'Sudahlah Hamid jangan berpikir yang aneh-aneh. Mungkin Ria sedang butuh waktu untuk sendiri, menghilangkan kekecewaannya padamu. Kalau hatinya sudah tenang pasti dia akan menghubungimu.' batin Hamid yang berusaha menjernihkan pikirannya.
Sebetulnya dari awal Ria kurang setuju dengan langkah yang diambil Hamid, bekerja di posisi sekarang ini (sebagai kuli bangunan). Beberapa kali Ria dan Hamid beradu pendapat, bahkan sampai sekarang pun perdebatan itu masih sering terjadi.
Ria menginginkan Hamid untuk bekerja di tempat yang lebih baik lagi. Namun, Hamid masih teguh dengan pendiriannya, bertahan sebagai kuli bangunan. Bukan karena Ria kurang bersyukur, namun mengingat biaya hidup dan sekolah anak yang tidaklah sedikit. Apalagi kalau sampai ibu Ria mengetahui Hamid sering memberi nafkah kurang. Masalah yang lebih besar akan menghampiri mereka, bahkan masalah itu bisa membuat rumah tangga mereka retak.
Sebelumnya, saat usaha Hamid mulai terlihat kurang baik, tanpa sepengetahuan sang istri dia sudah mencoba melamar pekerjaan di berbagai tempat. Namun, dari semua lamaran yang dikirimkan, Hamid belum mendapatkan panggilan interview. Sampai akhirnya bengkel itu pun tutup dan Hamid belum mendapatkan pekerjaan.
Setelah satu minggu tutupnya bengkel. Mas Seno, sepupu Ria datang berkunjung ke rumah mereka. Dan mulailah mereka membahas mengenai pekerjaan.
"Aku sebetulnya lagi cari kuli bangunan, Ham. Dari kemarin masih belum dapat. Kalau kamu ikut kerja saya, gimana? sambil kamu nunggu panggilan interview. Tapi ya begitu kerjaan kuli, berat dan upahnya sedikit."
"Mau mas, meski sedikit tidak apa-apa, yang penting halal tidak masalah."
"Ya sudah kalau begitu, besok lusa aku kesini buat jemput kamu."
" Iya, mas."
Keputusan itu mungkin terlihat sangat tergesa-gesa. Namun bagaimana lagi, karena kondisi ekonomi yang kurang baik. Hamid harus mengambil keputusan dengan cepat. Apalagi waktu itu Fahmi akan naik ke kelas VII pasti butuh biaya yang tidak sedikit.
----Matahari sudah menampakkan sinar terangnya. Terlihat wajah Hamid sangat lesu. Karena semalaman dia tidak bisa tidur.
Diraihnya HP yang sedang tergeletak di meja. Kemudian dia memeriksa aplikasi berwarna hijau, dengan harapan ada chat masuk dari Ria, namun nyatanya nihil.
Jika ada uang Hamid ingin sekali pulang kampung, mencari istrinya. Namun bagaimana lagi, uangnya hanya cukup untuk makan saja.
Di sela-sela istirahat makan siang, Hamid mencoba menelfon beberapa teman dekat Ria, salah satunya Sari. Namun semua temannya tidak mengetahui keberadaan Ria.
-------
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam, jawab Irsyad dari dalam rumah.
"Eh Irsyad, kamu ada di sini. Fahmi kemana?."
"Hehehe iya. Fahmi ada di dapur tante."
Tya berjalan menuju dapur untuk bertemu dengan Fahmi.
"Kamu lagi ngapain Fahmi?"
"Heheheh lagi masak Tante."
"Fahmi, ini tante bawakan makanan dari Bu Mutia. Bu Mutia tadi antar banyak makanan. Beliau sedang ada acara syukuran. Aku taruh di sini ya. Ngomong-ngomong ibu kamu ke mana?"
Belum sempat menjawab tiba-tiba ada suara perempuan dari arah depan.
"Ria..."
"Ria..."
Bik Murti berteriak-teriak memanggil Ria, terlihat membawa secarik kertas yang berisi bon belanjaan.
Sudah 2 bulan ini Ria memberanikan diri bon sembako di Warung Bik Murti. Ya meski orangnya sangat cerewet, dan maunya menang sendiri. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya dengan cara itu dia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fahmi langsung berlari menuju arah suara itu datang.
"Bik Murti, iya besok ya Bik." Fahmi tahu betul tujuan Bik Murti datang ke rumah untuk menagih hutang.
"Besok-besok gimana? wong ibu kamu sudah janji hari ini mau bayar. Eh ditungguin malah gak datang. Ini bon sudah 2 minggu."
"Iya Bik, besok ya. Uangnya masih belum ada."
"Kemana ibu kamu? bisa rugi aku kalau kayak gini, bayarnya telat."
"Iya, maaf ya Bik, sekarang ibu tidak ada di rumah, beliau sedang ada urusan. Pasti besok akan dilunasi."
"Ok, aku pegang omongan kamu. Awas saja kalau meleset. Tak s*di aku membantu keluarga kamu lagi."
"Iya Bik."
Wanita itu lantas pergi meninggalkan rumah Fahmi.
Karena suaranya yang sangat kencang seperti petir. Membuat Tya penasaran dengan sosok wanita itu. Diam-diam dia mendengarkan pembicaraan mereka dari belakang.
"Fahmi, yang marah-marah tadi siapa?"
"Itu tadi Bik Murti, memang suaranya begitu jadi terlihat kayak marah-marah, padahal tidak. Sebetulnya orangnya baik kok." Fahmi berusaha menutupinya.
"Oh..ya udah tante pulang dulu. Ya."
"Iya tante."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
-------
Malam semakin larut. Jam menunjukkan pukul 23:00. Hamid melihat chat yang kemarin dikirim ke Ria sudah centang biru, secepat kilat Hamid menelfon Ria. Tak lama langsung tersambung.
"Halo..."
'Loh kok suaranya laki-laki.' batin Hamid.
"Halo..." masih terdengar suara di seberang sana.
"Halo ini dengan siapa? kenapa HP istri saya di anda?"
"Saya ad..." tiba-tiba telfon tersebut terputus. Hamid mencoba menelfonnya kembali. Namun sudah tidak aktif.
'jangan-jangan benar dugaanku. Ria sudah berani main api di belakangku. Ah.. tapi mana mungkin, aku yakin dia tidak seperti itu. Tapi siapa laki-laki itu?' Hamid semakin penasaran.
Setelah selesai mengantarkan makanan ke rumah Fahmi, Tya langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah. Tya segera memarkirkan sepeda motornya di garasi dan bergegas masuk ke dalam rumah."Barusan ada tamu, Bu?" Ria mendapati Ibunya yang sedang membersihkan gelas dan merapikan meja."Iya, barusan pulang.""Tamunya sia...?" belum selesai berbicara. Pertanyaan Tya dipotong ibunya."Tya, kakakmu tadi ada di rumah gak?""Gak ada Bu. Kata Fahmi dia sedang pergi, lagi ada urusan.""Kemaren pas Hamid telfon dia servis HP, sekarang sedang ada perlu. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan .....""Jangan-jangan apa Bu? barusan Ibu bilang apa? kalimat terakhir Tya gak dengar."" Enggak, Ibu gak bilang apa-apa. Disana ada Irsyad temannya Fahmi, kan? Irsyad itu tidur di sana, nemenin Fahmi, Ria sudah 3 hari ini tidak ada di rumah. Aku sudah tahu semua mengenai masalah Ria.""Memangnya kak Ria pergi kemana, Bu? yang ibu maksud
Jam menunjukkan pukul 9:35 pagi. Ria sudah tiba di rumah. Kemudian dia membuka tasnya untuk mencari kunci. Kunci masih belum dia dapati, tiba-tiba Bik Murti datang dan menyodorkan bon belanjaan. Iya begitulah Bik Murti kalau berkaitan dengan uang langsung nomor satu."Mana uangnya, ayo bayar." Bentak Bik Murti dengan suara lantangnya.Seketika Ria mengambil dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang. Di sisi lain Bik Murti melihat isi dompet Ria dengan penasaran. Dia melihat beberapa lembar uang merah dan biru di dalam dompet Ria."Ini Bik uangnya." Ria memberikan uang berwarna merah sebanyak 4 lembar dan 1 lembar uang berwarna biru. "Hitung dulu Bik, takutnya kurang."Bik Murti dengan secepat kilat menyambar uang itu."Sudah pas." Sambil memasukkan uang dari Ria kedompetnya."Hasil jual d**i selama tiga hari, dapatmu banyak juga ya?""Astagfirullahhaladzim, apa yang Bik Murti bicarakan ini?.""Aku bicara ap
'Alhamdulillah ya Allah, terimakasih sudah mengabulkan do'a hamba, sekarang hamba bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga.' Ria tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan. Walau usianya sekarang sudah menginjak 35 tahun, dia masih bisa mendapatkan pekerjaan. Ini tidak lain adalah atas bantuan sahabatnya yaitu Sari orang yang sangat berjasa dalam hidupnya.Hari ini adalah hari pertama Ria bekerja sebagai kasir di rumah makan. Kali ini dia kebagian shift pagi."Bu, pagi-pagi kok sudah rapi, mau kemana?"Tanya Fahmi keheranan melihat ibunya sudah berpakaian rapi dan wajahnya kelihatan lebih cantik daripada biasanya."Kamu lupa ya? hari ini kan hari pertama ibu bekerja.""Oh iya, aku lupa.""Doakan ya nak, semoga kerjaan ibu lancar, bisa memenuhi semua kebutuhan kita. Kita gak usah lagi telfon ke ayah minta jatah bulanan. Mau dikasih ya syukur gak dikasih pun kita tidak usah minta.""Iya Bu."Di tempat k
'Atau jangan-jangan mas Seno mengetahui sesuatu tentang akun tersebut. Atau bahkan mungkin dia mengenalnya. Apa dia sengaja baru memberitahuku sekarang, karena dia takut kalau aku akan tersinggung. Tapi kenapa dia berani menjelek-jelekkan sepupunya sendiri kepada aku? aku kan suaminya.Yang jelas aku sangat yakin istriku bukan tipe orang seperti itu. Aku sudah melihat sendiri di aplikasi itu, Ria tidak menanggapi komentar akun [R. Ardiansyah] dan tidak berbalas pesan dengannya. Itu sudah cukup bagiku untuk mempercayai Ria. Menendengarkan mas Seno malah bikin pusing.' Batin Hamid setelah mentelaah cerita dari mas Seno.Hamid tidak mau ambil pusing dengan omongan mas Seno. Dia lebih percaya dengan istrinya. karena kesetiaannya sudah tidak usah diragukan lagi. Kalau memang istrinya itu suka main belakang, pasti sejak lama Hamid sudah berstatus du*a."Sudahlah mas, jangan bahas itu aku tidak mau memikirkan hal yang aneh-aneh. Sekarang sudah waktunya kerja mas. Aku d
Tak lama kemudian Pak Cipto kembali masuk ke rumah makan dan mendatangi Ria. Dia memberikan sebuah amplop berwarna coklat dan disodorkan kepada Ria.Dengan membisikkan sesuatu kepadanya."Mbak Ria, sudah tahu kan apa yang harus mbk Ria lakukan!"Deg...Rasanya jantung Ria berhenti berdetak mendengar kata-kata dari Pak Cipto.Mulutnya diam membisu dengan seribu bahasa, dia tak bisa berbicara apa-apa, kaki dan tangan lemas sampai-sampai tidak bisa digerakkan.'Harusnya tadi aku segera pergi ke toilet, jika masalahnya akan menjadi seperti ini. Ya Allah apa yang harus hamba lakukan? hamba tidak bisa menerima uang yang seperti ini. Ya Allah tolong aku!'Setelah memberikan amplop itu, Pak Cipto bergegas pergi meninggalkan Ria yang sedang terpaku di tempatnya.Kemudian Ria meraih amplop itu dengan tangan bergetar.'Astagfirullah ini isinya uang. Dan pastinya ini jumlahnya tidaklah sedikit." Ria hanya meraba amplop tersebut ta
Bab 9Di sisi lain. Pak Cipto sampai rumah sekitar pukul 11 malam. Setelah turun dari mobil, lelaki itu disambut dengan istrinya, Bik Murti."Pah, kenapa kamu sekarang pulangnya selalu malam? ini sudah jam berapa kok baru pulang? kamu itu punya wanita lain atau gimana sih pah?" Bik Murti langsung memberondong beberapa pertanyaan."Masih meeting tadi mah, kamu itu bawaannya curiga melulu, mah. Mana mungkin aku punya wanita lain. Cukup kamu yang ada di sampingku." Rayu Pak Cipto sambil melingkarkan tangannya ke pundak Bik Murti.Kali ini Bik Murti melepaskan tangan Pak Cipto dengan kasar. Dia mencium aroma minyak wangi Pak Cipto yang tak biasanya."Pah, aku tanya jawab dengan jujur. Ini minyak wangi siapa yang kamu pakek Pah? ini bukan punya kamu. Ini bau minyak wangi perempuan."'Haduuuhhh... tadi aku keliru lagi ambil minyak wangi milik Rosa, waktu aku selesai bermain dengannya. Nanti kalau istriku mengetahui minyak wangi itu milik Rosa, pas
10."Ya Allah, Bik Murti kamu kenapa?"Tidak banyak tanya bicara Ria langsung membantu Bik Murti berdiri, dan membawanya masuk ke dalam rumah, tidak lupa di ambilkan nya segelas air minum.'Sesama perempuan aku sungguh tak tega melihat Bik Murti diperlakukan seperti ini oleh Pak Cipto. Ya Allah pasti Bik Murti adalah korban KDRT, sudah diselingkuhi dipukuli juga. Astagfirullah.'"Sabar ya Bik Murti." Ria mencoba menenangkan Bik Murti sambil menyeka wajahnya yang babak belur.-------Hari ini Tya masuk shift pagi, tak lupa uang suap dari Pak Cipto sudah dia siapkan."Des, kalau Pak Cipto makan ke sini jangan lupa beritahu aku ya!""Barusan Pak Cipto sudah kesini sama istrinya mbak Ria, tapi makanannya dibungkus." Jawab Desi.'Berarti setelah bertengkar dengan Bik Murti Pak Cipto pergi ke rumah wanitanya itu. Kasian banget kamu Bik.'Kemudian Ria melanjutkan pekerjaannya,Kurang lebih jam 14:00
11."Pak, jangan Pak!"Ria berteriak saat tangannya dise**uh oleh lelaki itu.Karena reflek, tangan Ria tidak sengaja men***ar wajah lelaki tua itu.Namun bukannya emosi Pak Cipto malah tertawa senang. Merasa senang seperti tertantang untuk mendapatkan Ria. Mobil itu sekarang melaju dengan sangat cepat. Saking cepatnya membuat Ria ketakutan."Pak, pelan-pelan dong, pak." Ria ketakutan melihat cara nyetir Pak Cipto."Kenapa? kamu takut ya? kalau pelan-pelan pasti kamu akan lompat.'Ya Allah, hamba harus bagaimana ini! bantu hamba ya Allah.' Ria sangat takut sekaliSesekali tangannya yang sudah mulai keriput itu mencolek Ria, bahkan di area yang sensitif."Pak, jangan pak!" teriak Ria berulang ulang."Hentikan teriakanmu Ria. Apa yang kamu lakukan ini akan membuat kamu menyesal.""Tolong Pak Cipto jangan mencolek-colek badan saya seperti itu. Nanti saya akan lompat pak.""Lompat saja Ria, kalau k