Terdengar suara notifikasi dari ponsel Tegar yang dia simpan di saku celana. Untuk mengalihkan perhatian Damar dari pertanyaan yang belum terjawab, Tegar pun bergegas untuk membuka pesan tersebut.“Tampaknya kita harus segera melanjutkan meeting!” ajak Tegar setelah membaca pesan di ponselnya.Seolah tanpa kompromi Tegar segera melangkah meninggalkan Damar. Didahului dengan hembusan napas kasar yang memperlihatkan keengganan, akhirnya Damar pun mengikuti langkah Tegar.Kembali memasuki ruang rapat, Tegar dan Damar dikejutkan kehadiran dua orang yang sebelumnya tidak ada. Ya, Hesti akhirnya datang, begitu juga Adnan yang menjadi perwakilan dari Mulia Abadi yang merupakan rekanan utama bagi Sanjaya Furniture.Damar menyadari kesalahannya, dan saat ini seluruh mata sedang melemparkan pandangan ke arah dirinya.“Lakukan pekerjaan kalian seperti biasa!” perintah Damar kepada beberapa kepala bagian yang saat ini berada di ruang rapat. Sebuah perintah yang diartikan jika Damar telah membatal
Layaknya merayakan sebuah kemenangan, Tegar merogoh kantongnya yang sebenarnya pas-pasan untuk mentraktir karyawan Sanjaya Furniture untuk makan siang bersama di kantin. Lega dan bahagia saat perusahaan yang dirintis oleh sang ayah masih bisa untuk diselamatkan meskipun dirinya tetap tidak akan menjadi mewarisi sepeserpun.Tatapan mata Tegar menyapu ke seluruh ruangan di kantin, tak ditemukannya Cinta di sana. Sebagai salah satu orang yang dianggap turut berjasa, tentu tegar sangat berharap Cinta pun ikut menikmati makan bersama kali ini.Tegar tidak menemukan Cinta di meja kerjanya, di ruang sholat pun tidak dia temukan. Tegar pun melanjutkan pencarian ke ruang administrasi, mungkin saat ini Cinta sedang menemui Bella. Tetapi tampaknya Tegar harus menelan kekecewaan karena Cinta tidak juga dia temukan.Menaiki tangga dengan setengah berlari, berharap bisa bertemu dengan Cinta di sana. Sepi, hanya semilir angin yang menyambutnya kehadiran Tegar di roof top. Dengan napas yang sedikit n
Setelah Damar menikah dengan Aura, Cinta tidak pernah lagi makan siang di luar. Jika tidak makan siang di kantin, sudah pasti Cinta akan makan enak dengan bekal makan siang yang di bawa oleh Bella. Dan siang ini, seolah mendapatkan durian runtuh, Cinta kembali melangkahkan kakinya memasuki sebuah restaurant mewah yang letaknya tidak jauh dari tempatnya bekerja.Cinta yang dahulu sering datang bersama Damar ke restaurant tersebut akan dengan mudah menemukan Aura yang sudah memberi tahu nomor meja kepadanya. Cinta meyakini ada masalah yang sangat penting hingga adiknya itu mengajaknya bertemu di luar.“Sudah menunggu lama?” tanya Cinta sambil menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi yang tepat berada di depan Aura.“Tidak,” jawab singkat Aura.“Kenapa?” tanya Cinta tiba-tiba, karena tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya melihat mata sembab Aura.Sejak menikah dengan Damar, hanya kebahagiaan yang selama ini ditunjukkan oleh Aura di depan kakak dan ibunya, tapi kali ini Aura tidak bisa men
Pagi yang cerah, matahari menyinari bumi membawa kehangatan, kicau burung pun terdengar sangat merdu, tetapi semua itu tetap tidak bisa membuat sirna mendung yang bergelayut di hati Cinta dan Utari.Dua wanita yang berbeda generasi itu melangkahkan kakinya dengan terburu-buru menyusuri lorong rumah sakit. Pandangan Cinta tidak luput pada nomor ruangan yang tertulis di atas pintu, hingga akhirnya mereka sampai pada ruangan yang nomornya sama dengan yang tertulis pada pesan di ponsel Cinta.Dengan perlahan Cinta menggerakkan handle pintu ruang rawat inap kelas VIP. Setelah pintu terbuka, Cinta dan Utari melihat Aura yang sedang terbaring lemah tak berdaya di atas brankar. Utari tidak bisa menahan kesedihan melihat putri bungsunya yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan air matanya yang jatuh berderaian. Cinta memapah sang ibu yang sepertinya sudah mulai tidak kuat untuk melanjutkan langkahnya. Dengan terseok-seok akhirnya Utari bisa menc
Dengan tatapan yang nanar Tegar terus memandangi foto USG yang ada di tangannya. Sedih, itulah yang dirasakan oleh Tegar saat dirinya mendengar kabar jika Aura mengalami keguguran. Dipandanginya lagi foto USG janin yang dia yakini sebagai anaknya. Terasa lengkap sudah penderitaan Tegar sebagai sosok yang terbuang, hanya sejenak mengenal sang ayah, dibuang oleh ibu kandung, ditolak wanita yang dicintai, dan kini anaknya pun harus pergi sebelum mengenal dirinya.Sungguh sesuatu yang sulit dipercaya bagi Tegar, beberapa hari yang lalu saat mengantarkan Aura memeriksakan kandungannya, dokter pun memberitahukan jika ibu dan bayinya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja, tetapi kini gedang telinganya bergetar kala menerima kabar bayi itu telah tiada.Tegar bergegas mengambil kunci mobil yang sudah menjadi barang inventaris kantor untuknya. Pria itu segera meninggalkan ruang kerjanya, suara bising mesin-mesing pertukangan mengiringi tiap langkah Tegar keluar dari pabrik.Ingin rasanya menam
Beruntung perjalan dari rumah sakit tidak macet, sehingga Cinta dan Utari bisa merasa lega karena Damar tidak harus terlalu lama meninggalkan Aura sendiri di rumah sakit. Tetapi tampaknya Damar memang masih ingin berlama-lama dengan Cinta, hingga dia membantu membawa barang yang sebenarnya tak seberapa.Dengan sengaja Cinta tidak menawarkan rehat sejenak atau pun segelas minuman kepada Damar agar mantan kekasih yang kini berstatus sebagai adik ipar itu bisa segera kembali ke rumah sakit untuk menjaga Aura yang baru saja keguguran.“Terima kasih,” ucap Cinta kepada Damar setelah pria itu meletakkan barang-barang bawaan dari rumah sakit di atas meja yang berada di ruang tamu.“Ibu ke kamar dulu, Ta!” Dengan wajah yang terlihat sangat lelah, Utari berjalan perlahan menuju ke kamarnya.Damar menatap punggung Utari yang semakin menjauh dan akhirnya tak terlihat lagi setelah memasuki kamar dan menutup pintu. Ya, keberadaan Damar di sana seolah ingin memastikan jika ibu mertuanya benar-benar
“Selamat Pagi!"Suara Utari berhasil membuat Aura terkejut, ada ketakutan di hati Aura jika sang ibu mendengarkan apa yang dia ucapkan di hadapan Tegar tadi.“Pagi, Bu!” jawab Tegar dengan suara yang terdengar sangat tenang.Tegar segera berdiri saat melihat Utari semakin mendekat, lalu mempersilakan wanita paru baya itu untuk duduk di kursi yang tadi dia tempati.“Sepertinya ibu pernah melihat Nak …”“Tegar,” sahut Tegar sembari memperkenalkan diri kepada Utari.Utari pernah melihat Tegar mendatangi rumahnya dan sering mendengar nama Tegar disebut oleh kedua putrinya.“Nak Tegar kog bisa ada di sini?” tanya Utari basa basi, toh sebenarnya dia sudah mengetahui alasan Tegar berada menemui Aura. “Terus Damar dimana?” Kini pertanyaan di arahkan kepada Aura.“Tadi Damar menghubungi saya untuk menemani Aura sampai Ibu datang, karena hari ini Damar ada meeting mendadak,” jawab Tegar.Apa yang diutarakan oleh Tegar bukanlah alasan yang mengada-ada, karena memang benar Damar yang meminta tolo
Setiap kali melihat sosok itu melintas di hadapannya, jantung Cinta akan berdebar lebih kencang dari biasanya. Seperti siang ini, saat Tegar melangkah menuju ke ruang kerja Damar. Cinta memejamkan matanya, dalam diam mantan kekasih Damar itu berdoa agar kedatangan Tegar kali ini tidak menimbulkan masalah untuk Aura.Meskipun saat ini Cinta terlihat sangat fokus dan dengan konsentrasi penuh, tetapi sebenarnya pikiran Cinta justru terbagi pada kesehatan Aura dan dua pria yang saat ini sedang berada di ruan kerja Damar.Tanpa sadar Cinta menggelengkan kepalanya, saat keinginan untuk menguping pembicaraan antara Tegar dan Damar kembali terlintas di benaknya. Bukan hanya merupakan sesuatu yang tidak terpuji, tetapi jika sampai ada yang mengetahui perbuatannya tersebut, sudah pasti Cinta akan mendapatkan malu.“Tegar!”Detak jantung Cinta terasa mengalami percepatan berkali-kali lipat saat dia mendengar Damar memanggil nama Tegar dengan suara yang sangat keras. Cinta beserta beberapa rekan