Share

Bab 11

Beberapah hari kemudian tepatnya di malam hari, aku memutuskan menghubungi Kakak ku.

“Hallo!" Sudah lama aku tidak mendengar suara itu, suara yang entah kenapa membuatku merasa bangga menjadi adik kandungnya. Kisah perjalanan hidup yang membuatku kagum sekaligus merasa prihatin padanya, bukan karena aku kasihan, hanya saja semua terlalu rumit bagiku untuk memahami semua yang terjadi, terlalu menyedihkan. Aku masih terlalu mudah untuk memahami pikiran orang dewasa.

"Halo Kak, apa kabar?” Andai bisa jujur, setiap berbicara dengannya aku merasa seperti orang yang tidak tahu apa – apa di muka bumi ini, dia selalu unggul dalam segala hal, serba tahu, dan mmmm entahlah. Kadang dia seperti cerminan dari Ayahku.

“Baik, kau sendiri gimana? Apa kau baik – baik saja disitu setelah meninggalkan kuliahmu, kalau boleh jujur aku sangat kece__”

dia menarik napas dalam - dalam, aku diam saja, aku tahu dia akan mengatakan itu. Aku sudah mendengar semuanya dari Ibu. Aku sempat di hubungi beberapa kali oleh dia tapi aku tidak pernah menjawab panggilan telfnonnya.

Dia adalah orang pertama yang sangat menyayangkan keputusanku untuk berhenti kuliah. Itu sah – sah saja, mengingat, dialah yang membiayai pendidikanku. Hanya kata 'maaf' yang bisa ku katakan padanya, tapi aku masih terlalu malu dan bahkan egois untuk mengatakan kata yang bahkan hanya mengandung empat huruf.

“Ah, sudalah, lupakan saja, lagian kan kau masih mudah. Masih banyak waktu untuk merenungkan semuanya. Di lain waktu, kau bisa melanjutkan pendidikan yang sesuai dengan keinginanmu.”

Aku mendongak keatas, perkataannya barusan membuatku semakin merasa bersalah. Ya Tuhan, manusia macam apa aku ini.

“Kau telfonan sama siapa?" Tiba – tiba aku mendengar suara. Suara yang tidak jauh, tepat berada disamping Kakak ku. Dia siapa? Itu suara perempuan. Apa itu Istrinya? Yang pernah diceritakan Ibuku.

“Adikku, kau masih ingat! Orang yang sering kuceritakan padamu, dia adalah adik yang sangat ku banggakan, kau harus bertemu dengannya.” Jawab kakak ku.

“Oh, salam untuk dia!" Entah kenapa Suara perempuan itu terdengar dingin di telingah ku__

“Kau dengar Ciang, Istriku mengirim salam untukmu.”

Ya Tuhan, Secepatnya inikah waktu berlalu. Rasanya baru kemarin kami merasakan hidup sebagai anak – anak. Dan sekarang__ seakan tidak percaya__ Kakak ku satu – satunya orang yang aku banggakan telah menikah.

Ibuku pernah menceritakannya padaku, tapi saat itu aku tidak langsung mempercayai kabar itu, lebih tepatnya aku tidak yakin dia akan menikah secepat itu. Sangat tidak mungkin dia akan segera menikah. Ditambah lagi, kedua Orang Tuaku tidak merestui hubungan mereka.

Bukan hanya itu, kabar yang kudengar, keluarga dari Ibuku juga tidak ada seorang pun yang datang di pernikahan mereka.

Bukan karena tidak ingin menghadiri pernikahannya, tapi mendengar kabar bahwa kedua Orang Tua ku tidak memberikan restu, mereka memutuskan sepakat untuk tidak datang dihari pernikahan Kakak ku andai itu benar - benar terjadi dengan harapan itu tidak akan pernah terjadi.

Namun takdir berkata lain, Kakak ku tetap memutuskan untuk menikahi wanita pilihannya itu. Orang Tua ku tidak bisa berbuat apa –apa, semua sudah terjadi, lagi pula, memisahkan dua insan yang sedang di mabuk asmara sangatlah sulit. Benar – benar hubungan yang rumit.

Aku sendiri tidak mengerti mengapa pihak dari keluargaku tidak ada yang mendukung hubungan mereka! Sampai akhirnya aku tahu apa yang sebnarnya terjadi. Waktulah yang menjawab semuanya.

“Hallo,,,! Hallo,,,! Hallo,,! Ciang? Apa kau mendengarku!” Lamunanku terputus.

aku dikejutkan oleh suaranya.

"Eh, Ia Kak, maaf! Aku sedang melihat dan memperhatikan sesautu.” Aku mencoba mencari alasan.

“Ya ampun, kau melihat apa? Dari tadi aku terus memanggilmu, tapi kau hanya diam, aku hampir saja memutuskan panggilanmu.”

“Maaf Kak, bukan apa – apa kok, hehehe”

“Ya sudah, Istriku kirim salam untukmu”

“Salam balik untuknya Kak.”

“Terus apa rencanamu selanjutnya? Tidak mungkin kan kau menelfonku tanpa ada sesuatu yang ingin kau katakan bukan?"

Kakak ku benar, tidak mungkin aku menelfonnya tanpa ada sesuatu. Hubungan darah ini membuat segalanya mudah ditebak.__Tapi hanya untuk sementara, beberapa tahun kemudian, dialah orang yang paling aku benci setelah Ayahku__ Baiklah, aku rasa ini sudah waktunya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status