Share

Bab 4

Penulis: Fairuz
Jared yang terdiam lama akhirnya berkata, “Sebaiknya bawa dulu dia ke rumah sakit. Kalau terjadi sesuatu padanya, kita nggak akan bisa mempertanggungjawabkannya pada Keluarga Winata.”

Begitu mendengar ucapan itu, Theo baru memapahku berdiri. Saat berada di lift, aku tidak dapat berdiri tegak dan hanya bisa bersandar padanya. Namun, dia malah menghindariku dengan ekspresi jijik dan hanya menggunakan sebelah tangan untuk menahanku.

Ketika naik ke mobil, Lucia duduk di kursi penumpang depan tanpa ragu. Dulu, pernah tertempel stiker bertulisan “Tempat duduk khusus Putri Chloe” di depan. Entah sejak kapan, stiker itu sudah berubah menjadi “Tempat duduk khusus Putri Lulu”.

Aku memejamkan mata. Entah sejak kapan, hujan mulai turun di luar jendela.

Ketika hampir tiba di rumah sakit, Lucia tiba-tiba menatap Jared dengan panik dan berkata, “Kak Jared, kalungku sepertinya ketinggalan di rumah Chloe. Itu hadiah ulang tahun pemberian ayahku sebelum dia meninggal. Aku harus menemukannya!”

Jared langsung cemas. “Barang sepenting itu harus ditemukan.”

Theo juga berkata, “Kenapa masih melongo! Cepat putar balik!”

Pakaianku sudah dibasahi keringat dingin karena aku merasa kesakitan. Keinginan untuk bertahan hidup membuatku memohon pada mereka lagi.

“Boleh antar aku ke rumah sakit dulu?”

Baru saja aku selesai berbicara, Theo langsung berseru marah padaku, “Mulai lagi! Kamu mau cemburu sampai kapan? Itu barang peninggalan ayahnya untuknya!”

Jared juga menambahkan dengan kening berkerut, “Kami bukannya menolak untuk antar kamu ke rumah sakit. Setelah kalungnya ketemu, kami akan antar kamu ke rumah sakit.”

Jelas-jelas, kami akan tiba di rumah sakit begitu melewati satu belokan. Jelas-jelas, aku sudah hampir mati karena kesakitan.

Insiden di puncak gunung seminggu lalu kembali berputar di benakku. Aku tidak bisa mempertaruhkan nyawaku lagi dengan percaya bahwa mereka akan berubah pikiran.

Aku berusaha menopang tubuhku, lalu berkata dengan nada tegas, “Tinggal satu belokan lagi. Kalian turunkan saja aku di pinggir jalan. Aku bisa pergi ke rumah sakit sendiri.”

Suasana dalam mobil tiba-tiba hening untuk sedetik. Kemudian, Theo tiba-tiba membuka pintu mobil dan menunjuk ke arah jalanan yang dibasahi hujan.

“Kalau mau turun, turun sekarang juga! Jangan habiskan waktu kami!”

Darahku langsung mendidih. Aku bergeser ke luar dengan kesal.

Awalnya, aku kira mereka tidak akan sampai hati, setidaknya mereka tidak seharusnya menurunkan aku yang penyakit jantungnya sedang kambuh di pinggir jalan.

Tak disangka, tepat pada saat aku jatuh ke lantai, terdengar suara pintu mobil ditutup di belakangku. Ketika aku mendongak lagi, mobil itu sudah melaju pergi.

Jared dan Theo yang berada dalam mobil sama sekali tidak menoleh. Kedua pemuda yang dulunya selalu berada di sisiku itu akhirnya menjauh dan pergi.

Ketika tersadar kembali, aku sudah berada di rumah sakit. Jika bukan karena ada pejalan kaki baik hati yang menolongku, aku mungkin sudah tidak akan pernah sadar lagi.

Pikiranku yang kacau tiba-tiba menjadi jernih begitu aku membuka mata.

Hal yang aku kira abadi ternyata hanyalah angan-angan belaka. Kami bertiga pernah berjanji untuk saling menemani seumur hidup. Namun, mereka yang terlebih dahulu mengingkari janji itu. Berhubung begitu, aku juga tidak perlu lagi menjaga janji itu dengan susah payah.

Dalam tiga hari selama aku dirawat di rumah sakit, Theo dan Jared mengirim sangat banyak pesan, juga menelepon berkali-kali. Namun, aku tidak membalas maupun menjawab semuanya.

Di internet, mulai muncul berita-berita negatif mengenai Keluarga Winata. Katanya, kami memaksa ayahnya Lucia bekerja terlalu keras hingga akhirnya menyebabkan dia meninggal. Namun, kami bahkan tidak meminta maaf, juga membuat putrinya menjadi anak yatim yang tidak memiliki tempat bersandar.

Aku menghubungi tim pengacara Keluarga Winata dengan tenang.

“Siapa yang sebarkan rumor itu? Tuntut dia tanpa ampun.”

Di hari aku keluar dari rumah sakit, aku membuang kartu telepon lamaku dan mengganti ponsel baru. Aku juga menyuruh orang untuk membereskan vilaku, lalu membuang semua hadiah yang pernah diberikan Jared dan Theo kepadaku.

Aku melepas cincin buatan tangan yang melambangkan persahabatan kami bertiga, juga menarik kembali semua dana yang aku investasikan ke perusahaan Jared dan Theo.

Setelah memutuskan semua hubungan dengan mereka, aku kembali ke kediaman Keluarga Winata dan dengan tenang menunggu pernikahan yang akan dilangsungkan sebulan lagi.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Cinta Telah Mati dan Harapan Pupus   Bab 9

    Segala sesuatu bisa berubah. Hanya saja, aku tidak mengira perubahannya secepat ini.Baru saja aku hendak berbicara, tiba-tiba muncul sebuah payung besar di atas kepalaku. Levin muncul di belakangku dan berkata dengan lembut, “Sudah selesai bicara? Ayo masuk.”Aku menemukan sedikit kecemasan yang tersembunyi dalam matanya. Levin merasa takut. Dia takut kebersamaan kami selama sebulan yang pendek ini masih tidak dapat menandingi belasan tahun yang kuhabiskan dengan Jared dan Theo.Namun, dia tidak tahu bahwa segala sesuatu bisa berubah. Theo dan Jared bisa berubah, aku juga bisa berubah.Aku menggenggam tangan Levin, lalu menatap kedua pria yang terlihat menyedihkan di depanku.“Janji itu bisa berubah. Sekarang, aku pilih Levin.”Seusai berbicara, aku menarik Levin masuk ke rumah.Keesokan harinya, saat aku bangun dan dirias untuk menghadiri upacara pernikahan, aku baru tahu bahwa Jared dan Theo berdiri di luar semalaman. Mereka baru pergi dengan terhuyung-huyung setelah fajar menyingsi

  • Ketika Cinta Telah Mati dan Harapan Pupus   Bab 8

    Malam ini, hujan juga turun seperti hari di mana Jared dan Theo menurunkanku dari mobil pada hari itu. Hanya saja, situasinya kali ini terbalik. Aku berdiri di bawah atap, sedangkan mereka kehujanan.Kedua orang itu terlihat menyedihkan. Jas mereka juga sangat kusut.Theo terlebih dahulu berkata, “Chloe, kami sudah dipecat sama dewan direksi, juga diboikot di industri ini! Sekarang, kami bahkan nggak dapat pekerjaan. Kenapa kamu tega melakukan hal seperti ini!”Begitu mendengar ucapannya, aku pun tertawa. Bumerang yang mereka lempar dulu akhirnya mengenai diri mereka sendiri. Pada hari aku memutuskan untuk mengakhiri semua hubunganku dengan mereka, aku sudah mentransfer semua sahamku. Orang yang menerima sahamku itu tidak lain adalah saingan terbesar mereka. Berhubung orang itu telah menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan dan memiliki dendam dengan mereka, hal pertama yang dilakukannya begitu mengambil alih perusahaan adalah mengadakan rapat dewan direksi dan memecat mereka.M

  • Ketika Cinta Telah Mati dan Harapan Pupus   Bab 7

    “Makasih atas bantuanmu tadi.”Setelah naik ke mobil, aku berinisiatif untuk menjaga jarak dengan Levin. Meskipun kami akan segera menikah, dia masih adalah orang asing bagiku.Aku kira dia akan mengantarku pulang. Tak disangka, dia malah langsung melajukan mobilnya ke sebuah restoran.“Kita makan saja dulu. Habis makan, kita baru bicara lagi.”Di luar dugaan, semua makanan yang dipesan Levin adalah makanan favoritku. Ketika aku hampir selesai makan, tiba-tiba terdengar lantunan piano yang romantis di restoran.Levin berjalan ke hadapanku, lalu berlutut dengan satu kaki sambil menyodorkan sebuah cincin permata yang sangat besar ke arahku. Dia menatapku dengan penuh perasaan dan berkata, “Ini cincin yang sudah kusiapkan untukmu dari awal. Aku mau menyematkan cincin ini ke jarimu secara pribadi.”Aku pun tercengang. Bukankah kami hanya murni dijodohkan demi kepentingan keluarga?Dia menyadari kebingunganku dan tersenyum sambil menunduk.“Kita lahir di rumah sakit yang sama. Selama ini, a

  • Ketika Cinta Telah Mati dan Harapan Pupus   Bab 6

    Ekspresi Lucia langsung berubah drastis. Ketika Theo dan Jared tanpa sadar ingin menghampiriku, dia tiba-tiba berkata sambil menangis, “Andaikan saja ayahku masih hidup ....”Theo dan Jared langsung terkejut, lalu berjalan ke arah Lucia lagi.“Lulu, kamu kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba teringat ayahmu?”Lucia yang diapit oleh dua orang menangis tersedu-sedu.“Saat masih hidup, keinginan terbesar ayahku adalah melihatku menikah. Aku lagi mikir, entah betapa gembiranya dia kalau bisa melihatku mengenakan gaun pengantin. Sayangnya, dia nggak bisa melihatnya lagi ....”Air mata Lucia mengalir bagaikan keran. Theo merasa sangat sakit hati. Dia buru-buru menyeka air mata Lucia sambil menghibur, “Lulu, jangan nangis ....”Ketika aku sedang menonton pertunjukan seru itu, Jared tiba-tiba berbalik dan membentakku, “Chloe, cepat minta maaf sama Lulu!”Aku pun tercengang dan tidak memercayai pendengaranku. “Kenapa aku harus minta maaf?”Jared mengadang di depan Lulu dan berkata dengan penuh keadila

  • Ketika Cinta Telah Mati dan Harapan Pupus   Bab 5

    Setelah memulihkan diri di rumah beberapa hari, aku menerima telepon dari tunanganku, Levin Januar untuk yang pertama kalinya. Suaranya terdengar berat dan merdu.“Halo, Chloe. Aku Levin.”Meskipun aku sudah dijodohkan dengan Levin sejak lahir, aku tidak pernah bertemu dengannya. Dalam bayanganku, dia tidak terlalu tampan. Lebih tepatnya, semua aspek yang dimilikinya tidak memenuhi standarku. Jika tidak, pewaris keluarga kaya sepertinya tidak mungkin masih belum berpacaran atau menikah setelah aku menolak perjodohan ini.“Halo.”Aku merasa agak gelisah karena tidak tahu apakah dia menelepon untuk menolak perjodohan ini atau bukan. Bagaimanapun juga, perselisihanku dengan Theo dan Jared sudah tersebar dalam lingkaran sosial kami.Namun, aku tidak menyangka dia malah bertanya, “Gaun pengantin yang kamu pesan sebelumnya sudah sampai di toko. Kamu mau pergi mencobanya hari ini?”Aku menjawab dengan pelan, “Oke. Sampai jumpa nanti.”Saat aku tiba di toko gaun pengantin, Levin masih belum d

  • Ketika Cinta Telah Mati dan Harapan Pupus   Bab 4

    Jared yang terdiam lama akhirnya berkata, “Sebaiknya bawa dulu dia ke rumah sakit. Kalau terjadi sesuatu padanya, kita nggak akan bisa mempertanggungjawabkannya pada Keluarga Winata.”Begitu mendengar ucapan itu, Theo baru memapahku berdiri. Saat berada di lift, aku tidak dapat berdiri tegak dan hanya bisa bersandar padanya. Namun, dia malah menghindariku dengan ekspresi jijik dan hanya menggunakan sebelah tangan untuk menahanku.Ketika naik ke mobil, Lucia duduk di kursi penumpang depan tanpa ragu. Dulu, pernah tertempel stiker bertulisan “Tempat duduk khusus Putri Chloe” di depan. Entah sejak kapan, stiker itu sudah berubah menjadi “Tempat duduk khusus Putri Lulu”.Aku memejamkan mata. Entah sejak kapan, hujan mulai turun di luar jendela.Ketika hampir tiba di rumah sakit, Lucia tiba-tiba menatap Jared dengan panik dan berkata, “Kak Jared, kalungku sepertinya ketinggalan di rumah Chloe. Itu hadiah ulang tahun pemberian ayahku sebelum dia meninggal. Aku harus menemukannya!”Jared lang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status