Share

Bab 2

Auteur: Sinda
last update Dernière mise à jour: 2021-12-07 06:58:37

"Kamu ... berani membohongiku?"  Giginya bergemelatuk. "Kamu lupa aku nikahi untuk apa, Ki?" 

Dengan sisa keberanian yang ada, Kiandra menatap mata Evan. "Aku ingat. Aku ingat kenapa kamu perlu menjadikanku istri kedua." 

"Kamu ingat sama kesepakatan kita?" 

Cukup lama menunggu, Evan tak kunjung mendengar istri keduanya bersuara. Kia malah menunduk, membuatnya semakin geram. 

Tangan pria itu menarik dagu Kia. Membuat tatapan mereka bertemu. "Satu buah rumah. Uang untuk biaya pernikahan Rina. Uang sekolah Nando sampai lulus SMA. Kamu lupa aku membayar semua itu untuk imbalan supaya kamu memberikan aku satu orang anak?" 

Kia bungkam. Matanya panas dan memerah. 

"Aku tidur di kamar kamu tiga kali dalam seminggu, selama setahun ini. Aku penasaran kenapa kamu belum juga terlambat datang bulan. Dan ternyata ini? Kamu bohong sama aku, Ki?" 

"Aku enggak mau punya anak." 

"Kamu minum pil KB tanpa sepengetahuan aku?" 

"Aku enggak mau punya anak." 

"Kamu kira kamu siapa berani bersikap begini sama aku, Ki?" 

"Aku enggak mau punya anak." Tangis Kiandra pecah. Perempuan itu sesegukkan. Kepalanya menunduk dalam. 

Satu tangan Evan mengepal. "Jangan nangis. Aku enggak perlu air mata kamu. Jelaskan. Kenapa kamu sampai seberani ini sama aku? Kamu besar kepala karena selama ini aku selalu nurut sama mau kamu?" 

Apa yang tak Evan lakukan untuk istri keduanya yang keras kepala itu? Evan menuruti syarat material yang Kia mau sebelum mereka menikah. Membelikan rumah untuk orang tua Kia, menanggung biaya pernikahan adik Kia yang nomor dua dan mengambil tanggung jawab untuk biaya sekolah Nando. 

Evan bahkan meninggalkan rumah lamanya dengan Lidia untuk tinggal di rumah yang punya kamar lebih dari tiga. Demi Kia yang berkata tak ingin tinggal sendiri dan dikunjungi hanya saat akan dibuahi. 

Lelaki itu juga tak pernah meminta Kia menjadi sebenar-benarnya istri. Kia tak perlu mengurusi pekerjaan rumah tangga atau dirinya. Bebas tidur seharian, makan apa saja, minta uang kapan saja dan mengatakan apa saja. 

Lalu, setelah semua itu, Kia berani menipunya? Wajar jika Evan ingin sekali memukul gadis itu sekarang. Namun, itu pun tak Evan lakukan. 

"Jelaskan, Kia!" Tak mampu menahan diri, Evan berteriak tepat di depan sang istri. 

Kiandra tersedu. Gadis itu merosot dan berjongkok di depan Evan. Bahunya bergetar karena tangis. 

"Kamu enggak pernah bersikap baik sama aku. Kamu selalu sesuka hati. Kamu enggak pernah mikirin aku. Aku enggak mau punya anak dari laki-laki jahat kayak kamu," sungut perempuan itu dalam tangis. 

Pada perempuan yang berjongkok di bawahnya, Evan merapatkan gigi. Mengusap wajah, rambut, frustrasi. "Kamu berlebihan, Kia. Sikap kamu ini, seolah kamu yang paling menderita. Kamu tahu? Lidia yang dimadu aja, enggak secengeng dan sedrama kamu ini." 

Evan melihat perempuan itu mengangkat kepala. Menampakkan wajahnya yang basah dan memerah. 

"Lidia? Kamu bandingkan aku sama Lidia?" Perempuan itu berdiri. Satu pukulan keras ia berikan di dada Evan. "Kamu pernah perlakukan dia kayak kamu perlakukan aku, Evan?" 

"Aku berusaha untuk enggak membedakan kalian," sanggah si lelaki. 

Air mata Kia jatuh semakin banyak. "Kamu pernah ancam dia, Evan? Kamu pernah bentak dia? Kamu pernah ngatain dia? Kamu pernah maksa dia untuk bermesraan kayak yang kamu lakuin ke aku? Pernah?" 

Wajah Evan memerah. "Lidia enggak pernah keras kepala dan membantah. Aku enggak punya alasan untuk ancam atau bentak dia." 

Evan memegangi dua bahu Kia. Memojokkan perempuan itu ke dinding. "Aku datang ke kamu, memang di saat jadwalnya aku sama kamu. Aku enggak pernah maksa kamu, Kia." 

Evan membebaskan Kiandra mengatakan apa saja. Kecuali mengatainya memaksakan diri. Evan hanya datang ke Kia di hari yang memang sudah mereka sepakati. Dituduh memaksakan diri seperti tadi, sungguh Evan tak terima. 

"Aku ini enggak punya perasaan apa-apa sama kamu. Kita nikah karena terpaksa. Tapi aku diharuskan melayani kamu. Kamu pernah mikir sama perasaan aku, Evan?" 

"Kamu setuju sama kesepakatan kita, Kia." 

Kiandra menghapus air matanya. Perempuan itu melepaskan diri dari Evan. "Udah enggak. Aku udah berubah pikiran. Aku enggak tahan sama sikap kamu. Aku mau kesepakatan ini batal." 

Perempuan itu berlari keluar dari kamar. Menuju rak sepatu, mengambil sepasang sepatu kesayangannya. 

"Kamu mau ke mana?" Lidia yang melihat Kiandra akan pergi bertanya. Dari luar, samar ia mendengar percakapan si suami dan madunya. 

"Aku mau pergi. Aku enggak tahan hidup sama orang kayak suami kamu." Kiandra memakai sepatu di teras.  

Evan yang sudah ikut berdiri di teras rumah hanya bersedekap menatapi Kiandra yang bersiap pergi. 

"Jangan terbawa emosi, Ki. Kamu cuma lagi marah." Lidia berusaha membujuk madunya itu. 

"Enggak. Aku mau pergi. Aku mau ini semua berakhir." 

"Kamu mau ke mana? Pulang ke rumah Bapak? Kamu mau rumah itu aku ambil lagi?" Evan tersenyum remeh pada istrinya yang sudah melempar sorot benci.  

Kiandra berdiri dengan dua tangan terkepal. Matanya yang menatap Evan penuh rasa marah. "Aku udah enggak peduli. Ambil semua yang kamu kasih. Aku enggak peduli." 

"Kamu enggak bisa." Evan menggeleng dengan sorot sinis. "Mau kabur ke mana kamu? Memang ada orang yang mau nampung kamu?" 

"Dasar ba*ingan," maki Kia. Air matanya jatuh lagi karena hinaan tadi. "Aku bisa, Evan. Aku bisa pergi ke mana pun. Aku enggak butuh kamu!" 

Kiandra berbalik, perempuan itu berlari menuju pagar rumah, lalu melewatinya. Lidia yang panik berteriak dan berusaha memanggil. Namun, tak ada sahutan atau dilihatnya Kia kembali. 

"Evan, kejar dia. Dia beneran mau kabur." 

Evan bergeming. Raut wajahnya terlihat tenang, tetapi juga marah. 

"Evan! Kejar Kia." 

Lelaki itu menggeleng. "Dia enggak akan berani kabur, Lid. Nasib keluarganya ada di tanganku. Dia cuma mau menggertak. Bentar lagi paling pulang lagi." Evan melenggang masuk ke rumah. 

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (2)
goodnovel comment avatar
Husni
nampaknya kita ingin hidup lebih baik tanpa di madu .
goodnovel comment avatar
Dite
istri kedua gak tahu diri ini mah, sbelum nikah minta ini itu, giliran udah dinikahin nipu. mana udah jelas pula yg diminta si suami apa.
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 88

    Sudah akan pulang, sudah duduk di atas jok sepeda motornya, Kai menemukan Samara menghampiri. Lelaki ini yakin benar-benar didatangi, sebab setahunya, sepeda motor karwayan lepas ibunya itu ada di sebelah kanan. Sekarang pukul satu siang, Kai dan Samara baru saja pulang mengajar. Kebetulan aneh, Kai dan gadis yang bekerja sampingan sebagai pengantar nastar Kia itu diterima menjadi guru honor di SD yang sama. Bertemu di rumah, bertemu lagi di tempat kerja. Kai mulai terbiasa, tetapi tetap merasa risih saat gadis dengan iris mata sewarna madu itu mendatangi dan muncul di hadapan muka seperti sekarang. Menurut Kai, Samara itu tidak tegak akalnya. Agak miring. Bayangkan, di hari pertama masuk kerja dan mereka bertemu, si gadis dengan rambut hitam sepunggung itu mengaku menyukai Kai. Di depan Kiandra pula. "Apa?" tanya Kai ketus saat Samara hanya diam saja di samping sepeda motornya. Kai menjadi sedikit jengkel saat gadis yang ada di depannya memasang ekspresi wajah santai, menuju da

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 87

    Hening. Sepi. Ketenangan yang ada di kediaman Evan terasa hampa kali ini. Rumah berlantai dua yang menjadi saksi lika-liku cinta Evan dan Kia itu tidaklah kosong. Bangunan itu berpenghuni, hanya saja masing-masing penghuninya tengah diselimuti kehampaan. Ada peristiwa jelek beberapa waktu lalu. Di kamar yang berada di lantai satu, yang beberapa tahun belakangan ditempati oleh sulung Wijaya. Di sana, Evan memergoki Vano hendak menyayat nadi. Kehebohan terjadi. Evan yang biasanya tenang menjerit histeris dan berusaha mencegah anaknya melanjutkan tindakan mengerikan itu. Dibantu istri dan putrinya, Evan akhirnya berhasil menjauhkan Vano dari pisau terkutuk tadi. Memang, Vano tak baik-baik saja setahun belakangan. Sejak kecelakaan tragis yang menyebabkan kaki kanannya pincang, Vano mengalami masa-masa sulit untuk beradaptasi dengan keadaan barunya. Mengasingkan diri, menarik diri, menjauhi semua orang, bahkan menunda pengerjaan tugas akhir kuliah. Evan tahu semua itu tidak mudah. Na

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 86

    "Papa enggak sayang Vian!" Kalimat keramat, batin Evan. Di depan putrinya yang masih mengenakan seragam putih abu-abu, lelaki itu mengepalkan tangan. "Apa salahnya, Pa? Vian udah gede! Udah tujuh belas! Pacaran aja enggak boleh?" Pipi Vian merah. Ia mengingat bagaimana ayahnya memarahi Glen di muka umum tadi. Kekasihnya itu pasti malu. Tahu sendiri kalau ayahnya sudah murka, mulutnya lebih pedas dari sambal rawit buatan nenek. Mengusap wajah, Evan menarik napas. "Pacaran? Untuk apa? Dengan siapa? Kamu bahkan enggak mengenalkan dia ke Papa, Vian. Kamu sehat?" Rahangnya yang tirus mengetat, mata si gadis memerah. "Papa udah enggak sayang Vian!" tuduhnya dengan wajah terluka. Kemudian, remaja itu berbalik, menaiki tangga dengan tergesa. "Vian?" Evan memanggil. "Navian Kaiandra Wijaya!" Suaranya menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Langkah Vian berhenti. Ia berbalik, menoleh dengan sorot marah pada ayahnya. "Papa udah enggak sayang Vian! Vian kesal! Vian enggak mau ngomong dulu sa

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 85

    "Abang, kok, kita dilihatin mereka?" Gadis kecil dengan kaus kuning itu bergeser ke kanan agar semakin dekat dengan sang kakak. Kai melirik pada beberapa pegawai di rumah makan itu. Anak lelaki itu tahu apa yang adiknya maksud. Memang, mereka sedang jadi bahan tontonan sekarang. Bukan hanya pegawai bagian dapur yang ada di sini, pekerja yang biasanya siap siaga di depan pun sudah silih berganti muncul. Sekadar pura-pura lewat, demi bisa melihat mereka. "Abang?" Si gadis kecil menyenggol bahu kakaknya. Tangannya yang kecil itu terus berusaha mencuci kentang dalam ember yang penuh air. "Enggak apa, Vian. Mereka itu teman Papa. Vian takut?" Kai melempar senyum tulus pada sang adik. Gadis kecil berambut hitam sepundak itu mengangguk. Matanya yang sedikit bengkak mulai berkaca-kaca lagi. "Salah Vian. Maafin Vian, ya, Bang?" Ia membersit hidung. Kai mengangguk. Tangannya basah, anak itu menyentuh kepala sang adik dengan lengan. "Abang juga salah." Kai dan Vian sedang dihukum. Oleh ay

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 84

    Menemukan Evan sedang duduk sendirian di ruang makan, Kiandra terkekeh pelan. Memasang raut datar setelahnya, perempuan itu duduk di pangkuan sang suami. "Nungguin siapa? Enggak dikasih jatah, kamu mau beneran selingkuh sama Nona Daster Putih?" Tidak dijawab, Kiandra mengalihkan tatap karena Evan malah memandangi. Dari jarak sedekat ini, dengan sorot mata dalam dan teduh pria itu, Kiandra sudah berdebar saja. "Lihat mataku," Evan meraih dagu Kia, membuat perempuan itu kembali menatapi. Evan suka saat melihat pantulan dirinya di beningnya netra coklat sang istri. Mengendalikan detak jantung, Kiandra tak bisa untuk tak memeluk lelakinya itu. "Kenapa duduk sendirian di sini?" "Pengin mi instan goreng. Buat, gih." Ah. Kia tak bisa tak tersenyum. Perempuan itu menjungkitkkan ujung bibir. Ia kecup pipi Evan lama. "Tumben," ejeknya sengaja. Evan menggeleng. Ia juga tak paham. Tadi itu sudah makan. Ikan goreng yang Kia siapkan, sungguh enak. Namun, entah k

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 83

    Kiandra itu gila. Evan tidak akan meralat ucapan itu. Ia juga tak akan mau meminta maaf kalau pun istrinya itu mendengar apa yang barusan ia suarakan dalam hati."Kamu apa enggak bisa ambil libur satu hari aja?" Begitu rengek ibunya Kai di pagi saat Evan sudah akan berangkat bekerja. Tidak ada angin, hujan atau badai, Kiandra atau Vano juga tidak sakit. Evan menolak permintaan itu. Jelas. Untuk apa ia libur mendadak, sementara sudah ada jatah libur? Lagipula untuk apa? Kia mau apa? Tadi pagi itu, Evan sudah akan berangkat. Lalu apa? Kiandra yang berusia kepala tiga itu menangis dengan segelas air di tangan kanan dan kunci mobil Evan di tangan kiri. "Kalau kamu tetap berangkat, aku telan ini kunci mobilmu." Kia mengancam tepat di dekat tangga rumah, sedangkan suaminya di anak tangga. Reaksi Evan kala itu, hanya tertawa. "Telan, coba. Bisa memangnya?" Kia benar-benar menaruh ujung kunci mobil Evan di lidah

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status