Mag-log inTenggorokan yang terasa kering, mendorong Elena untuk melangkahkan kakinya ke dapur. Saat akan kembali tak sengaja matanya menangkap siluet seseorang.
Itu adalah ayah mertuanya. Elena pikir ini kesempatan bagus untuk memerbaiki hubungan mereka. Ia merasa sangat bersalah karena sebelumnya begitu tak peduli.
Bahkan, saat kematiannya Elena tak menitikan air mata sedikit pun. Kejam bukan, Elena bahkan merasa benci pada dirinya mengingat itu.
“Pah...” ia memanggil dengan sebutan yang sama seperti Arion.
Damian menoleh, mendapati menantu barunya berdiri disampingnya. “Elena, kau belum tidur? Ini sudah larut,” ucapnya dengan alis yang bertaut.
Elena ikut duduk di kursi kosong, sebelum akhirnya menjawab. “Belum, Pah. Aku masih belum terbiasa dengan suasana kamarnya,” jawab Elena. Ia mengutarakan isi hatinya saat ini.
“Arion membuat mu tidak nyaman?” tanya Damian.
“Tidak. Mungkin, justru aku yang membuatnya tidak nyaman,” jawab Elena, ada sededikit jeda dalam ucapannya. Wajah Elena menampilkan senyuman yang sulit diartikan.
“Kau sudah menikah dengan Arion. Kini kau nyonya rumah ini, jangan pernah merasa merugikan bagi siapapun,” ucap Damian penuh pengertian.
Tanpa sepengetahuan mereka. Arion ikut mendengarkan karena pintu yang sedikit terbuka. Juga karena pintu itu terbuat dari kaca,membuat ia bisa melihat dengan jelas siapa yang ada di luar sana. Sebelum Elena mengetahui, ia pergi terlebih dahulu.
Saat Elena kembali ke kamar, ternyata Arion sudah tertidur. Tapi, pandangan Elena jatuh pada gelas yang berada disamping tempat tidur Arion.
‘Apa dia memiliki kebiasaan meminum susu?’ batin Elena. Seburuk itukah ia sebagai istri, bahkan kebiasaan sederhana suami pun ia tidak tahu.
Cahaya matahari mulai menerobos masuk melalui jendela. Sinarnya yang hangat dan menyilaukan tak membuat sepasang pengantin baru itu untuk bangun. Tak adegan malam panas yang ditunggu, tapi tubuh mereka sungguh lelah.
Tapi tunggu, Elena merasa ada yang salah dengan tidurnya. Ia meraba sesuatu yang terasa asing ditangan gadis itu. “Apa ini?” gumam Elena.
Perlahan mata Elena terbuka. Entah sejak kapan ia memeluk Arion dan menjadikan satu tangan pria itu sebagai bantal. Bingung apa yang harus dilakukan, Elena justru diam sebelum akhirnya suara Arion menginterpsi.
“Sampai kapan kau akan tidur,” ucap Arion dengan penuh penekanan.
Buru-buru Elena bangun, Arion segera menarik tangannya. “Kenapa kau tidur di tempat ku?” tanya Elena gugup.
“Seharusnya aku yang bertanya!” jawab Arion dan langsung pergi meninggalkan Elena.
Gadis itu memandangi tempat tidur mereka. Baru ia sadar, ternyata tempatnya kosong. Dan entah bagaimana ia bisa tidur berpelukan bersama suaminya itu.
Elena bergegas bangun untuk membersihkan diri. Setelah ia selesai dan sudah berganti pakaian, a meihat Arion sudah siap dengan setelan jas yang biasa pria itu kenakan.
Ingatan Elena berputar, kembali ia mengingat bahwa sehari setelah pernikahan mereka yang tidak lain hari ini. Masih jelas dalam ingatan nya Arion melakukan perjalanan bisnis di luar kota dan mengalami kecelakaan karena mobil yang ditumpangi pria itu bermasalah.
Sebelum semua itu kembali terjadi. Elena akan beruaha mencegah itu. “Tunggu, apa kau akan pergi bekerja?” serunya mencegah Arion yang hendak pergi.
“Jangan pergi!” kembali ia berseru karena tak mendapat jawaban.
Arion mengerutkan kening bingung. Kedua alisnya saling bertaut menandakan ia tidak paham dengan maksud perkataan Elena. “Apa maksud mu?” tanya Arion heran.
“Maksudku, kita baru menikah kemarin. Apa kau tidak mengambil cuti beberapa hari?” jawab Elena sedikit gugup. Hal itu membuat Arion curiga, Elena sendiri kesulitan mencari alasan yang logis.
Tidak mungkn ia mengatakan pada Arion bahwa ia sudah hidup selama lima tahun kedepan. Mungkin Arion tak menganggapnya konyol lagi, melainkan gila.
Melihat jawaban Elena yang gugup, membuat Arion tak mengindahkan ucapannya. Ia berjalan meninggalkan Elena di kamar. Elena tak tinggal diam, ia ikut menyusul Arion dan berusaha membujuk pria itu agar tidak pergi.
“Arion, kumohon. Jangan pergi! Apa kau tidak memikirkan ucapan orang-orang jika kau masuk sekarang?” ucap Elena sedikit mengancam.
Namun, Arion sama sekali tak mendengarkan ucapan itu. Ia semakin mmpercepat langkahnya menuruni tangga. “Akh...awww!” rintih Elena yang terdengar kesakitan.
“ Ciaa! Alicia Dominic! Apa kau tidak mau mendengarkan mami? “Seorang anak kecil berusia tiga tahun itu hanya mendelik saat sang ibu terus berteriak memintanya untuk turun.Yap, Alicia Dominic. Putri dari Arion dan Elena, siapa sangka wajah selucu Elena memiliki sifat menyebalkan seperti Arion.“ Mami, jangan terus berteriak. Telinga ku sakit! “ sarkasnya sambil berjalan melewati sang ibu begitu saja.Elena membelalak tak percaya, anak kecil yang sudah ia lahirkan mengapa begitu menyebalkan seperti suaminya.“ Astaga, Mami berteriak karena kamu membuat Mami kesal. “ Elena menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Untung ia tidak mengurus Alicia sendirian, selalu ada bibi yang membantunya.“ Baiklah, kau sarapan bersama bibi. Mami akan bersiap dulu. “Pukul berapa ini Alicia sarapan, anak kecil itu begitu sulit untuk makan ataupun mandi. Bagaimana pun ia dibujuk, tetap saja jika teriakan Elena belum keluar maka dirinya belum mau menurut.“ Nona, ayo sarapan dulu. “ seru bibi pengasuh
Kedua kaki Elena terpaku sejenak saat melihat pria di belakang suaminya. Lucas, mantan kekasihnya juga keponakannya saat ini kembali muncul di hadapannya.“ Lucas? “ tanya Elena tak percaya.Tak hanya Elena. Lucas, pria itu terdiam sejenak saat melihat tubuh Elena yang mengalami banyak perubahan. Berbulan-bulan mereka tidak bertemu, dan ternyata mantan kekasihnya itu tengah mengandung.Kenyataan pahit lainnya, wanita itu mengandung anak dari pamannya. Yang tidak lain akan menjadi saudaranya juga.“ Kau hamil, Elena? “ tanya Lucas. Pria itu berjalan mendekat seiring dengan Elena yang mundur.“ Bukankah dulu kau berjanji akan menikah dengan ku? Memiliki anak dari ku? “ Pertanyaan-pertanyaan bodoh itu terlontar dari mulut tidak tahu diri Lucas. Seolah dirinya adalah orang yang paling tersakiti.Sedangkan Elena, kini wanita itu tahu dimana diri nya sekarang berada. Mereka berada di gedung yang sama dimana kebakaran itu terjadi.“ Mundur, Lucas! Aku sudah membawa apa yang kau inginkan. “
“ Mengapa Arion belum kembali? “ gumam Elena.Wanita itu merasa khawatir dengan suaminya yang belum kembali dan tidak ada kabar sama sekali. Tidak seperti biasanya!“ Bu, apa Arion menghubungi mu?” tanya Elena pada Bu Rah yang sedang memasak untuk makan malam.Bu Rah menoleh dan berbalik sebelum menjawab. “ Tidak, Nyonya. Tuan sama sekali tidak menelpon. “Mendengar jawaban itu semakin membuat Elena khawatir. Bukan hanya suaminya, Jeff dan bahkan Vero temannya pun tidak bisa di hubungi.Kemana perginya orang-orang ini. “ Baiklah, Bu. Aku tunggu di kamar saja. “ ucap Elena pada akhirnya.Bu Rah mengangguk. “ Baik, Nyonya. Tuan pasti baik-baik saja. ““Emh, semoga. “Perut Elena yang besar membuatnya cukup sulit dan kelelahan saat menaiki tangga. Sejak satu bulan yang lalu, mereka tidur di kamar tamu.Baru Elena menjatuhkan bokongnya di tempat tidur, sebuah pesan masuk di ponselnya. Segera Elena melihat, dan berharap itu pesan dari suaminya.“ Datanglah jika ingin mereka selamat!”Sebua
Musim panas telah berlalu, musim gugur baru saja dilalui. Kini sudah tiba akhir musim dingin, usia kandungan Elena pun sudah menginjak delapan bulan.Perut wanita mungil itu kini sudah terlihat besar, bukan hanya perutnya tapi pipinya juga. Entah kemana hilangnya garis rahang itu, kini hanya tersisa pipi seperti bakpao.Hal itu membuat Arion semakin gemas, ia tak segan-segan mengigit pipi itu. “ Akh, Arion! Apa kau tidak punya makanan! “ gerutu Elena saat mulut pria itu kembali mengigit pipinya.Melihat Elena yang kesal, membuat Arion terkekeh senang. “ Aku lebih suka memakan mu. “ balas Arion tidak tahu diri.Elena mengerucutkan bibirnya lagi, kembali memasukkan potongan buah pada mulutnya. “ Kau lihat, ayahmu selalu menjahili ibu. Setelah kau lahir, maka jangan segan menjahili ayahmu. “ seru Elena yang berbicara pada bayi di dalam perutnya.“ Kau tahu, ibumu ini menggemaskan. Ayah yakin, kau akan lebih jahil padanya. “ sahut Arion yang ikut berbicara pada bayi mereka yang belum lahi
“Emmh...” Arion segera menghampiri ranjang sang istri saat melihat pergerakan wanita itu. Elena mengerjapkan matanya berkali-kali, kepalanya masih terasa sakit. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah khawatir Arion. “ Sayang, apa yang kau rasakan? “ tanya Arion. Elena berusaha untuk duduk, ia ingin bangun namun kepalanya masih terasa sakit. “ Kepala ku masih sakit. “ lirih Elena. Air mata wanita itu tiba-tiba kembali mengalir, tidak seperti biasanya entah mengapa dirinya lebih sering merasa sedih akhir-akhir ini. Arion menarik tubuh mungil itu ke pelukannya dan mengusap lembut surai hitam itu. “ Sayang, terimakasih. “ ucap Arion ambigu. Kalimat itu terasa ambigu di telinga Elena saat Arion mengucapkan nya dengan tiba-tiba. “ Kau hamil, sayang. “ sambung Arion yang membuat Elena terdiam. Isak tangis itu seketika berubah menjadi tangis bahagia. Gejolak dalam hatinya semakin berbunga-bunga saat mendengar kalimat itu. Kalimat yang selama ini Elena tunggu, akhirnya
“ Nona, Tuan Miller dalam keadaan kritis dan diambang kematian. “Ponsel dalam genggaman tangannya segera terjatuh sebelum kalimat itu diselesaikan. Elena mempercepat langkahnya menelusuri koridor menuju ruang perawatan sang ayah. Air mata tumpah ruah tanpa bisa tertahan lagi.“ Pah, kumohon jangan membuat ku takut. “ lirih Elena sambil menyeka air matanya.Pikiran wanita itu sudah melanglang buana, ia tidak bisa berpikir logis lagi. Suara langkah kakinya terdengar menggema di koridor yang ramai.“ Catat tanggal kematian pasien. “Brukh!Seketika kakinya berubah lemas, seolah tak sanggup lagi menopang beban tubuhnya. “ Pah? Kau benar-benar meninggalkan ku? ““ Sayang, tenanglah. “ seru Arion. Beruntung pria itu berada cepat dibelakang Elena dan menopang tubuh istrinya.Mata Elena terpaku menatap seorang yang terbujur kaku di ruangan tepat ia berdiri.“ Elena, ayo cepat pasti bisa! ““ Elena putriku, kau segalanya. ““ El, maafkan papa. “Rasa sesak memenuhi seluruh ruang hampa dalam







