Hati yang sakit tidak membuat aku lupa berpikir. Aku tersenyum sinis saat ide di kepala tiba-tiba muncul begitu saja. Aku meng_kloning isi ponselnya.
Ku pastikan ia masih terlelap, aku buru-buru mengeluarkan ponsel yang ada disaku baju tidurku. Meng_kloning serta menyalin nomor verifikasi dan berhasil. Aku lega karena aksiku berhasil sebelum manusia brengs*k dihadapanku ini terjaga dari tidurnya.Aku tersenyum sinis, meletakkan kembali ponsel pintarnya dan meninggalkan kamar tamu dengan rasa yang campur aduk. Ku tutup pelan pintu kamar hingga tertutup rapat. Kembali ke kamarku dan melihat anakku masih tertidur pulas.Sedih, tak kupungkiri itu yang kurasa saat melihat tubuh mungil anakku tertidur pulas. Tubuh kecil yang belum tahu apa-apa, harus menerima takdir yang begitu tak adil buatnya. Disaat anak-anak lain mendapatkan kasih sayang penuh dari sosok ayah. Anggia malah tak tersentuh sekalipun kasih sayang yang harusnya ia dapatkan. Dimana anak perempuan lebih dekat dengan sosok ayah yang menjadi cinta pertamanya. Sayangnya laki-laki bergelar suami sekaligus ayah itu kini sedang dibutakan oleh nikmat dunia yang salah arah.Aku menarik napas panjang, meredam amarah dan mengendalikan emosi agar tak sampai merajai diri.**Alexa Wardana, adalah namaku. Menikah dengan Ryan Gunawan adalah pilihanku. Ia yang tak lain karyawan diperusahaan orang tuaku.Laki-laki yang dulu romantis itu, kini berubah ketus seiring berat badanku yang naik drastis. Tak ada lagi kecupan mesra atau pun ucapan manis keluar dari mulutnya tiap kali bertatap muka denganku. Bahkan dalam seminggu ini, bisa dikatakan laki-laki itu tak pernah menyapa ataupun bertanya tentang anaknya.Matahari pagi masuk dari sela-sela gorden kamar. Pagi ini aku sudah mandi begitupun anakku Anggia. Mas Ryan suamiku, jangan ditanya. Sudah bangun atau belum, aku nggak mau tahu, karena dia tidur di kamar tamu.Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Aku keluar dari kamar setelah memberi Anggia ASI. Anakku sangat baik lakunya. Setelah minum ASI ia kembali tertidur di ranjangnya.Aku keluar kamar, menuju dapur membuat roti bakar dan susu pelancar ASI. Secangkir teh panas sudah lebih dulu aku letakkan di atas meja makan untuk suamiku. Karena bagaimanapun melayaninya masih tugasku sebagai istri.Ku jatuhkan bobot tubuhku ke kursi makan. Menikmati sarapan pagi yang ku buat untuk diriku sendiri.Mungkin kalian bertanya, kenapa nggak buatkan untuk suami juga?Percuma, tidak akan ia sentuh dan hanya akan menjadi mubasir terbuang."Alexa! Kenapa tidak kau bangunkan aku, hah! Padahal pagi ini aku ada janji dengan klien. Dasar istri tidak berguna!" Pekiknya dengan tergesa-gesa keluar dari kamar tamu, suami pengkhianat ku sudah mengenakan pakaian kerja yang memang sudah ia angsur pindahkan dari kamar utama ke kamar tamu yang kini ia tempati.Aku tak lagi terkejut bila ia berteriak seperti itu. Aku sudah kebal dengan mulutnya kini, hingga teriakannya tidak terlalu ku anggap. Dengan santai aku tetap melahap sarapan di meja makan. Menikmatinya hingga habis dan perutku terasa kenyang."Kau budeg, ya!" matanya nyalang melihat ke arahku."Maaf, Mas. Aku juga baru terbangun," ucapku bohong dan tak memperlihatkan rasa bersalah."Kau...."Ucapannya terpotong karena nada dari pesan W******p dari ponselnya berdering berkali-kali.Perhatiannya teralih pada ponsel pintar di tangannya. Wajahnya yang tadi tanpak kesal padaku, berubah melunak setelah pandangan terfokus pada layar ponsel yang sedang ia lihat.Bibirku terangkat sebelah keatas, memutar bola mataku malas."Pasti gundiknya yang mengirim pesan." umpat ku dalam diam.Tanpa menyentuh teh panas yang sudah kubuatkan untuknya, suamiku itu berlalu begitu saja. Meninggalkan ku seolah tidak menganggap ku ada.Suara deru mesin mobil terdengar meninggalkan halaman rumahku. Memastikan laki-laki itu sudah menjauh, aku mengeluarkan ponsel pintar dari saku celana. Ku usap layarnya menuju aplikasi W******p yang ku cloning."Mas, kok lama sih. Katanya mau jemput aku." Isi pesan gundiknya."Iya sayang, nih Mas udah mau jalan. Tunggu ya." Jawaban dari si bajing*n itu."Ku tunggu ya, aku dah dandan cantik nih! Sekalian kita cari sarapan pagi di tempat biasa ya, see you."Sumpah, aku merasa jijik. Ku buka semua pesan yang sudah terbaca. Menunjukkan fakta yang mengejutkanku. Selain tergiur akan harta yang kupunya, ternyata bentuk dan bobot tubuhku lah yang menjadi alasan untuknya berselingkuh.Suami tampan yang ku angkat derajatnya selain bermain api di belakangku, menduakan cintaku dan berusaha merebut semua warisan peninggalan orang tuaku.Ternyata! Dia tak sendiri. Dibantu sekretaris yang tak lain juga selingkuhannya, sahabat karibku. Mereka bermain dengan keuangan perusahaan, selain sahabatku menjadi duri dalam daging di tengah rumah tanggaku, wanita itu juga musuh dalam selimut di hidupku. Entah siapa yang mulai lebih dahulu, namun yang pasti, namanya pengkhianat dan sampah bagaimanapun baunya akan tercium juga.Pesan mesra mereka, ku screenshot untuk bukti dimeja hijau saat mengajukan perceraian nanti. Permainannya yang memanipulasi data keuangan juga akan ku jadikan bukti untuk menjebloskannya ke dalam bui. Sementara Sintya, akan ku depak dia dari perusahaan ku agar kembali menjadi gembel, akan ku buat namanya masuk daftar hitam, agar tidak bisa diterima diperusahaan manapun.Tanpa pikir panjang, ku hubungi orang kepercayaan Papa. Tanpa sepengetahuan Ryan, aku meminta Om Wijaya yang merupakan tangan kanan orangtuaku hingga saat ini, memindahkan kembali nama hak kuasa kepemilikan perusahaan kembali menjadi namaku Alexa Wardana. Anak tunggal dari Tio Wardana yang merupakan pemilik perusahaan yang sebenarnya.Setelah sedikit berbasa basi, aku utarakan tujuanku menghubunginya."Satu lagi Om, tolong carikan dua Asisten Rumah Tangga dan Baby Sister, kirim segera kerumah," pintaku pada Om Wijaya."Baik. Akan Om urus semuanya. Kapan mau beraksi," tanyanya lagi."Aku butuh waktu tiga Minggu, masih ada yang ingin ku kerjakan Om. Sementara itu, Om persiapkan semuanya. Jangan sampai ada yang tahu. Aku ingin memberi kedua pengkhianat itu mendapat kejutan dariku."Sambungan telepon seluler pun putus.Tidak sampai setengah hari, tiga orang yang ku pinta, sudah diantarkan supir Om Wijaya ke rumahku. Satu khusus membersihkan rumah, yang satunya khusus di dapur dan satu lagi sebagai baby sister tambahan untuk Anggia yang mulai aktif.Aku tersenyum puas dengan mata menyipit."Kau lupa siapa aku, Mas?"Asisten rumah tangga dan Baby Sister sudah menjalankan tugasnya masing-masing sesuai bidangnya.Karena Ryan pergi pagi dan pulang sampai tengah malam bahkan sering juga tak pulang, membuatnya tak menyadari adanya orang yang bekerja di rumah.Aku juga memberi arahan pada kedua Asisten Rumah Tangga dan Baby Sister, agar jangan menampakkan diri sebelum suamiku berangkat kerja atau selama suamiku berada di rumah. Agar rencana balas dendam ku tak terbaca oleh suamiku. Tiga Minggu berlalu tanpa terasa.Selama itu pula aku olah raga rutin, senam, lari pagi dan yoga. Makanan yang masuk ke dalam perutku pun dalam pengawasan ahli gizi yang membantuku untuk dapat menurunkan berat badan. Aku pun mulai rajin kesalon dan skincare_an.Aku mematut diri di depan cermin dan tersenyum puas, melihat perubahan drastis penampilan dan berat badanku. Meski belum mencapai hasil maksimal tapi sudah lumayan cukup untuk membuat dua manusia pengkhianat itu support jantung.Aku tersenyum puas dengan mata menyipit. Ku pastikan suamiku itu akan menyesal telah menduakan ku dan menghina bobot tubuhku.DrrrtDrrr
Ryan yang tak menyadari keberadaan ku membalikkan tubuhnya bersiap akan memasuki kamar. Bola matanya membulat dan wajahnya terlihat pucat pasi, saat melihatku berdiri di belakangnya."A_Alexa...." Gumamnya dengan bibir bergetar dan wajah seakan tak berdarah. Pias!"Hay Mas! Tadi katanya lagi sibuk di kantor. Aku baru tahu kalau kantorku pindah ke kamar hotel." Ucapku yang menatap tajam ke kedua netranya memang berniat mengintimidasinya.Ryan melotot melihat tubuhku dari atas hingga ke bawah. Bahkan terlihat mengedipkan kedua netranya berkali-kali seakan memperjelas penglihatannya saat ini."Kenapa, Mas? Nggak usah kaget gitu lah," kilahku berniat menyadarkannya dengan bibir tertarik sebelah keatas."Alexa, bagaimana bisa kamu...."Aku tahu pria yang masih menjadi suamiku ini terkejut sekaligus terpana melihat penampilan dan bentuk tubuhku kali ini. Terbaca dari matanya yang membulat menelusuri tiap jengkal tubuh yang berbalut busana cesual nan modis.Tentu, suamiku terkejut. Pasti dia
Ryan tiba, yang di iringi langkah Sintya ikut masuk ke ruang rapat dengan napas terengah-engah. Mereka yang baru saja ikut bergabung dalam ruangan ini, menatap tajam ke arahku. Terutama suamiku Ryan yang mengepalkan kedua tangannya, karena melihat aku duduk di tempat yang biasa ia tempati, kursi kebesaran yang menjadikannya orang nomor satu di perusahaan serta memegang tampuk kekuasaan."Dengan ini saya Alexa Wardana pemilik tunggal perusahaan menyatakan mengambil alih kembali perusahaan warisan orang tua saya Tio Wardana dari Ryan Aldera yang selama ini menjadi pengganti sementara. Semoga untuk kedepannya perusahaan ini akan lebih maju dengan karyawan yang setia dan memiliki loyalitas tinggi," tuturku dengan lantang diiringi tepuk tangan dari semua yang ada di ruangan.Tapi tak begitu dengan suamiku, jangankan bertepuk tangan, senyum dari bibirnya pun seakan musnah. Mas Ryan menatapku tajam seakan ingin menelanku hidup-hidup saat itu juga, sementara Sintya terlihat kacau karena ia pa
"Cinta! Cinta seperti apa? Dan satu hal lagi, jangan jadikan Anggia sebagai alasan kita untuk terus bersama. Karena selama ini pun kau tidak pernah ada waktu untuk bersamanya." Cerca ku yang muak mendengar alasan yang menjadikan Anggia sebagai tumbal keegoisannya."Ok, terserah! Kamu terlalu sombong dengan kekayaanmu, kalau bukan karena aku! Belum tentu perusahaan ini akan berkembang. Kamu nggak ngerti apa-apa Alexa," geramnya mulai memperlihatkan sifat aslinya."Oh, Ok. Wajar dong aku sombong. Semua milik ayahku tentu dan sudah sudah pasti sekarang menjadi milikku. Kamu nggak lupakan, suamiku sayang! Ya, untuk kerja kerasmu selama ini takkan ku pungkiri, ada keringatmu disana. Tapi ku harap kau juga tak lupa, berapa banyak uang perusahaan yang kau mainkan untuk jalan bersama gundikmu itu! Dan satu lagi, ku harap kau juga tak lupa, kalau dulu kau pernah mengajariku dan aku pernah duduk di kursi itu?" Ucapku sedikit pongah dan panjang lebar, sedikit menunjukkan taring di hadapan suami
POV Author Flashback on.Ryan yang nggak menyangka dengan apa yang di lakukan sang istri, merasa kesal dan harga dirinya di injak-injak. Tangannya mengepal kuat saat melihat wanita yang masih menjadi istrinya itu kembali mengalihkan kuasa perusahaan ke tangannya.Sakitnya lagi, semua staf dan petinggi tak satupun berpihak padanya. Sintya yang masih setia berdiri disamping Ryan pun ikut merasa gusar melihat pemandangan di hadapannya kini. Sahabat yang ia rebut suaminya itu, kini malah berdiri dan mengucapkan kata yang membuat dirinya syok. "Bagaimana mungkin Alexa yang memimpin perusahaan ini? Bagaimana dengan posisiku? Mas Ryan aja lengser, apalagi aku?" lirih Sintya.Tatapan mata yang tadi tertuju ke arah Alexa, kini beralih ke Ryan yang masih berdiri terpaku disampingnya. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut laki-laki itu.Hanya terlihat rahang yang mengeras dan kepalan tangan yang kuat hingga buku-buku di tangannya terlihat jelas. Sintya tahu kalau laki-laki disebelahnya i
Siang berganti malam, rembulan bersinar terang di atas langit yang kelam. Semilir angin malam menambah sejuk udara. Ini untuk pertama kali aku kembali menjadi Alexa sang pewaris, setelah sekian lama aku vakum dan menjadi babu di rumah ku sendiri. Demi melayani suami yang tak tahu berterima kasih.Meminta Om Wijaya mencarikan dua Asisten Rumah Tangga untuk melakukan semua tugas yang aku handle sendiri selama ini."Bu, makan malam sudah tersedia." Siti mengingatkanku yang masih mematut diri di depan cermin.Dengan pakaian malam yang modis aku kenakan, meski hanya di rumah saja. Dandanan yang natural membuat aku semakin percaya diri. Sengaja aku lakukan ini agar Ryan menyadari kebodohannya yang lebih memilih kerikil di banding berlian yang tersimpan apik. Bukan ku memuji diri sendiri, tapi ku rasa itu kiasan yang tepat. Benar nggak?"Iya, terima kasih. Sebentar lagi saya turun," jawabku.Sudah memasuki jam makan malam tetapi suamiku belum juga memperlihatkan batang hidungnya di rumah.E
Ponsel di saku celananya berdering dan minta diangkat. Ku lihat dengan jelas, Ia merogoh menggunakan tangan yang satunya, melihat layarnya saja dan meletakkan benda pipih itu di atas meja. Suamiku hanya melirik layar ponselnya yang masih terus berdering. Tentu hatiku sedikit menaruh rasa penasaran dong! Siapa yang menghubunginya di luar jam kerja?Netraku menyipit menelisik ke kedua manik matanya. Dan aku tau dia yang mendapat tatapan dariku, terlihat menelan ludah dari gerakan jakunnya yang naik turun."Nggak penting sayang, yang terpenting saat ini kamu mau memaafkanku dan mengizinkanku memulai dengan lembaran baru bersamamu," ucapnya padaku menerangkan, padahal aku tak bertanya penting atau nggak nya si penelepon.Sungguh, kelakuannya membuat relung hatiku menjerit, ingin meninju mulutnya yang berbicara tanpa berpikir bagaimana sakitnya hatiku ia khianati dan kini malah sok-sok'an menggombal dengan memanggilku sayang. "Aku nggak bisa, Mas. Kesalahanmu sudah sangat tidak bisa ku tol
POV Ryan.Aku hanya bisa melihat punggung Alexa yang mulai menjauh menuju peraduannya, kamar yang dua bulan ini tak pernah ku jamah begitupun dengan tubuh istriku itu. Teganya ia meninggalkanku duduk sendiri disini. Kali ini aku gagal meyakinkannya untuk memberiku maaf dan kesempatan kedua. Apa yang ku sampaikan padanya ternyata tak berhasil membuat pendirian wanita itu berubah. Keras kepalanya yang dominan kini ketara sekali. "Apa susahnya sih memberi maaf dan kesempatan, toh nggak ada ruginya. Dasar perempuan dimana-mana egois!" rutukku dengan menggusar wajah.Di tengah pikiranku yang masih kalut dan pusing memikirkan reaksi Alexa barusan. Kini ponsel pintar ku kembali menjerit minta diangkat. Ingin rasanya membiarkan ponselku itu terus berbunyi, mengabaikannya. Tapi setelah sambungan putus, lagi-lagi benda pipih itu berdering, pertanda ada yang penting. Dengan perasaan kesal ku sambar benda pipih yang tergeletak di atas meja setelah sesaat lalu di hempaskan oleh istriku itu karen