenyum seperti orang bodoh dengan kondisi tersebut. “Terima kasih, kakak!” Terlihat konyol, tapi imut. Hati pria berkacamata itu sontak melunak. Senyuman lembut terpatri pada bibir indahnya. Roderick perlahan mencubit pipi gembilnya, “Maaf, penyelidikannya memakan waktu lama. Orang yang kau inginkan ternyata punya banyak identitas palsu.” “Um, tidak apa-apa. Begini saja sudah bagus, yang penting aku dapat alamatnya dan detail kehidupannya.” Serena meringis kala cubitan jari panjang sang kakak makin keras. “Ah, kakak lepaskan! Pipiku sakit!” Linglung oleh kelembutan kulit gadis kecilnya, Roderick tertawa pelan. Dia kemudian membelai pipi bekas cubitannya, “S

  • Kesempatan Kedua : Dimanja Tiga Penguasa   #40. Menikah?

    “Adikku masih terlalu muda,” celetuk Roderick dari arah belakang Serena. Lengannya melingkari pinggang ramping sang adik posesif. “Lama tak bertemu, tuan muda.” Demian menarik sudut bibirnya, senyumannya tidak mencapai mata. Suaranya beralih acuh tak acuh, “Ya.” Serena dan Daniel terkejut bersamaan. Mengapa rasanya dua pria itu memiliki dendam darah? Roderick melembutkan paras tampannya saat menunduk, “Ayo pulang, orang tua kita sudah menunggu.” “Oh, ah, iya.” Melihat betapa lembutnya sorot mata Roderick. Serena mau tak mau hampir berpikir kakaknya memiliki dua kepribadian. Ia pun berbalik pergi bersama Roderick. Tak lupa melambai sebentar ke Daniel. “Jangan menoleh,” tukas sang kakak. Lengan yang merakul pinggang, berpindah mencekal kepala Serena. Memaksanya menatap ke depan. Serena terkejut, sensifitas kakaknya semakin buruk, kah? Entahlah, dia enggan ambil pusing. Lalu menggosokan keningnya ke bahu Roderick. Bersikap manis dan imut. Seberapa marah kakaknya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status