Share

Bab 3

Penulis: Senja Piana
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-09 14:23:13

'Sudahlah Hamid jangan berpikir yang aneh-aneh. Mungkin Ria sedang butuh waktu untuk sendiri, menghilangkan kekecewaannya padamu. Kalau hatinya sudah tenang pasti dia akan menghubungimu.' batin Hamid yang berusaha  menjernihkan pikirannya.

Sebetulnya dari awal Ria kurang setuju dengan langkah yang diambil Hamid, bekerja di posisi sekarang ini (sebagai kuli bangunan). Beberapa kali Ria dan Hamid beradu pendapat, bahkan sampai sekarang pun perdebatan itu masih sering terjadi.

Ria menginginkan Hamid untuk bekerja di tempat yang lebih baik lagi. Namun, Hamid masih teguh dengan pendiriannya, bertahan sebagai kuli bangunan. Bukan karena Ria kurang bersyukur, namun mengingat biaya hidup dan sekolah anak yang tidaklah sedikit. Apalagi kalau sampai ibu Ria mengetahui Hamid sering memberi nafkah kurang. Masalah yang lebih besar akan menghampiri mereka, bahkan masalah itu bisa membuat rumah tangga mereka retak.

Sebelumnya, saat usaha Hamid mulai terlihat kurang baik, tanpa sepengetahuan sang istri  dia sudah mencoba melamar pekerjaan di berbagai tempat. Namun, dari semua lamaran yang dikirimkan, Hamid belum mendapatkan panggilan interview. Sampai akhirnya bengkel itu pun tutup dan Hamid belum mendapatkan pekerjaan.

Setelah satu minggu tutupnya bengkel. Mas Seno, sepupu Ria datang berkunjung ke rumah mereka. Dan mulailah mereka membahas mengenai pekerjaan. 

"Aku sebetulnya lagi cari kuli bangunan, Ham. Dari kemarin masih belum dapat. Kalau kamu ikut kerja saya, gimana? sambil kamu nunggu panggilan interview. Tapi ya begitu kerjaan kuli, berat dan upahnya sedikit."

"Mau mas, meski sedikit tidak apa-apa, yang penting halal tidak masalah."

"Ya sudah kalau begitu, besok lusa aku kesini buat jemput kamu."

" Iya, mas."

Keputusan itu mungkin terlihat sangat tergesa-gesa. Namun bagaimana lagi, karena kondisi ekonomi yang kurang baik. Hamid harus mengambil keputusan dengan cepat. Apalagi waktu itu Fahmi akan naik ke kelas VII pasti butuh biaya yang tidak sedikit.

-

-

-

-

Matahari sudah menampakkan sinar terangnya. Terlihat wajah Hamid sangat lesu. Karena semalaman dia tidak bisa tidur.

Diraihnya HP yang sedang tergeletak di meja. Kemudian dia memeriksa aplikasi berwarna hijau, dengan harapan ada chat masuk dari Ria, namun nyatanya nihil.

Jika ada uang Hamid ingin sekali pulang kampung, mencari istrinya. Namun bagaimana lagi, uangnya hanya cukup untuk makan saja.

Di sela-sela istirahat makan siang, Hamid mencoba menelfon beberapa teman dekat Ria, salah satunya Sari. Namun semua temannya tidak mengetahui keberadaan Ria.

-------

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum salam, jawab Irsyad dari dalam rumah.

"Eh Irsyad, kamu ada di sini. Fahmi kemana?."

"Hehehe iya. Fahmi ada di dapur tante."

Tya berjalan menuju dapur untuk bertemu dengan Fahmi.

"Kamu lagi ngapain Fahmi?"

"Heheheh lagi masak Tante."

"Fahmi, ini tante bawakan makanan dari Bu Mutia. Bu Mutia tadi antar banyak makanan. Beliau sedang ada acara syukuran. Aku taruh di sini ya. Ngomong-ngomong ibu kamu ke mana?"

Belum sempat menjawab tiba-tiba ada suara perempuan dari arah depan.

"Ria..." 

"Ria..."

Bik Murti berteriak-teriak memanggil Ria, terlihat membawa secarik kertas yang berisi bon belanjaan.

Sudah 2 bulan ini Ria memberanikan diri bon sembako di Warung Bik Murti. Ya meski orangnya sangat cerewet, dan maunya menang sendiri. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya dengan cara itu dia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Fahmi langsung berlari menuju arah suara itu datang.

"Bik Murti, iya besok ya Bik." Fahmi tahu betul tujuan Bik Murti datang ke rumah untuk menagih hutang.

"Besok-besok gimana? wong ibu kamu sudah janji hari ini mau bayar. Eh ditungguin malah gak datang. Ini bon sudah 2 minggu."

"Iya Bik, besok ya. Uangnya masih belum ada."

"Kemana ibu kamu? bisa rugi aku kalau kayak gini, bayarnya telat."

"Iya, maaf ya Bik, sekarang ibu tidak ada di rumah, beliau sedang ada urusan. Pasti besok akan dilunasi."

"Ok, aku pegang omongan kamu. Awas saja kalau meleset. Tak s*di aku membantu keluarga kamu lagi."

"Iya Bik." 

Wanita itu lantas pergi meninggalkan rumah Fahmi.

Karena suaranya yang sangat kencang seperti petir. Membuat Tya penasaran dengan sosok wanita itu. Diam-diam dia mendengarkan pembicaraan mereka dari belakang.

"Fahmi, yang marah-marah tadi siapa?"

"Itu tadi Bik Murti, memang suaranya begitu jadi terlihat kayak marah-marah, padahal tidak. Sebetulnya orangnya baik kok." Fahmi berusaha menutupinya.

"Oh..ya udah tante pulang dulu. Ya."

"Iya tante."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

-------

Malam semakin larut. Jam menunjukkan pukul 23:00. Hamid melihat chat yang kemarin dikirim ke Ria sudah centang biru, secepat kilat Hamid menelfon Ria. Tak lama langsung tersambung.

"Halo..."

'Loh kok suaranya laki-laki.' batin Hamid.

"Halo..." masih terdengar suara di seberang sana.

"Halo ini dengan siapa? kenapa HP istri saya di anda?"

"Saya ad..." tiba-tiba telfon tersebut terputus. Hamid mencoba menelfonnya kembali. Namun sudah tidak aktif.

'jangan-jangan benar dugaanku. Ria sudah berani main api di belakangku. Ah.. tapi mana mungkin, aku yakin dia tidak seperti itu. Tapi siapa laki-laki itu?' Hamid semakin penasaran.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 33

    "Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 32

    "Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 31

    "Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 30

    "Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 29

    "Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 28

    28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status