Klunting...klunting
Ada kiriman video dari Fajar. Aku menonton video itu.
"Mas, istirahat nanti kita makan diluar yuk? Aku yang traktir!" kata Winda sambil mendekati Mas Fandi
"Maaf ya Winda? Aku lagi sibuk banyak kerjaan!" jawab Mas Fandi. Winda melangkah pergi, sedangkan Mas Fandi sibuk mengerjakan pekerjaannya lagi. Ia tampak asyik mengerjakan sesuatu.
Tak lama kemudian Winda datang membawa makanan dua bungkus.
"Ini Mas, udah aku beliin makan, makan yuk!" ajak Winda dengan senyum menggoda.
Akhirnya Mas Fandi makan berdua dengan Winda sambil ngobrol dan bercanda. Kulihat wajah Winda sangat bahagia.
Ternyata memang Winda yang kegatelan. Berarti memang dia niat merebut Mas Fandi dariku. Lihat saja, kalau sampai mereka berbuat zina akan aku laporkan ke atasan mereka biar keduanya dipecat dari PNS.
Semua gerak gerik mer
Aku memegang kepalaku yang terasa sakit, seperti dihantam sesuatu. Terasa agak pusing, untung aku berpegangan pada meja kasir. Kalau tidak, pasti sudah jatuh tadi."Dasar nenek lampir. Aku akan membuat perhitungan denganmu," kata Winda sambil memegang air mineral botol plastik yang dipukulkan ke kepalaku."Silahkan! Aku tunggu!" kataku lagi sambil memegang kepalaku."Maaf Bu, kalau mau membuat keributan jangan disini," kata pegawai Ind*ma*et pada Winda.Winda yang tampak kesal langsung keluar. Selesai membayar aku menemui pegawai Ind*ma*et."Mas, bisa nggak saya minta rekaman dari cctv ketika saya dipukul tadi?" tanyaku pada pegawai tersebut."Maaf Bu, saya tidak berani memberikannya." Pegawai tetap tidak mau."Itu akan saya pakai untuk laporan ke atasan perempuan itu dan suami saya," kataku lagi."Begini saja B
Kehebohan terjadi di kantorku pagi ini, ketika aku datang. Banyak yang menyapaku atau sekedar menanyakan kabar. Mereka bersimpati dengan kejadian yang menimpaku. Tapi aku yakin, kebanyakan dari mereka sebenarnya kepo. Ingin tahu cerita dariku."Coba aku ada disitu Bu, pasti tambah seru.""Seru kenapa?" tanyaku."Ikut merekam untuk konten di YouTube.""Huuu... Dasar kamu itu bahagia diatas penderitaan Bu Anis.""Lain kali kalau ketemu orang itu lagi, calling saya ya Bu!"Aku tersenyum mendengar komentar mereka, yang membuatku terhibur. Walaupun pikiranku dipenuhi dengan masalah yang selalu datang silih berganti. Setidaknya disini, masalah itu seakan hilang, walaupun nanti kalau sudah di rumah akan kepikiran lagi."Artis video viral sudah datang nih," ledek Sandra."Ish apaan sih, bikin malu saja," sahutku. 
"Jawab Pa! Pakai loud speaker," kataku pada Mas Fandi. Aku sudah sangat kesal.Karena takut dimarahi Mas Hendra. akhirnya Mas Fandi mengangkat panggilan itu."Halo," sapa Mas Fandi."Halo Mas sayang! Lagi ngapain?" tanya Winda."Santai.""Kenapa Mas kok jawabnya kayak gitu? Takut sama nenek lampir ya?""Enggak kok! Ada apa?" jawab Mas Fandi."Nggak apa-apa, kangen sama Mas Fandi. Nggak usah pedulikan omongan Pak Burhan tadi. Kalau memang kita dimutasikan, kita cari tempat yang sama. Aku nggak mau pisah dengan Mas Fandi.""Halo Winda, belum kapok juga ya ganggu suami orang," kataku dengan sedikit emosi."Hei nenek lampir, inget ya, aku akan mendapatkan Mas Fandi, apapun caranya. Aku pastikan kamu akan bercerai dengan Mas Fandi dan Mas Fandi jadi milikku seutuhnya.""Oh silahkan
Mas Fandi disidang lagi oleh keluarganya."Apa maksud kedatangan mereka Fandi?" tanya Mas Hendra dengan emosi. Aku yakin semua anggota keluarga Mas Fandi pasti kecewa dengan kelakuan Mas Fandi."Meminta Anis mengklarifikasi video itu!" jawab Mas Fandi dengan pelan."Klarifikasi apa? Yang salah siapa? Yang unggah video siapa? Bisa-bisanya Anis dibilang mantan istri Mas Fandi. Terus meminta apalagi, Pa? Meminta Papa menikahi Winda?" tanyaku sambil menatap tajam pada Mas FandiMas Fandi diam."Jawab!" Aku membentak Mas Fandi."Iya, mereka meminta Papa menikahi Winda.""Astaghfirullahaladzim, Pa! Sudah Mama bilang jangan dekat-dekat dengan Winda masih saja Papa tidak mau mendengarkan Mama. Terus papa menyetujuinya?""Papa belum menjawab, Ma!""Jujur, Pa? Papa mau menikahi dia?"
Pagi ini aku langsung ke kantor Mas Fandi, sudah janjian dengan Pak Burhan. Aku memarkir mobil di tempat lain, supaya Mas Fandi tidak tahu kalau aku ke kantornya. Suasana kantor belum begitu ramai. Aku pun segera menuju ke ruang Pak Burhan. Pasti Pak Burhan sudah ada di ruangannya, sesuai dengan janjinya akan menemuiku jam delapan pagi."Silahkan duduk Bu Anis! Ada perlu apa ya? Kok sepertinya penting sekali," kata Pak Burhan."Terima kasih Pak. Begini Pak, ini ada imbas dari video viral kemarin. Prosedurnya bagaimana ya, Pak? Saya mau melaporkan Mas Fandi dan Winda, karena mereka sudah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan. Terutama Winda Pak! Ini ada video yang mungkin bisa dijadikan bukti perbuatan Winda," kataku sambil memperlihatkan video pemukulan yang dilakukan oleh Winda.
Beberapa hari ini aku sibuk berburu rumah, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, akhirnya aku mendapatkan rumah di sebuah perumahan yang cukup ketat keamanannya. Anggi juga senang dengan rumah itu. Aku izin dua hari tidak masuk kerja karena persiapan pindah rumah.Pakaian dan barang Mas Fandi sudah aku antar ke rumah Ibu melalui kurir. Mau aku antar sendiri, aku belum sanggup bertemu dengan Ibu dan Zaki. Jujur saja, aku sangat menyayangi Zaki. Andai saja Mas Fandi tidak bertingkah lagi, pasti Zaki tetap bersamaku.Aku beres-beres rumah dibantu oleh Bude Nur, pengasuh Angga dan Anggi dulu. Barang-barang yang tidak aku inginkan, sebagian aku berikan pada Bu Nur dan sebagian lagi ada yang aku jual. Uangnya lumayan untuk membeli perabotan yang baru.
"Perkenalkan Mbak, saya Rosmiati. Panggil saja uti Ros. Di depan itu rumah anak saya," kata perempuan itu, sambil menunjukkan rumah yang dimaksud."Saya Anis Bu eh Uti Ros. Mari masuk. Silahkan duduk, maaf hanya ada karpet saja," kataku sambil mempersilahkan Uti Ros masuk."Nggak apa-apa kok Mbak Anis. O ya, ini saya bawakan makanan buatan saya sendiri," kata Uti Ros sambil menyodorkan makanan di dalam kotak kue."Wah kok repot-repot Uti. Terima kasih banyak. Maaf saya yang muda yang seharusnya datang mengenalkan diri," kataku dengan perasaan yang tidak enak."Mbak Anis kan sibuk, jadi bisa dimaklumi."Aku beranjak ke belakang untuk membuatkan minum."Mbak Anis, nggak usah repot-repot bikinin minuman. Air putih saja," cegah Uti Ros."O iya Uti, saya ambilkan air putih," kataku."Silahkan diminum uti," kataku sam
[Ma, gara-gara Mama melaporkan video itu. Papa sekarang jadi non job!]Sebuah pesan dari Mas Fandi. Ternyata dia tadi menelponku, tapi tidak terdengar olehku.[Bukan urusanku!] Aku balas pesannya.Mas Fandi memang memiliki jabatan di kantornya dan posisinya sangat basah karena sering memegang proyek. Kalau sekarang non job berarti hanya staf biasa yang hanya mengandalkan gaji bulanan tanpa ada tunjangan yang lainnya.[Bagaimana papa bisa memenuhi kebutuhan Zaki?] Pesan dari Mas Fandi.[Salah sendiri. Makanya kalau mau berbuat sesuatu yang melanggar aturan, dipikirkan dulu. Masih mending tidak dipecat!] balasku lagi. Aku sudah sangat kesal dengan Mas F