Pagi Elena di awali dengan kekacauan isu-isu tidak jelas yang beredar di instansinya sendiri, siap tidak siap ia harus melanjutkan jadwalnya pagi ini.Mengisi rapat perencanaan tentang pembangunan infrastruktur lainnya yang akan dijalankan grup Mauren dengan grup-grup lainnya.Suasana ruang rapat terlihat kondusif dan cukup nyaman. Seorang di depan sana berbicara untuk memaparkan ide yang divisi mereka miliki untuk keberlangsungan proyek yang akan mereka jalani.Namun, suasana nyaman itu berubah tegang saat seorang berbicara keluar dari konteks yang sedang mereka bahas. “ Bagaimana dengan isu anda yang masih dekat dengan tuan muda Dominic, Nona? “ tanya seorang wanita yang mungkin seusia dengan Elena.Ini adalah rapat kecil Elena bersama orang-orang dari departemen yang ada di grup Mauren. Elena mengenalnya, ia adalah perwakilan dari departemen desain.Wanita itu bertanya dengan berani, wajahnya tak menunjukkan ketakutan atau keraguan sedikit pun. Sudut bibir Elena sedikit terangkat,
Kaki panjangnya melangkah tegas, tubuhnya tegap dengan pandangan lurus ke depan. Keberanian begitu terpancar dari auranya.Akan tetapi, bisik-bisik itu tak bisa diabaikan oleh Elena. Sepanjang perjalanan menuju ruangannya, tak sedikit karyawan yang memberikan tatapan mencemooh padanya.Rasa penasaran Elena terjawab saat Vero menghampiri datang ke ruangannya. Wajah wanita itu nampak begitu panik. “ El ... Elena! “ seru Vero dengan panik.Napas Vero terengah-engah, terlihat jelas wanita itu baru saja berlari. Elena bertanya mengapa asistennya itu berteriak sampai berlarian. “ Kenapa, ada apa dengan dirimu? ““Kau kemana saja? Aku sudah mengirimi pesan tapi sama sekali tak di balas. “ tanya balik Vero yang malah mencecar Elena dengan pertanyaan.Elena membuka ponselnya, di layar depan terlihat notifikasi pesan Vero yang berjumlah cukup banyak.Sejak bangun tidur, ia tidak membuka ponselnya. Paginya kali ini cukup sibuk. “ Iya, aku lupa membuka ponsel ku. Ada apa? “ tanya Elena mengulangi
“ Kenapa kau begitu ingin bertemu ibu kandung mu, sayang? Selama ini bukankah Nyonya Lia yang menjaga mu. “Tangan Arion menyelipkan anak rambut Elena ke belakang telinga wanita itu. Ia kemudian mulai menyalakan mesin mobil.“ Karena ini ada hubungannya dengan kematian ku. “ ucap Elena tanpa sadar.Arion mengerutkan keningnya, alis tebal pria itu saling bertaut saat mendengar kalimat yang terucap dari mulut istrinya. “ Kematianmu? “ ulang Arion.Seketika Elena baru tersadar dengan ucapannya. Ia sudah salah berbicara. “ Emh, maksudku. Aku bermimpi meninggal, dan ibu kandung ku ada di sana. “ kilah Elena meralat ucapannya.Mobil mulai melaju, keluar dari gerbang besar kediaman mereka. Ikut memadati jalanan kota yang tak pernah sepi dari lalu-lalang kendaraan.“ Artinya kau sudah melihat wajah ibu kandung mu? “ tebak Arion.Elena menggeleng, hal itu semakin membuat Arion penasaran sebelum ia membeberkan kebenaran yang akan mengejutkan Elena.“ Memangnya bagaimana cerita mimpi mu? “ sambu
“ Nyonya, ada apa? Kenapa Nyonya terlihat kesakitan? “ tanya Bu Rah yang melihat wajah murung Elena sejak wanita itu duduk di meja makan.“ Arion jahat! Miliknya begitu besar hingga membuat ku kesakitan! “ seru Elena yang mengadukan nasib sialnya pada Bu Rah.Bu Rah langsung terdiam, bahkan para pelayan yang masih lajang itu segera mengundurkan diri. Pembicaraan Elena sepertinya terlalu jauh bagi mereka.Arion menepuk dahinya pelan, sepertinya istrinya ini harus diajarkan berbicara dengan kalimat yang tepat. “ Maksud dia tangan ku, Bu. “ timpal Arion yang membenarkan.Akan tetapi, kalimat itu semakin membuat Bu Rah salah paham. “ Apa? Tangan! “ ucapnya tak percaya.Melihat Arion dan Elena mengangguk bersama, Bu Rah segera mundur dari sana. Ia bahkan memperhatikan tangannya sendiri dan tiba-tiba bergidik ngeri. “ Saya harus mencuci piring ... “ ucapnya yang terdengar ambigu.“ Apa yang Bu Rah pikirkan? “ tanya Elena yang juga bingung dengan respon Bu Rah.Arion mengangkat kedua bahunya
Brak! Dito menggebrak meja dengan kuat, wajahnya memerah juga urat-urat di lehernya yang terlihat menonjol. Napasnya memburu, matanya membola sempurna menatap pria di depannya. Yang tak lain adalah Lucas. Pria itu duduk dengan santai, tak peduli dengan Dito yang marah di depan sana. Tujuannya datang ke penjara memang untuk melepaskan Dito dari penjara hukum, namun ternyata bukti yang Elena bawa sangat kuat. “ Itu salah mu sendiri, Dito! Siapa sangka kau yang terlihat baik ternyata begitu jahat. “ ucap Lucas dengan santai. Tangan Dito menarik kerah baju Lucas, sedikit menariknya membuat pria itu mendekat. “ Kau berjanji akan membebaskan ku! “ geram Dito. Mereka berdua saat ini berada di sebuah ruangan kosong yang hanya menyediakan dua bangku, dan satu meja. Dengan penerangan yang minim cahaya, wajah Dito yang marah terlihat begitu jelas. Lucas hanya memutar bola matanya malas. Ia mendorong tangan Dito yang mencengkeramnya, menepuk beberapa kali pakainya seolah ada debu
“ Nyonya! Aku seperti mendengar suara Nyonya! “ Vio baru sadar dari pingsannya. Ia melihat sekeliling dan menyadari berada di kamar Dito, tubuhnya terikat kuat di kursi belajar pria itu.Mulutnya tertutup oleh perekat yang terbuat dari plastik, membuat dirinya tak bisa berbicara ataupun bergerak leluasa. “ Aku harus berusaha agar Nyonya mendengar suara ku! “ batin Vio.Ia melihat segelas air yang ada di meja, tingginya cukup untuk menimbulkan suara hingga luar sana. Beruntungnya kamar Dito bukan kamar yang kedap suara.Pyarr!Tak lama dari itu terdengar suara pintu di dobrak. Beberapa saat kemudian Elena masuk dan melihat Vio yang terikat kuat di kursi. “ Vio! “Buru-buru Elena menghampiri dan melepaskan tali yang mengikat Vio. “ Siapa yang melakukan ini pada mu? Apa Dito? “ cecar Elena memberikan banyak pertanyaan.Setelah ikatan terlepas, Vio melihat kiri kanan memastikan tidak ada. “ Nyonya, Dito membohongi anda. Dia bohong, Nyonya. “ seru Vio.Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, m