“Aku tidak yakin kalau kamu tulus mencintai Reno. Apa yang kamu inginkan kali ini? harta?” Sindir Sofyan, mengetahui ia tidak bisa mempengaruhi putranya. Ia menyerang Cora—sebagai pihak yang lebih lemah.
“Jangan ganggu dia. Ini keputusan kami berdua. Dengan ataupun tanpa persetujuan Papa, aku akan menikahi Cora!” Reno menarik Cora ke dalam pelukannya sebagai gestur bahwa ia akan melindungi Cora dari siapa pun, termasuk Papanya sendiri. Sofyan menahan diri. Ia tidak bisa menentang Reno terang-terangan. Ia tidak boleh kehilangan putranya hanya gara-gara perempuan itu! Ia menghela nafas dan merubah ekspresi wajahnya. “Reno, Papa hanya memikirkan kamu. Masa depanmu,” ujar Sofyan dengan nada yang lebih lembut dan pelan. “Papa punya alasan untuk menentang hubungan kalian. Karena Papa tidak percaya dengannya,” ujar Sofyan sambil melirik Cora dengan matanya. “Papa tidak perlu khawatir, karena aku dan Cora yang akan menjalani!” sergah Reno, sambil diam-diam tersenyum melihat Papanya mulai menahan diri. Ia ingin tahu apa yang akan Papanya lakukan berikutnya. “Reno, mencari istri itu bukan hal mudah. Kamu membutuhkan seorang istri yang bisa mendukung karirnya. Seseorang dari keluarga berada, dan mempunyai status sosial yang bisa mengangkatmu,” ujar Sofyan dengan ekspresi bersimpatik. Keluarga berada dan status sosial. Diam-diam Cora menghela nafas. Ia bisa menduga apa yang akan Sofyan katakan selanjutnya. Sebagai seorang anak yang dibesarkan di panti asuhan, apa yang tidak dimilikinya? Tentu saja keluarga dan status sosial yang tinggi. “Dan Cora—” “Papa!” Sebelum Sofyan sempat mengutarakan kekurangan Cora itu, Reno menegurnya. Tentu saja Reno juga mengetahui ke mana arah pembicaraan Papanya. Dan ia tidak bisa membiarkan Sofyan meremehkan Cora. Jika ia membiarkan Papanya melakukan hal itu, sama saja ia membuka tabir sandiwara mereka. Laki-laki mana yang mengaku mencintai seorang wanita, tetapi rela melihat wanita yang dicintainya dihina? “Papa pikir Reno peduli dengan semua itu? Papa tidak ber—” “Sayang…” Ucapan Reno tertahan merasakan suara lembut Cora memanggilnya dan tepukan gadis itu di lengannya. Ia menoleh dan mendapati tatapan mata Cora yang memintanya memberinya kesempatan untuk berbicara. “Om jangan kuatir. Saya tahu persis apa yang Reno butuhkan.” Mendapat lampu hijau dari Reno, Cora mulai berbicara kepada calon Papa mertuanya itu dengan suara lembut. “Meskipun saya tidak memiliki keluarga, orang tua yang mendukung saya, tetapi saya yakin saya bisa menjadi istri yang Reno butuhkan,” ucapnya sambil melirik Reno. Kali ini Cora tidak mau tunduk dan menerima begitu perlakuan Sofyan. Dulu, ia pernah mengalah. Namun tidak kali ini. “Sebab, saya dan Reno, kami berdua saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lain,” ucap Cora sambil tersenyum pada Reno. Ia lalu melirik Sofyan, dan lanjut berkata, “Bahkan saat tidak ada satu pun orang, keluarga, yang mendukung kami, kami punya satu sama lain. Walaupun ia berbicara dengan sopan dan nyaris tanpa penekanan atau nada yang tinggi, namun kalimat yang ia ucapkan mempunyai arti yang dalam bagi Sofyan. “Kamu—” sergah Sofyan sambil menunjuk Cora dengan geram. Wajahnya merah padam. Jelas bagi Sofyan, Cora telah menyindirnya. Sebab dirinya adalah satu-satunya keluarga terdekat Reno yang bertalian darah di Fragrant Harbour. Akan tetapi gadis itu justru mengatakan tidak ada keluarga yang memberikan dukungan untuk Reno! Apalagi maksudnya kalau hukannuntuk menyindirnya! Beda halnya dengan Sofyan, ekspresi wajah Cora datar dan polos. Ia sama sekali tidak terganggu dengan hardikan Sofyan. Cora berpura-pura tidak menyadari kegeraman Sofyan. Ia tersenyum pada Reno dengan tulus. “Dan Reno tidak membutuhkan orang lain mengangkat status sosialnya. Saya yakin Reno mampu untuk mencapai apa yang dia impikan dengan usahanya sendiri.” “Papa dengar? Istri seperti inilah yang Reno butuhkan. Tidak hanya memberikan dukungan, tetapi dia juga percaya dan yakin pada Reno,” ucap Reno sambil tersenyum dan menatap Cora dengan bangga. Dalam hatinya Reno mengacungkan jempol untuk keberanian Cora membalas kata-kata remeh Papanya itu. Sofyan menghentakkan kakinya dengan kesal. Ia tidak lagi berpura-pura bijaksana dan baik. “Lihat saja Reno. Papa yakin sandiwara kalian akan terbongkar! Dan kamu akan menyesal!” sergahnya sebelum ia berjalan pergi. Cora dan Reno menatap kepergian Sofyan sampai pria itu menghilang di balik pintu restoran. Lalu keduanya saling beradu tatap sebelum tertawa pelan dan melepaskan rangkulan. “Good job, Cora! Rupanya aku tidak perlu mengajarimu bagaimana caranya menjadi istriku,” ucap Reno menatap gadis di sampingnya. “Aku rasa semua beres sekarang. Calon Papamu sudah kabur, dan begitu pula Papamu…” Cora menghembuskan nafas lega. Ia berharap Sofyan mundur dan tidak lagi menjodohkan Reno dengan orang lain. Dengan begitu, sandiwaranya sebagai istri Reno berakhir sudah. “Paling tidak kita berhasil malam ini.” Reno kemudian menghembuskan nafas lega, kemudian memutar tubuhnya berhadapan dengan Cora. “Berikan KTP mu!” pintanya sambil mengulurkan tangan. “KTP? Untuk apa?” tanyanya, lalu teringat mengenai sponsorship yang ia minta. Tentu saja Reno membutuhkan KTP nya untuk mengurus segala sesuatunya guna kompetisi itu. Ia pun membuka tasnya dan memberikan KTP nya kepada Reno. Reno menerima KTP itu dan ia mengambil foto dengan telepon genggamnya sebelum mengembalikannya pada Cora. “Jangan terlambat datang besok pagi,” ucap Reno sambil ia mulai berjalan keluar dati restoran itu, dan Cora mengikutinya. “Oke. Kemana?” Cora sangat bersemangat. Apakah mereka akan pergi mendaftar kompetisi? Atau mungkin ke Lumiere? Paling tidak ia harus beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan di Lumiere sebelum mewakili perusahaan tersebut dalam ajang bergengsi sekelas International Jewelry Design. Ia yidak boleh mengecewakan Reno yang telah memberinya kesempatan. “KUA,” jawab Reno dengan santai sampai terus berjalan. Deg! Cora berhenti berjalan. Apa dia bilang KUA? Batin Cora sambil mengerutkan keningnya. Seketika itu juga wajah Cora menjadi pucat pasi dan jantungnya berdebar kencang. Saat ia tersadar, ia segera mempercepat langkahnya menyusul Reno. “Reno! Reno, tunggu! A-apa maksudmu KUA?” tanya Cora sambil menahan tangan Reno dari berjalan lebih lanjut. Saat itu mereka sudah berada di teras depan restoran, sehingga suasana tidak terlalu ramai. “Menurutmu?” Reno balik bertanya sambil mengangkat alisnya. “T-tapi bukankah kita berhasil mengelabui papamu dan calonnya? Apa perlu kita menikah sungguhan?” tanya Cora memastikan, berharap Reno lupa atau hanya bercanda saja. Namun ekspresi pria itu tidak berubah. Dia menghela nafas dan berkata. “Cora Aleyna, Papaku tidak akan berhenti begitu saja. Kita akan menikah dan melanjutkan ini. Bukankah kamu sudah setuju menikah denganku? Atau kamu berubah pikiran dan tidak mau mengikuti kompetisi itu?” ucap Reno langsung mengultimatum. Pria itu tidak memberi kesempatan Cora untuk mendebatnya. “T-tapi… tapi…” ucapan Cora tertahan di tenggorokannya saat ia menatap wajah Reno yang menatapnya dengan datar, tanpa toleransi. Cora tahu pria itu tidak menginginkan jalan lain. Dan menikah dengannya tidak bisa dihindari!Cora menatap Reno menunggu persetujuannya. Apakah—dia keberatan?“Aku pikir sofa itu terlalu kecil untukmu. Tapi kalau kamu keberatan, biar aku yang tidur di sana. Tidak apa,” ucap Cora sambil tersenyum. Ia hendak bergerak turun saat tangan Reno mencegahnya.“Tidurlah,” ucap Reno sambil ia sendiri berbaring di sisi ranjangnya.Tadinya Ia membiarkan Cora untuk tidur di ranjang setelah apa yang dialaminya hari ini. Namun setelah ia pikir-pikir, Cora ada benarnya juga. Sofa itu memang terlalu kecil untuknya. Dan tidur di kamar lain akan membuat kecurigaan pada mata-mata Papanya. Berbagi ranjang dengan Cora mungkin pilihan tepat untuk mereka malam ini.Melihat Reno berbaring, Cora pun berbaring, dibatasi oleh garis imaginari diantara mereka.Cora menarik nafas dan memejamkan matanya. Namun kejadian hari ini terus membayanginya. Meskipun Reno sudah berhasil menyelamatkannya, namun ia tidak bisa melupakan raut wajah bengis dan kata-kata Eric saat pria itu menekannya di meja. Ya Tuhan, ap
“Cincin ini. Kenapa kalian memperebutkannya?” Reno menatap cincin bergaya klasik di jari telunjuk Cora.Dilihat dari batu berlian yang ada di cincin itu, terlihat tidak terlalu istimewa. Bukan jenis yang langka meskipun ukurannya cukup besar.Rasanya aneh mengingat bagaimana Eric mempertahankan cincin itu. Padahal bagi pengusaha sekelas Eric, dia bisa dengan mudah membeli yang lebih bagus dan lebih mahal.Cora mengangkat tangannya dan ia menatap cincin itu. Dilepaskannya cincin itu dan diberikannya kepada Reno.“Cincin ini pemberian Nenek Anjani. Dia menberikannya padaku dua hari sebelum beliau meninggal.” Tampak kesedihan di wajah Cora saat menceritakan wanita lanjut usia itu.Reno memperhatikan cincin itu dengan seksama dan mendapati inisial dibelakang cincin itu. AW. Ini pasti inisial Anjani Wijaya, pikirnya. “Bagaimana Eric bisa memilikinya?” Ia mengangkat pandangannya, menatap Cora, sembari mengembalikannya cincin itu padanya.“Eric mengambilnya dariku saat dia dan Janet mengus
“Dia akan baik-baik saja. Hanya sedikit syok.” Edwin Pamungkas—teman Reno yang berprofesi sebagai seorang dokter baru saja memeriksa keadaan Cora. Dia menutup pintu kamar dan berjalan bersama Reno disebelahnya.“Bagaimana dengan tangannya? Apakah ada cedera?” tanya Reno dengan ekpresi khawatir.Kedua tangan Cora sangat penting bagi gadis yang berprofesi sebagai designer itu. Apalagi Cora tengah mempersiapkan diri dalam kompetisi IJD yang akan segera dimulai.Edwin mengangkat ujung bibirnya melihat ekspresi wajah Reno. Sudah sejak lama ia tidak melihat temannya itu mengkhawatirkan seorang wanita. “Kamu terlihat sangat khawatir. Kukira pernikahan kalian hanya pura-pura,” ucap Edwin dengan memberi tatapan menggoda.“Ssst…” desis Reno sambil memberi Edwin pelototan.“Sori, aku lupa,” ucap Edwin dengan terkekeh.“Tangannya baik-baik saja. Hanya sedikit memar. Untungnya orang itu tidak memegangnya di pergelangan tangannya. Kalau itu terjadi, bisa saja bekas kemarin kembali cedera,” terang
BUG!“Berani kamu menyentuhnya!” seru Reno sambil mendaratkan tinju kedua di wajah Eric yang belum sempat menyadari apa yang terjadi.Eric terhempas ke lantai, meluncur dan membentur dinding dengan kepala yang berdengung keras karena bogem mentah yang mendarat di wajahnya.Reno begitu murka melihat Eric menekan wajah Cora ke meja sehingga ditendanglah Eric berkali-kali!“Aaah aaah!” Eric tidak punya kesempatan melawan, dan terpaksa menerima tendangan Reno sambil melindungi wajahnya.“Apa kurang jelas yang kukatakan? Jangan berani-berani menyakitinya!” teriak Reno dengan geram.Edo yang syok dan terkejut, hendak membantu bosnya, namun pria lain yang masuk bersama Reno menghentikannya. “Jangan coba-coba!” sergah Rendy sambil mendorong Edo menjauh dan memberinya peringatan.Rendy membiarkan Reno menghadapi Eric sendiri. Ia tidak akan turun tangan terkecuali Reno dalam bahaya. Lagipula sebagai sesama pria ia mengerti apa yang Reno inginkan. Man to man.Sebab Reno bukan pengecut!Edo yang
“Kamu pikir siapa dirimu, hah?! Kamu ingin temanmu mati?” “Eric, lepaskan!” Cora menyentak tangan Eric yang mencengkeramnya. Ia berusaha melepaskan diri dari pria itu, khawatir terjadi lagi kejadian seperti sebelumnya. Tidak, ia tidak boleh membiarkan tangannya terluka kali ini! Bukannya melepaskan, Eric yang sudah emosi justru menariknya lebih kencang. Wajahnya memerah dan kedua matanya melotot. “Terima saja uang itu! AKU sudah cukup baik memberimu kompensasi, Cora!”“Kenapa kamu harus begitu sombong dengan semua syaratmu itu hah?!”“Kamu ingin aku meminta maaf padamu di publik?! Mimpi! Aku tidak akan pernah melakukan hal itu! AKU ERIC WIJAYA! Untuk apa aku meminta maaf pada orang sepertimu?”Lagi-lagi Eric berkata kasar dan menghinanya. Cora menahan airmatanya sembari berusaha melepaskan diri.“Dan mengembalikan uang royalti ? Kamu memang tidak berhak mendapatkannya dan aku tidak akan membiarkan kamu menikmatinya sepeser pun!”“Kamu pikir dirimu istimewa? kalau bukan karena Cry
Sore itu, Heri sedang berada di ruang rapat menemani bosnya, Reno.Tiba-tiba saja telepon genggamnya bergetar dan ia melihat nama Tiara di sana.Heri melirik Reno, karena sesungguhnya ia tidak ada hubungan pekerjaan dengan Tiara. Salah satu alasan ia memiliki nomor Tiara, karena Gadis itu adalah sahabat istri bosnya—Cora. Sehingga Heri merasa yakin jika Tiara menghubunginya karena Cora.Heri beranjak dari duduknya dan berjalan keluar ruangan rapat. Lalu ia mengangkat panggilan itu.“Halo, Pak Heri? Ini Tiara.”“Ada apa Nona Tiara?” tanya Heri sambil memasukkan satu tangannya ke dalam kantong celana.“Pak Heri, Anda bilang saya boleh menghubungi Anda jika terjadi sesuatu yang berhubungan dengan Cora,” ujar Tiara dengan nafas yang masih sedikit terengah-engah.“Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Heri dengan nada tenang.“Seharusnya sore ini aku bertemu dengan Cora di cafe. Tetapi Cora tidak pernah sampai.” ujar Tiara menerangkan.“Mungkin saja Nona Cora terlambat karena masih ada pek
Beberapa saat yang lalu.Tiara sampai di cafe reborn dan langsung mencari tempat untuknya dan Cora duduk. Untung saja ia masih mendapatkan tempat di jam pulang kantor seperti saat ini.Terlambat sebentar saja, mereka berdua mungkin tidak akan mendapat meja di cafe tempat mereka berdua biasa bertemu.Saat seorang pelayan datang, Tiara langsung memesan 2 gelas kopi. Satu untuknya dan satu untuk Cora.Sambil menunggu, ia pun membuka telepon genggamnya dan bermain salah satu game puzzle yang disukainya.10 menit berlalu, tiba-tiba saja sebuah pop up notifikasi pesan muncul di atas layar telpon gengamnya. Cora my bestie: “Ada yang mengintai, selamatkan dirimu!”Tiara yang sedang bermain games membacanya sambil lalu saja. Namun saat menyadari pesan yang baru saja dibacanya, Ia tertegun.Pesan apa itu? Batinnya sambil menyelesaikan gamesnya kemudian beralih pada aplikasi pesan singkat itu. Ia merasa heran mengapa Cora mengiriminya teks seperti itu. Apa maksudnya?Namun saat ia membuka kon
Cora menatap Eric dengan heran.Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Eric jauh lebih picik dari yang pernah ia duga.1 miliar untuk semua yang pernah dia lakukan? Pengkhianatan, karya yang dia curi dan hancurkan, serta semua intimidasi, cemoohan dan perlakuan kasarnya? Apa Eric pikir ia masih sepolos dan senaif dulu?Namun keinginan Eric untuk memberinya kompensasi justru membuat Cora bertambah curiga.Ada apa sebenarnya? Bukankah dia sudah berhasil mengklaim adorable glam dan menghancurkan laptopnya? Apa lagi yang diinginkannya sehingga dia sampai bersusah payah meyakinkannya, dan rela membayarnya 1 miliar untuk mengeluarkannya dari Fragrant Harbour?!“Eric, kenapa kamu begitu ingin menyuruhku pergi dari kota ini?” Pertanyaan itu pun tercetus.Entah sudah berapa kali Eric mengusirnya pergi dari Fragrant Harbour. Dan sekarang, pria itu bahkan menawarkan kompensasi 1 miliar asalkan ia melakukan 3 hal untuknya; melupakan apa yang pernah terjadi, membatalkan keikutsertaan IJD dan lagi-la
“Nona Cora, Bapak Eric ingin bicara. Silahkan masuk ke dalam mobil.” Edo berbicara dengan menatap Cora penuh arti sambil ia membuka pintu mobil BMW berwarna hitam itu untuknya.Cora melirik ke dalam mobil itu, dan mendapati tidak ada seorang pun di sana, tidak juga Eric.“Aku sudah ada janji dengan teman. Jadi lain kali saja…” tolak Cora sambil ia mulai berjalan menjauh.“Nona, sebaiknya anda masuk ke dalam. Bapak tidak menerima penolakan—” Edo menyusul dan menghalangi jalan Cora.“Kalau begitu, Bapak Eric harus belajar menerima kata TIDAK,” sergah Cora dengan penekanan sambil menatap Edo dengan tajam.Cora tidak ingin diintimidasi dan dipaksa melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Tidak, Eric tidak lagi bisa melakukan itu! Ia lalu kembali berjalan melewati Edo. Kali ini Edo tidak menghalanginya. Namun Cora mendengar asisten pribadi Eric itu berkata, “Apa Nona ingin terjadi sesuatu dengan Nona Tiara di Cafe Reborn?” Sontak Cora menghentikan langkahnya dan menatap Edo. “Apa kam