Share

Part7

Aku menemani Mbak Silvi yang sudah mendapatkan penanganan di ruang IGD. Sementara Mas Raka menghubungi keluarga di luar ruangan.

"Sakit banget, Suster." Mbak Silvi kembali merintih. 

"Sebentar ya, Buk. Biar saya pasang infusnya dulu," jawab suster menenangkan. Aku hanya bisa melihat mereka menanganinya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Tak lama Mas Raka masuk dan langsung mendekati istrinya itu. Kata Dokter, kandungan Mbak Silvi yang baru berusia tiga minggu sangat lemah. Agak berbahaya jika terlalu stres dan banyak pikiran. 

Aku pun tak terlalu paham apa istilah yang kudengar dari Dokter tadi. Untungnya saat ini kandungannya tidak apa-apa, namun tetap harus menginap sampai keadaannya benar-benar pulih dan janinnya kuat.

Mas Raka setuju saja. Asal istri dan anaknya baik-baik saja. Sampai di ruangan, aku membantu Mbak Silvi untuk menyeka badannya yang tadi sempat berkeringat. Hanya saja tak ada pakaian ganti yang bisa aku pakaikan. Betapa risihnya dia harus berbaring memakai terusan brokat seperti ini.

"Dek, bisa tolong jagain Mbakmu. Biar Mas pulang dulu mengambil keperluan yang dibutuhkan."

"Iya, Mas. Biar Delima yang jagain Mbak Silvi," jawabku.

"Nggak apa-apa aku tinggal kan, Sil? Sebentar lagi Mama datang, kok." Mas Raka menenangkan istrinya dengan tak melepaskan genggaman tangan pada Mbak Silvi.

Dan tiba-tiba Mama sudah muncul dalam ruangan. Ditemani Mas Deni, sepupu Mas Raka yang tadi siang mengobrol denganku.

"Lho, Mama udah sampai?" Mas Raka langsung mencium tangan Mama. Begitu pun juga aku. 

"Iya, Ka. Untung Deni masih belum pulang. Jadi Mama buru-buru minta dianterin ke mari." Mas Deni tersenyum pada kami.

"Ok, Den. Tengkyu, ya. Jadi ngerepotin," ucap Mas Raka.

"Enggak lah. Santai aja, Ka," jawab Mas Deni.

"Keperluan Silvi sudah diambil, Ka?" tanya Mama lagi.

"Ini Raka baru mau pulang, Ma. Biar Delima yang jagain Silvi sementara di sini."

"Delima ajak pulang aja dulu, Ka. Biar Mama sama Deni yang jagain. Pasti dia juga merasa tidak nyaman dengan pakaian seperti itu."

Benar. Tubuhku sangat risih dan juga merasa lengket. Seharian mengikuti acara hajatan dan juga ikut membantu hingga berkeringat. Ditambah lagi pakaian berbahan dasar brokat yang membuatku tak nyaman untuk bergerak ke sana kemari.

Aku melirik ke arah Mbak Silvi. Dia memasang tampang cemberut pada suaminya. Dia pasti tak suka kalau aku pulang bersama Mas Raka. Tapi sepertinya dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak melarang, atau membantah perintah Mama. Dia terlihat sangat patuh pada mertuanya itu.

Aku pamit pada Mbak Silvi saat Mas Raka dan yang lain sedang ngobrol di luar.

"Delima," panggil Mbak Silvi yang tampak masih lemah.

"Iya, Mbak."

"Kamu... masih datang bulan, kan?" Dia bertanya tanpa rasa ragu.

Dia pasti khawatir kalau Mas Raka dan aku menunaikan kewajiban kami sebagai suami istri. Padahal sebelum-sebelumnya, dialah yang mewanti-wanti agar kami selalu tidur bersama.

Sebenarnya sejak tadi pagi, aku sudah keramas. Mensucikan diri dengan mandi besar. Hanya saja aku mandi pagi-pagi sekali, hingga saat sudah mau berangkat, rambut yang tadinya basah sudah mengering. Hingga tak menimbulkan kecurigaan pada Mbak Silvi.

Namun demi kesehatannya, ada baiknya aku sembunyikan saja. Dari pada dia kembali stres dan berpikiran macam-macam, mengingat aku dan Mas Raka hanya berdua saja malam ini di rumah.

"Masih kok, Mbak," jawabku tanpa mempertanyakan alasan, kenapa dia bertanya.

"Ya, sudah. Begitu selesai, langsung kembali ke sini, ya. Jangan lama-lama di rumah. Mbak nggak ada temennya." Aku tahu dia hanya beralasan.

"Baik, Mbak. Nanti Delima bilang sama Mas Raka, biar langsung balik."

Aku pun keluar dan pamit pada Mama dan Mas Deni.

*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status