Arion terkekeh, sedikit goyah dengan ucapan manis Elena. “Aku hanya menegaskan statusmu! Jangan berpikir aku mencintai mu,” ucapnya dengan skeptis.
Elena tahu, ucapan dan hati Arion berbeda. Mungkin mulutnya mengatakan tidak cinta, tapi hatinya mengatakan hal lain. Wajar saja jika Arion demikian, mengingat bagaimana untuk pertama kalinya Elena tidak dipihak Lucas.
Senyum di wajah Elena terukir. Respon yang Arion tunjukan sesuai dengan harapannya. “Tentu. Bagaimana mungkin aku mencintai mu? Karena hatiku hanya untuk Lucas,” ucapnya sengaja memancing emosi Arion.
Elena akan memulai pendekatan dengan terus menumbuhkan rasa cemburu pada diri Arion.
Elena memutar haluan rencananya. Sebelumnya, ia berpikir untuk langsung berterus terang pada Arion. Namun, sepertinya hal itu justru akan menambah kecurigaan Arion.
Dan kini, keduanya berada di mobil yang sama menuju rumah utama keluarga Dominic. Setelah acara yang melelahkan itu akhirnya mereka bisa segera beristirahat.
Selama perjalanan, tak ada percakapan yang terjadi. Hingga saat mereka berada di kamar pengantin. Tanpa aba-aba, Arion mencekik leher Elena.
“Trik apa lagi yang tengah kau mainkan, hah!” hardik Arion dengan keras.
Elena yang terkejut membuatnya tak bisa berkutik. Cekalan tangan Arion membuatnya tak dapat merasakan oksigen yang masuk. Wajahnya mulai memucat sebelum akhirnya Arion melepaskan cekalan tangannya.
Napas Elena terengah-engah. Ia menstabilkan pernapasannya, sebelum akhirnya berkata, “Trik apa yang kau maksud? Aku tidak mengerti maksud mu?”
Sudut bibir Arion terangkat. Ia melemparkan bukti pembelian tiket yang dibeli Elena beberapa hari yang lalu.
“Kau kira dengan menyamarkan nama mu, kau bisa kabur?” Suara Arion terdengar mengintimidasi.
Cepat-cepat Elena melihat lembaran kertas yang baru saja dilemparkan padanya. Elena ingat, tiket ini dibeli agar dirinya bisa meninggalkan kota Everbloom bersama Lucas.
Elena ingat, sebelumnya ia juga melakukan hal demikian. Namun rencana tersebut gagal sebab Arion berhasil membawanya kembali.
“Ini untuk perjalanan bisnis ku,” Elena berdalih.
Arion tertawa sumbang mendengar alasan konyol Elena. Ia mengepalkan kedua tangannya, merasa Elena benar-benar meremehkannya.
Arion menatap Elena. “Kau kira aku bodoh dan akan percaya alasan konyolmu?”
“Aku berkata jujur. Jika kau tidak percaya, kau bisa tanyakan pada asistenku,” ucap Elena kembali membela diri sebelum Arion semakin marah.
Arion menatap lekat Elena. Baru saja ia merasa tenang karena Elena tidak banyak menimbulkan masalah ketika pesta pernikahan mereka, tapi ketika perjalanan pulang ia mendapatkan bukti dari bawahannya bahwa Elena merencanakan kabur ke luar kota.
Arion pergi begitu saja meninggalkan Elena. Kini pria itu tengah berada di ruang kerja untuk menenangkan pikiran. Ia memijat pelipisnya, setiap mengingat rencana kabur Elena kepalanya semakn berdenyut.
“Arion? Sedang apa kau di sini?” suara yang begitu familier membangunkan Arion.
“Pah, aku sedang beristirahat sebentar,” ucapnya sambil membenarkan posisi duduk ketika melihat yang menghampiri adalah sang ayah, Damian.
Damian duduk di samping Arion. Sebagai orang yang paling berpengaruh tentu ia tahu jelas masalah putra bungsunya itu. Walaupun gelar CEO sudah berada di tangan Arion, tetapi dirinya masih ikut andil dan tidak melepas sepenuhnya.
“Mengapa tidak bersama istrimu? Apa kalian bertengkar?” pria yang bernama Damian itu bertanya, ingin melihat apakah Arion akan jujur padanya.
“Tak perlu ku ceritakan, mungkin papa sudah lebih tahu,” jawab Arion.
Arion tahu, Damian bukan orang sembarangan.
“Jangan egois, kau harus bisa memakluminya. Bersikaplah lebih lembut. Ingat, dia wanita bukan pria! Dia adalah istrimu, bukan bawahan mu. Usia yang terpaut cukup jauh, seharusnya bisa membuat mu berpikir lebih dewasa,” ucap Damian penuh dengan penekanan pada setiap katanya.
Damian tahu, putra bugsunya ini memiliki kepribadian yang keras. Sulit bagi Arion untuk menerima nasihat orang lain jika itu tak masuk diakalnya. “Sekarang kembalilah ke kamar mu,” perintah Damian.
“Tapi, Pah ...." Arion ingin menenangkan diri. Ia malas jika harus kembali bertemu dengan Elena saat ini.
“Arion, berhenti bersikap kekanak-kanakan! Kau sudah dewasa!” kini ucapannya lebih tegas, membuat Arion tak bisa menolak dan mengiyakan perintah itu.
Seperginya Arion. Elena memutuskan untuk membersihkan diri. Setelah seharian ia harus memakai gaun yang berat itu akhirnya berganti dengan piyama tidur yang nyaman. Baru saja ia keluar dari ruang pakaian, ternyata Arion sudah berada di kamar kembali.
Entah hal apa yang membuat Arion kembali! Elena penasaran, tapi tak berani bertanya. Tak ada percakapan diantara keduanya dan hanya keheningan yang tersisa.
“Emmh...” Arion segera menghampiri ranjang sang istri saat melihat pergerakan wanita itu. Elena mengerjapkan matanya berkali-kali, kepalanya masih terasa sakit. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah khawatir Arion. “ Sayang, apa yang kau rasakan? “ tanya Arion. Elena berusaha untuk duduk, ia ingin bangun namun kepalanya masih terasa sakit. “ Kepala ku masih sakit. “ lirih Elena. Air mata wanita itu tiba-tiba kembali mengalir, tidak seperti biasanya entah mengapa dirinya lebih sering merasa sedih akhir-akhir ini. Arion menarik tubuh mungil itu ke pelukannya dan mengusap lembut surai hitam itu. “ Sayang, terimakasih. “ ucap Arion ambigu. Kalimat itu terasa ambigu di telinga Elena saat Arion mengucapkan nya dengan tiba-tiba. “ Kau hamil, sayang. “ sambung Arion yang membuat Elena terdiam. Isak tangis itu seketika berubah menjadi tangis bahagia. Gejolak dalam hatinya semakin berbunga-bunga saat mendengar kalimat itu. Kalimat yang selama ini Elena tunggu, akhirnya
“ Nona, Tuan Miller dalam keadaan kritis dan diambang kematian. “Ponsel dalam genggaman tangannya segera terjatuh sebelum kalimat itu diselesaikan. Elena mempercepat langkahnya menelusuri koridor menuju ruang perawatan sang ayah. Air mata tumpah ruah tanpa bisa tertahan lagi.“ Pah, kumohon jangan membuat ku takut. “ lirih Elena sambil menyeka air matanya.Pikiran wanita itu sudah melanglang buana, ia tidak bisa berpikir logis lagi. Suara langkah kakinya terdengar menggema di koridor yang ramai.“ Catat tanggal kematian pasien. “Brukh!Seketika kakinya berubah lemas, seolah tak sanggup lagi menopang beban tubuhnya. “ Pah? Kau benar-benar meninggalkan ku? ““ Sayang, tenanglah. “ seru Arion. Beruntung pria itu berada cepat dibelakang Elena dan menopang tubuh istrinya.Mata Elena terpaku menatap seorang yang terbujur kaku di ruangan tepat ia berdiri.“ Elena, ayo cepat pasti bisa! ““ Elena putriku, kau segalanya. ““ El, maafkan papa. “Rasa sesak memenuhi seluruh ruang hampa dalam
Elena berdiri mematung di belakang suaminya saat melihat sosok wanita setengah baya di hadapannya saat ini.Wanita itu memiliki garis wajah yang mirip dengan dirinya, ia bagaikan melihat cerminan dirinya di masa tua.Mereka berdua terlihat akrab, sejenak Elena larut dalam lamunannya. “ Ah, iya kenapa? “ tanya Elena saat sadar dari lamunannya.“ Dia ibumu, sayang. “ ucap Arion memperkenalkan wanita di hadapan mereka.Rasa tak percaya mendera pikiran Elena, namun keyakinan mendominasi. Ia menoleh tak percaya pada suaminya.Arion mengangguk mengiyakan, sementara wanita di hadapan mereka juga terdiam. “ Dia ibu Emily, ibumu. “ ucap Arion lagi meyakinkan.Emily tertunduk saat Elena tak percaya dengan ucapan Arion. Ada rasa senang dalam hatinya, sebab akhirnya ia bisa melihat putrinya dengan sangat dekat.Degh!Jantung Emily berdetak dua kali lebih cepat saat ia merasakan pelukan hangat dari putrinya. “ Ibu, akhirnya aku bisa bertemu dengan mu. “ lirih Elena pelan." Elena... anakku. Maafka
Berita kejahatan Lucas kini telah diketahui media dan menyebar begitu cepat. Rencananya yang ingin mengakuisisi Dominic dan Mauren membuat namanya buruk di mata publik.Banyak yang memutuskan kerja sama dengannya, ia kini sedang dalam pencarian pihak kepolisian. Keberadaan nya yang menghilang tiba-tiba menjadi suatu kejanggalan.Semua itu sampai ke telinga Maria, membuat kondisinya semakin memburuk. “ Bukan salah anakku. Tidak! “ teriaknya yang diakhiri dengan tawa.Beberapa hari ini dirinya sudah berada di rumah sakit jiwa, keadaannya memang dinyatakan tak baik-baik saja. “ Anak ku tidak salah. “ ucapnya lagi.Hanya kalimat itu yang selalu di ucapkan Maria, kejadian itu yang menjadi pemicu keadaannya saat ini. Sungguh tragis nasib wanita itu, siapa yang akan menyangka.Ia ditinggal suami, juga dikhianati putra satu-satunya. Semua tak ada yang tahu masa depan, yang jelas semua akan menjalani masa ini.Sementara itu, di rumah sakit pusat kota. Elena tengah mengemasi beberapa barang Ari
Tiga hari telah berlalu, kini keadaan Arion telah membaik. Pria itu sudah bisa duduk dan menghirup udara segar taman meskipun di rumah sakit.Seperti saat ini, Arion berada di taman rumah sakit bersama istrinya. Ia duduk di kursi roda, sementara Elena di bangku taman di sampingnya.Arion meraih tangan Elena, istrinya itu masih melamun. “ Sayang, kau masih memikirkan papa? “ tanya Arion pelan.Elena menolehkan kepalanya, mengangguk pelan dengan helaan napas berat. “ Iya, aku tidak bisa tenang karena papa masih koma. Tapi, setidaknya keadaan mu sudah membaik. “ jawab Elena dengan senyum di wajahnya.Arion mengusap-usap kepala wanitanya itu, membuat Elena mencondongkan tubuhnya memeluk sang suami. “ Apakah yang kulakukan kali ini benar-benar tak termaafkan? “ tanya Elena pelan.Arion tersenyum, tahu apa yang memenuhi isi kepala istrinya itu. “ Kau hanya manusia biasa, sayang. Aku juga tahu alasanmu melakukan semua ini. “ balasnya memberikan pengertian.Tak jauh dari sana, Lovi menatap d
Berita ditangkapnya Nyonya Lia sampai ke telinga Lucas, ia mulai merasa dirinya tidak aman.Notifikasi bermunculan di layar ponselnya, penangkapan para anak buahnya yang sengaja Elena kirimkan pada pria itu. “ Tidak, dia tidak akan bisa menangkap ku! “ seru Lucas dengan yakin.Kali ini dirinya terlihat begitu ketakutan, matanya semakin membola sempurna melihat perusahaan ilegal yang dirinya bangun sudah ada di tangan Elena.Wanita itu benar-benar menebas habis semua yang selama ini berdiri kokoh secara ilegal. “ Selanjutnya adalah dirimu, Lucas! “ tulis Elena dalam pesannya.Lucas melemparkan ponselnya sembarangan, ia segera mengemasi barang pentingnya. Saat ini Everbloom bukan tempat yang aman baginya.Sementara itu, di kediaman utama Mauren. Tuan Miller menatap mobil polisi yang baru saja keluar dari kediaman dengan nanar. “ Kau yang melaporkan ibumu? “ tanya Tuan Miller tanpa menoleh.Elena yang berdiri di belakang ayahnya tertunduk tanpa kata selama beberapa detik, sebelum ia kemb