Setelah Cassia menjadi sekretaris, sekaligus kekasih Navish selama tujuh tahun, kini pria itu malah bertunangan dengan wanita lain. Cassia merasa hatinya hancur dan berniat mengundurkan diri. Namun pada saat itu, Navish malah membatalkan pertunangannya di hadapan umum. Di sebuah acara lelang, ketika semua orang mengira Navish akan melamar Cassia, sosok wanita yang disebut "cinta sejatinya" muncul. Melihat wajah Cassia dan wanita itu yang sangat mirip, semua orang sontak berbisik menggunjingkannya. Pada saat itulah, Cassia akhirnya menyadari ... ternyata selama ini, dia hanyalah seorang pengganti.
View MoreNatalia’s POV
The dream felt so real. I could feel his hands on me. His lips traced the tender spots on my neck. His touch sent shivers down my spine. I closed my eyes. I hoped it would never end. But then, his voice cut through the air.
"Never."
I gasped. My eyes flew open. The room was empty.
It had been two years since I married Adrian Miller. He was the future alpha of the Crystal Blood Pack. Two years of trying to win his affection. Two years of failing. I tried to prove I was worth his love. I tried to show I was worth being his true mate. But he never marked me. In the world of werewolves, that was everything. The mark meant connection. It meant devotion. It meant belonging. But I never received it, even though I was his wife. He wasn’t home most of the time. I longed for his touch.
I sighed heavily. I sat up and yawned. My eyes landed on the clock. My stomach dropped.
"Shit! I’m going to be late."
I rushed through the morning routine. I was desperate to make it to my checkup with Dr. Harold Reid at the pack hospital. As I hurried down the stairs and out the door, my mind wandered. Maybe, just maybe, this time I’d be pregnant. A child could change things. It could bring Adrian home more often. It could make him see me. It could make him really see me.
I arrived at the hospital. My nerves tightened with every passing second. Dr. Harold's face was kind. The process was clinical. He drew blood and took his time. He promised to return soon. As I waited, my mind returned to Adrian. To our marriage. If I wasn’t pregnant, I would finally end it. I needed peace. I needed my sanity.
When Dr. Harold returned, his smile made my heart race.
"Congratulations!" he said, his eyes shining.
My heart leapt. "Really?" I couldn’t help but smile. I placed a hand on my stomach. "There’s a baby?"
“Babies,” he corrected gently.
I blinked, stunned. "Twins?"
His smile widened. “Triplets.”
I froze. I blinked again to make sure I had heard him correctly. “Triplets?”
"Yes, you’re having triplets," he confirmed. His tone was warm but serious.
A rush of joy filled me. Then, I became aware of the delicate nature of my pregnancy. The doctor’s next words sobered me.
“Your uterine walls are very thin,” he warned. “Be careful.”
I nodded quickly. I tried to push down the growing fear for the three little lives growing inside me. "I’ll take care of myself. Thank you, Dr. Harold," I said. I left the hospital, my joy clouded by concern.
When I came home, my joy turned to ash.
Adrian was sitting on the couch. His arm was draped around Lynda, my husband's childhood friend, was sitting there looking all innocent and wronged.
He was comforting her gently. The sight of him, so tender, so attentive to her, while I had been nothing but an afterthought, was like a knife to my heart.
He looked at me. His eyes were cold, full of venom. "How dare you come back? How dare you bullied Lynda?" he spat.
I froze. Confusion and hurt flooded me. "What... what are you talking about?"
His face twisted with disgust. "Oh, please. You make me sick. You put something in Lynda's medicine? She suddenly had a stomachache today!"
What? I am the healer of the pack. I often write prescriptions to help pack members maintain their health. I replied, "She isn't sick at all. The prescription I gave her was just for calming her nerves. It has no side effects whatsoever!"
"Then why is she like this? You really disappoint me. You must apologize to Lynda today!"
Honestly, I was so tired of this. Ever since Lynda came back from the neighboring pack a few months ago, she’s been making it her mission to cause trouble for me.
I couldn’t take it anymore. I turned and hurried to our bedroom. I locked the door behind me.
I had hoped, foolishly, that our marriage could be salvaged. I thought that if I could just get pregnant, things would change. But I had been wrong.
Tears rolled down my cheeks. Just then, I heard the door to the bedroom fly open. Adrian stood there. His expression was fierce.
"Adrian, I won't apologize to Lynda—"
Before I could finish my sentence, he slammed the door shut behind him. His eyes were dark with fury.
"I know what you’re up to," he spat. His gaze was colder than I had ever seen it. "You’ve been plotting all along. Trying to trap me. Trying to make me feel obligated. But I won’t be your fool anymore. I’m done."
I felt my heart drop into my stomach. "Adrian..."
He stepped closer. His face was just inches from mine. "You’ve humiliated me enough. I should’ve done this a long time ago. This marriage is over."
His words cut through me like a blade. He wasn’t just rejecting me. He was rejecting everything. All the hopes. All the dreams. All the promises I had held onto so desperately.
"Adrian," I whispered. My voice was breaking. "Please don’t do this."
He looked at me with cold, emotionless eyes. "It’s already done. You and I... we’re finished. I want a divorce!"
The weight of his words hit me.
Adrian was walking away. I managed to choke out, "But... I’m pregnant..."
He froze. He turned back toward me slowly. His expression flickered for just a moment—surprise, maybe even confusion—but then his gaze hardened once more.
"I don’t want the child you're carrying. Get rid of it!" he said. His voice was flat. "You are not good enough to be my children's mother!"
I collapsed onto the bed. I clutched my stomach. My body trembled. My heart was broken in ways I never thought possible.
I’m carrying three little lives, Adrian. And you’ll never know them.
“Okay. Then let’s divorce,” I said calmly.
"Maksudmu ... kita pernah bertemu sebelumnya?""Waktu wisuda sebagai lulusan terbaik, aku pernah melihatmu. Saat itu, aku kehilangan naskah pidatoku dan kamu yang membantuku mencarinya."Cassia menatap pria di depannya, pikirannya melayang ke masa kuliah.Saat itu, sebagai perwakilan lulusan terbaik, dia harus berpidato. Saat sedang menghafal naskah di belakang panggung, dia memang bertemu dengan seorang mahasiswa laki-laki yang juga sedang bersiap untuk pidato.Naskah pidato pria itu hilang, jadi Cassia membantunya mencarinya cukup lama. Akhirnya, mereka menemukannya di salah satu sudut.Namun, saat itu Cassia terlalu gugup, jadi dia sama sekali tidak ingat seperti apa wajah pria itu. Ternyata itu Jarvis?"Pria itu ... kamu?""Kamu ingat sekarang?"Jarvis tersenyum. "Sayangnya, saat itu kita sudah lulus. Setelah itu, aku mencari kabar tentangmu, tapi nggak bisa menemukan apa pun. Sampai beberapa tahun kemudian, di sebuah acara proyek, aku melihatmu lagi. Aku baru tahu kamu jadi sekret
Sebelum Navish sempat menjawab, tiba-tiba beberapa polisi muncul dari kejauhan."Dengan Bu Amanda?"Jantung Amanda langsung berdetak kencang. Tanpa pikir panjang, dia berbalik untuk kabur, tetapi polisi langsung menangkapnya dan menahannya di dinding."Bu Amanda, 'kan? Kami menduga Anda terlibat dalam kasus penghasutan dan percobaan penganiayaan. Silakan ikut kami untuk membantu penyelidikan!""Aku nggak bersalah! Aku nggak melakukan apa-apa!" Amanda panik. Padahal semuanya sudah diatur dengan rapi. Apa mungkin Jarvis benar-benar ikut campur dalam urusan ini?"Pak Jarvis, terima kasih atas informasinya. Kami akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas!"Cassia mengernyit. Dia mengira masalah ini sudah selesai sejak lama. Tak pernah terbayangkan bahwa Jarvis diam-diam masih menyelidiki semuanya.Hatinya menghangat. Cassia menggenggam tangan Jarvis lebih erat.Navish bertanya dengan bingung, "Kasus penganiayaan? Amanda, apa yang sudah kamu lakukan?""Apa yang dia lakukan?" Cassia tersenyum
"Na ... Navish ...." Pria itu tidak menyangka Navish akan tiba-tiba muncul, sampai terkejut setengah mati."Kamu bilang, Jarvis dan Cassia cuma pura-pura nikah?""Aku punya teman yang sangat dekat dengan asistennya Jarvis, katanya memang begitu."Mendengar itu, hati Navish langsung berbunga-bunga. Semangatnya bangkit seketika. Dia baru saja hendak pergi, tetapi teringat pria ini sempat menyebut Cassia sebagai barang bekas. Dia langsung mengambil ember air di samping dan menyiramkannya ke pria itu."Navish! Apa yang kamu lakukan?""Kalau aku dengar sekali lagi kamu menyebut Cassia barang bekas, ganjaran yang bakal kamu terima bukan sekadar air kotor!"Ketika Navish keluar, Cassia juga baru keluar dari toilet wanita. Melihat pria itu, Cassia hanya bisa memutar bola mata dengan pasrah. Dia seharusnya menunggu sampai Navish pergi dulu sebelum keluar.Navish langsung mengadang jalannya, senyuman di bibirnya jelas tidak bisa ditahan. "Cassia, kamu dan Jarvis cuma pura-pura nikah, 'kan? Kalia
Setelah Jarvis memposting sesuatu di media sosial, teman-temannya di lingkaran sosial langsung mengajaknya keluar untuk minum. Mereka bahkan secara khusus meminta agar Cassia dibawa juga.Jarvis tahu Cassia tidak suka acara seperti itu, jadi awalnya dia tidak berniat mengajaknya. Namun, Cassia justru mengambil inisiatif. "Aku ikut. Toh kita sudah menikah, bertemu teman-temanmu juga wajar."Yang paling penting, saat ini dia ingin bersama Jarvis. Bertemu dengan teman-temannya, mengenal lebih jauh tentang Jarvis, itu juga hal yang baik.Blue Lounge adalah kelab paling mewah di Kota Jerada. Di ruang VIP lantai dua, Navish datang lebih awal. Begitu dia muncul, semua orang langsung menggodanya."Eh, bukannya Navish biasanya nggak pernah nongol bareng Jarvis? Kok hari ini datang juga?""Amanda mana? Jangan-jangan tahu hari ini mau ketemu Cassia, jadi sengaja nggak dibawa?"Navish sudah menenggak beberapa gelas alkohol. Dia hanya melirik tajam, semua orang langsung diam."Kak Navish ...." Aman
"Sepertinya dia benar-benar menyesal." Jarvis melihat kesedihan di mata Cassia dan mengira Cassia masih belum bisa melupakan Navish. Dia tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kamu nggak apa-apa?"Cassia mengalihkan pandangannya, lalu memeriksa luka di sudut bibir Jarvis dengan cermat. Setelah yakin darahnya sudah berhenti, barulah dia merasa lega. "Aku nggak apa-apa."Jarvis senang melihat Cassia begitu peduli padanya. "Kamu khawatir padaku?""Kamu suamiku. Kalau aku nggak peduli sama kamu, terus peduli sama siapa?" Cassia mengerutkan dahi dengan kesal. "Navish benar-benar gila. Dia sampai berani memukulmu.""Dia benar-benar ingin memperjuangkanmu kembali." Jarvis penasaran dengan isi hati Cassia. Dia takut Cassia akan menyesali pernikahan mereka."Mustahil." Cassia menolak tanpa ragu sedikit pun. "Perasaanku untuknya sudah lama mati.""Hmm." Jarvis menunduk, senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya.Cassia menyadarinya. "Kamu sudah dipukul orang, masih bisa senyum?""Kalau dengan
Jarvis tak sempat menghindar dan menerima pukulan itu secara langsung. Tubuhnya mundur beberapa langkah karena hantaman keras tersebut.Melihat Jarvis dipukul, Cassia panik dan langsung berlari menghampirinya. "Kamu nggak apa-apa? Jarvis, kamu baik-baik saja?"Pukulan tadi dilayangkan Navish dengan sekuat tenaga. Mulut Jarvis sampai mengeluarkan darah. Cassia yang tidak tahu harus berbuat apa, buru-buru mengeluarkan tisu dari saku dan menyeka darah di bibirnya."Sakit nggak?""Nggak apa-apa, aku nggak merasa sakit."Jarvis menerima tisu dari tangannya dan tersenyum padanya.Saat itulah, pertahanan terakhir di hati Cassia runtuh. Dia berbalik, menatap Navish dengan sorot mata penuh amarah. "Navish, kamu gila? Kamu sadar nggak apa yang baru saja kamu lakukan?""Kamu begitu peduli sama dia?" Melihat raut wajah Cassia yang penuh kepedulian pada Jarvis, hati Navish terasa seperti disayat-sayat.Dulu, tatapan penuh perhatian itu hanya diberikan untuknya. Sejak kapan Cassia mulai menatap pria
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments