"Kenapa masang muka jutek gitu?" tanya Luna. Bukannya menjawab, Arka malah membuang muka."Apa ada yang salah dengan jawabanku?" tanya Luna lagi karena tak kunjung dapat jawaban dari suaminya."Nggak apa-apa. Ya sudah, kamu istirahat," ucap Arka.Luna merasa aneh, tapi sedetik kemudian ia baru sadar, puasa itu yang dimaksud suaminya.Sambil tersenyum, "kamu puasa sembilan bulan."Mata Arka mendelik mendengar jawaban istrinya. Sejurus kemudian ia mulai memeluk istrinya, tapi dengan cepat Luna mendorong tubuh Arka."Kenapa?""Aku nggak suka bau badanmu," ucap Luna.Arka terkekeh mendengar jawaban istrinya. Ia sadar, sedari tadi memang belum mandi."Aku mandi dulu, ya?"Luna mengangguk. Setelah suaminya hilang dari pandangan, lalu ia mengambil ponselnya dan berniat mengirim pesan pada Abi. Luna ingin mengucapkan terimakasih karena Abi sudah membantunya.Seandainya tadi ia bersikukuh untuk pulang ke rumah ibunya dan tidak mendengarkan Abi, mungkin saat ini masih marahan pada suaminya.***
"Dia itu istrimu yang sering kau ceritakan itu kah?" tanya Eva. Arka mengangguk membenarkan ucapan wanita di depannya."Aku harus segera menjelaskan pada istriku tentang kesalahpahaman ini," ujar Arka, tetapi langkahnya terhenti karena Eva menahannya."Biar aku saja.""Dia tidak akan percaya padamu," jawab Arka."Apa dia punya hati sekeras batu?" "Jaga ucapanmu. Luna tidak seperti yang ada di pikiranmu, dia sedang cemburu. Tidak mudah bagi seorang wanita percaya pada wanita lain yang membuatnya sakit hati. Harusnya kamu tadi tidak memelukku!" bentak Arka dan berhasil membuat karyawan yang mendengar sama menoleh ke arahnya."Aku sedang kacau, Arka, aku butuh tempat bersandar," ucap Eva.Arka membuang nafas dengan kasar. "Aku harus menemui istriku."Setelah mengatakan itu, Arka beranjak pergi dan membiarkan Eva termangu sendiri.Selepas itu, ganti Eva yang beranjak pergi. Dengan perasaan dongkol, ia melajukan kendaraannya menuju ke kantor suaminya.***"Kalau saja aku tidak sedang meng
"Apa itu?" tanya Luna. Ia pun mendekat pada suaminya."Bingkisan. Tadi satpam kantor yang ngasih.""Dari siapa?" tanya Luna."Nggak tahu, nggak bilang," jawab Arka dan masih tetap fokus pada bingkisan itu. Perlahan ia membuka karena rasa penasarannya.Sebuah kotak berisi jam tangan bermerek juga sebuah tulisan ucapan selamat ulang tahun, tak lupa terselip sebuah foto. Foto dimana Arka tengah memeluk seorang perempuan.Luna mengambil foto itu, terlihat suaminya sangat bahagia. Tak tahu siapa pengirimnya, karena tidak tertulis namanya."Jangan berpikir macam-macam. Aku tidak selingkuh," ucap Arka yang melihat wajah murung istrinya ketika melihat foto itu."Itu fotoku bersama Putri waktu masih pacaran dulu. Sepertinya dia yang mengirim paket ini," ucap Arka karena tak mendapat respon dari istrinya."Kenapa dia kirim foto ini?" tanya Luna. Saat ini pikirannya sangat kacau sehingga tidak bisa berpikir jauh.Arka tersenyum. "Bukannya tadi pagi dia datang ke sini dan memintamu untuk meningga
"Kandungan Ibu sangat rawan, Ibu tidak boleh banyak pikiran dan juga stres," ucap Dokter kandungan yang sedang memeriksa Luna. Sedangkan Abi, duduk tak jauh dari mereka. Ia hanya memperhatikan wanita yang masih mengisi hatinya itu dengan tatapan iba."Apa anak saya baik-baik saja, Dok?" tanya Luna. Mendengar penjelasan Dokter tadi membuatnya semakin cemas."Tidak apa-apa, tapi Ibu harus dirawat sampai beberapa hari ke depan, supaya saya bisa memantau perkembangan janin Ibu," jawab Dokter."Apa seserius itu, Dok?""Iya.""Baik, yang penting anak saya tidak kenapa-napa." Akhirnya Luna menyetujui untuk dirawat.Lalu ia pun bergegas menelpon Arka, suaminya harus tahu kondisinya saat ini."Kenapa Lun?" tanya Abi yang melihat kegelisahan di wajah Luna."Suamiku nomornya tidak aktif," jawab Luna sambil memencet nomor di HP nya. Kenapa disaat kondisi seperti ini nomor suaminya malah dimatikan.Disaat pikirannya masih rancau, tiba-tiba bibinya datang. Beliau tidak sendiri, ia datang bersama Nin
Arka terdiam mendengar ucapan istrinya, begitupun Abi. Karena tidak mau mengganggu mereka, akhirnya ia keluar tanpa pamit pada keduanya."Kamu ngomong apa sih? Jangan aneh-aneh deh!" jawab Arka yang terlihat kesal. Ia menyadari istrinya tengah marah padanya, tetapi tidak harus meminta pisah juga kali, apalagi ada anak yang dikandung Luna. Arka belum mengetahui kalau Luna telah mengalami keguguran."Semalam kamu kemana?" tanya Luna dengan tatapan menghujam, ada kilat amarah di pelupuk matanya."Aku..." Arka mulai ragu untuk menjawab jujur. Ia benar-benar takut kalau berkata jujur, maka istrinya akan semakin marah."Jawab! Kamu kemana? Kenapa ponsel kamu tidak aktif?" tanya Luna lagi."Maaf.""Aku tidak butuh ucapan maaf dari kamu. Aku butuh jawaban!" tekan Luna."Putri pendarahan. Aku tadi malam menolongnya, aku juga bersama Alfi." Akhirnya Arka berkata jujur. Ia tidak bisa berbohong pada istrinya."Terimakasih atas kejujuran kamu. Silahkan pergi dari sini," jawab Luna. Dia merasa sang
"Jangan mendekat!" ketus Luna saat melihat suaminya berjalan ke arahnya."Kau begitu marah padaku?" Arka berhenti di posisi yang tak jauh dari Luna. Ia tidak mau terlalu gegabah yang nantinya akan membuat Luna semakin marah. Ia harus bermain lembut untuk mendapatkan hati istrinya kembali."Apa perlu pertanyaanmu itu ku jawab? Sepertinya seorang Pak Arka cukup pintar menelaah semua yang terjadi " Masih tetap sama, Luna tak mau melihat ke arah Arka saat mengatakan itu."Sepertinya kata maaf saja kurang cukup untuk membuat hatimu melunak kembali.""Pergilah!" ucap Luna.Arka menggeleng keras. "Aku tidak akan pergi tanpa kamu. Aku akan tetap di sini temani kamu.""Sekali lagi ku tekankan, aku nggak butuh kamu. Aku bisa mengurus diriku sendiri, sama seperti saat kamu tidak ada kemarin malam."Mendengar jawaban Luna, hati Arka semakin sakit, penyesalan yang dalam ia rasakan. Seharusnya ia tidak keluar, seharusnya ia tidak mengikuti kemauan Alfi. Seharusnya ia lebih peka pada istrinya.Arka
"Jangan mendekat!" ketus Luna saat melihat suaminya berjalan ke arahnya."Kau begitu marah padaku?" Arka berhenti di posisi yang tak jauh dari Luna. Ia tidak mau terlalu gegabah yang nantinya akan membuat Luna semakin marah. Ia harus bermain lembut untuk mendapatkan hati istrinya kembali."Apa perlu pertanyaanmu itu ku jawab? Sepertinya seorang Pak Arka cukup pintar menelaah semua yang terjadi " Masih tetap sama, Luna tak mau melihat ke arah Arka saat mengatakan itu."Sepertinya kata maaf saja kurang cukup untuk membuat hatimu melunak kembali.""Pergilah!" ucap Luna.Arka menggeleng keras. "Aku tidak akan pergi tanpa kamu. Aku akan tetap di sini temani kamu.""Sekali lagi ku tekankan, aku nggak butuh kamu. Aku bisa mengurus diriku sendiri, sama seperti saat kamu tidak ada kemarin malam."Mendengar jawaban Luna, hati Arka semakin sakit, penyesalan yang dalam ia rasakan. Seharusnya ia tidak keluar, seharusnya ia tidak mengikuti kemauan Alfi. Seharusnya ia lebih peka pada istrinya.Arka
Luna menangis sesenggukan. Sebenarnya rasa cinta pada suaminya masih begitu besar, tapi semua itu dipatahkan oleh sebuah kekecewaan.Ia tidak mau hidup bersama lelaki yang masih terkurung oleh masa lalunya. Walau kata maaf berulang kali terlontar dari mulut lelaki itu, tetapi hati Luna masih sekeras batu. Sulit sekali untuk sekedar mengucap kata memaafkan."Sebenarnya aku tidak mau berpisah dengan mu, Lun," ucap Arka pelan. Setelah beberapa saat diam, ia bisa mengendalikan emosinya."Tapi rasanya sangat sulit menahanmu untuk bisa terus bersamaku. Seakan kesalahanku adalah kesalahan fatal yang sulit dimaafkan," ucapnya lagi."Kamu harus tahu, selama aku mengenal perempuan, baru sama kamu aku seperti ini, memohon-mohon untuk bisa terus bersamamu. Hal itu nyaris tak pernah ku lakukan sewaktu masih lajang, bahkan kepada Putri pun juga tak pernah." Kini ganti Arka yang terisak. Ia benar-benar terluka oleh sebuah perpisahan andaikan itu terjadi."Sekarang terserah kamu. Tetapi untuk saat in