Share

BAB III

"Rib, aku mampir ke rumah mu, ya? Di kosan juga bosan.”

“Bukannya, kamu tadi mau balik, An?”

 “Kamu juga belum pernah main ke rumah.”

 “Di rumah ada anjing galak, An. Semoga kamu tidak takut nantinya.”

 “Wah, kamu punya anjing, Rib?”

 “Ya, An. Mari kita berangkat.”

 “Sampai di rumah nanti, kamu jangan diam saja, An.”

 “Kamu harus mengajak ngobrol anjing ku nanti.”

 “Ah, kamu ada-ada saja, Rib. Memangnya anjing bisa berbicara?”

 “Hehe ... Kalau kamu yang mengajak pasti anjing aku semangat, An.”

 “Rib, sudah ya bercandanya. Nanti kita terlambat ke rumah kamu, nih.”

 “Hmm ... Santai saja, An. Rumah ku tidak jauh dari sini, sekitar 2 jam sudah sampai.”

*****

 Aku dan Ribka menuju balik ke rumahnya dengan motor yang dia bawa. Dia melaju dengan cepat dan aku dibuatnya deg-deg an, baru pertama kalinya naik motor dan sebelumnya tidak pernah seperti ini dan mungkin karena Ribka bawa motor dengan laju cepat. Aku jadi pusing bawaannya, sampai di rumah Ribka aku langsung cuci muka, tangan, dan kaki. Karena baru dari luar dan harus mengigat kata-kata mama dulu.

 Sedangkan Ribka asyik dengan anjing kesayangannya yang bernama Scoopy do. Anjingnya lucu dan imut baru berumur 5 bulan.

“Rib, mama kamu dimana?”

“Mama lagi arisan, An. Setiap hari Minggu/2 kali sebulan, mama aktif mengikuti arisan.”

“Memangnya kenapa, An? Kamu sepertinya teringat sesuatu, ya?”

“Enggak, Rib. Aku hanya menanyakan saja. Rumah kamu besar juga ya, Rib?”

“Ya, An, rumah ini adalah peninggalan nenek/orangtua dari papa.”

“Wah, enak ya, Rib dapat peninggalan warisan.”

“Ya, begitulah, An. Kamu mau minum apa, An? Biar aku buatkan dan jangan sungkan.” 

“Aku minum apa saja yang ada, Rib.”

“Sebentar, ya, An. Aku buatkan kamu sirup, kamu suka sirup?”

“Suka, Rib. Dan cemilannya apa, nih?”

“Cemilan? Kamu juga suka cemilan, An?

“Suka sekali, Rib. Ya, cemilan di rumah aku enggak ada, An.”

“Kalau begitu kita masak piscok saja, An. Kamu suka piscok, An?”

“Suka sekali, Rib. Yuk, ahh, mari kita memasaknya, Rib.”

“Aku yang menggoreng dan kamu siapkan saja bahan-bahannya, Rib.”

“Hmm ... Ok, deh.” 

Aku dan Ribka akhirnya memasak piscok/pisang cokelat. Pisang cokelat ini biasa menjadi cemilan di pinggir jalan dan semua orang pasti suka dengan piscok.

*****

     Aku dan Ribka saling berbincang di teras rumahnya, sambil menikmati piscok goreng. Di rumahnya juga ada pohon jambu klutuk dan pohonnya sangat lebat sekali. Anjing Ribka selalu bawel sekali saat melihat ada tamu yang datang seperti ku.

     Dan anjingnya terkadang cari perhatian ke Ribka, seperti melompat-lompat, dan mengeluarkan lidahnya saat lelah melakukannya dan tidak pernah lelah selalu saja melompat dan melompat. Anjing Ribka lucu sekali dan imut karena masih berumur bocah. Tidak terasa hari sudah sore saja, aku pamit pada Ribka untuk pulang. Takutnya hujan datang karena aku tidak bawa payung. 

*****

“Rib, aku balik, ya.”

“Kamu naik angkot, An?” Ribka ingin mengantar ku balik, tapi motornya lagi ada masalah. 

“Aku naik angkot saja, Rib. Angkot disini dimana mangkalnya?”

“Oh, di depan nanti naik saja angkot 01, An. Hanya sekali naik angkot.”

“Ok, Rib. Salam sama mama kamu, ya.”

“Baik, An dan kamu hati-hati karena sekarang angkot rawan sekali.”

“Siap, Rib. See you.”

“See you too, An.”

     Saat itu juga aku langsung balik dan melangkah dengan cepat untuk mengejar angkot yang mangkal di depan dan ternyata angkotnya lagi sepi, aku langsung masuk dan menunggu yang lain biar bisa berangkat harus rame di dalam angkotnya. Aku menunggu, dan menunggu. Saat sudah rame barulah bisa berangkat, hati ini legah dan semoga sampai di rumah dengan selamat. 

     Waktu menunjukkan pukul 05:00 sore, awan kelihatan gelap sekali tapi hujan belum datang juga, aku langkahkan kaki ku dengan cepat dan sampai di kosan langsung mandi dan membereskan kosan. Ibu-ibu pada berbincang di dekat kosan ku. Aku tidak menyapa dan mengalihkan pandangan ku. Karena jika aku sapa nantinya, pasti banyak sekali nanti di tanyakan. Ya, sudah setelah semua beres aku masak nasi goreng dengan telor ceplok untuk makan malam ku nanti. 

     Biasa aku tidak suka makan malam karena laparnya dan baru balik dari rumah Ribka jadinya aku masak saja. Hujan seakan-akan dan perlahan-lahan jatuh membasahi teras kosan ku. Sambil menikmati nasi goreng buatan sendiri dan menatap keluar jendela kosan ku.

   Ternyata hujan yang datang rintik-rintik indah juga saat aku memandang dan merasakan ada makna yang tersimpan. Aku bersyukur saat hujan jatuh membasahi bumi karena itu berkat yang harus di syukuri dan begitu juga dengan kesendirian yang aku jalani sekarang, aku harus menjalaninya dengan kebahagiaan dan menjaga diri sendiri dengan baik adanya. 

*****

     Esok hari aku rencana mau ke Taman yang dekat dari kosan, tapi keadaan di luar lagi tidak baik masih dalam penjagaan ketat. Semoga sore nanti cuacanya cerah, sudah lama aku tidak lari sore karena malasnya selalu sendiri kemana-mana. Tiba-tiba suara HP ku berdering dan aku angkat ternyata yang menelepon adalah sepupu/anak dari udak ku/adik laki-laki saudara papa yang di kampung dan anaknya bernama Tiur, dan tinggal di Porsea. 

*****

“Hai, An, apa kabar dirimu? Sudah lama kita enggak ngobrol.”

“Hai, Ti, kabar ku baik-baik saja. Kamu apa kabar?”

“Tentu baiklah, An. Oh, ya kamu datang ya ke pesta pernikahan ku tanggal 28 ini.”

“Hmm ... Kamu secepat itu merried?” Aku merasa heran dan terkejut. 

“Kamu, kenapa? Sepertinya terkejut mendengarnya.”

“Enggak, Ti dan Aku usahakan untuk datang, ya.”

“Kesibukan kamu sekarang apa, An?”

“Aku sibuk tidak menentu, nih. Aku belum mendapatkan pekerjaan, rasanya bosan di kosan.”

“Ya, juga sih. Tapi An kamu cari kesibukan yang bermanfaat saja, buat hari-hari kamu bahagia. Yakin semua masalah pasti ada jalan keluarnya, tetap usaha dan berdoa.”

“Trim’s ya, Ti untuk masukannya. Semoga aku cepat dapat pekerjaan juga jodoh.”

“Amin ... Ya, pasti sepupu mu ini akan selalu mendoakan yang terbaik buat mu, An.”

“Kamu masak apa hari ini, An? Masak yang enak-enak, An biar kamu sehat dan kuat.”

“Aku hanya masak tempe balado dan sayur bayam rebus, Ti. Biasa di kosan aku begitu masak sesuai porsinya karena aku sendiri saja di kosan.”

“Semoga kamu langgeng sama dia sampai maut memisahkan kalian berdua.”

“Amin ... Trim’s ya, An. Ya, juga kamu sendiri di kosan tidak ada teman buat ngobrol.”

“Tapi, An jika kamu merasa bosan dan tidak ada teman buat ngobrol, telepon kemari langsung karena siap 24 jam untuk melayani curhatan hati kamu, An.”

“Hmm ... Ok, deh siap!”

“An, sudah dulu. Aku tutup teleponnya dan di lain waktu kita ngobrol lagi.”

“Ya, Ti, aku akan menunggu dan sabar menunggu.”

“See you next week, An.”

“See you too, Ti.” 

Tiur langsung menutup teleponnya, aku kembali melanjutkan pekerjaan penting yaitu mengepel kosan karena sudah lama tidak aku bersihkan. Biasa 2x seminggu aku mengepel kosan itupun kalau aku rajin. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status