Setelah selesai mengantarkan makanan ke rumah Fahmi, Tya langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah. Tya segera memarkirkan sepeda motornya di garasi dan bergegas masuk ke dalam rumah.
"Barusan ada tamu, Bu?" Ria mendapati Ibunya yang sedang membersihkan gelas dan merapikan meja.
"Iya, barusan pulang."
"Tamunya sia...?" belum selesai berbicara. Pertanyaan Tya dipotong ibunya.
"Tya, kakakmu tadi ada di rumah gak?"
"Gak ada Bu. Kata Fahmi dia sedang pergi, lagi ada urusan."
"Kemaren pas Hamid telfon dia servis HP, sekarang sedang ada perlu. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan ....."
"Jangan-jangan apa Bu? barusan Ibu bilang apa? kalimat terakhir Tya gak dengar."
" Enggak, Ibu gak bilang apa-apa. Disana ada Irsyad temannya Fahmi, kan? Irsyad itu tidur di sana, nemenin Fahmi, Ria sudah 3 hari ini tidak ada di rumah. Aku sudah tahu semua mengenai masalah Ria."
"Memangnya kak Ria pergi kemana, Bu? yang ibu maksud sumber terpercaya itu siapa?"
"Ibu masih belum tahu pasti kemana perginya Ria, tapi yang jelas dia sedang ada masalah dengan Hamid. Kamu gak perlu tahu siapa yang sudah memberitahu Ibu."
'Yang dimaksud Ibu sebagi orang kepercayaan ini siapa? tega sekali orang yang memberikan informasi ini kepada Ibu. Rasanya ini memang di sengaja. Aku sebetulnya dari awal sudah curiga kak Ria jarang sekali keluar malam karena dia tidak tahan dingin. kecurigaanku bertambah ketika ada Bik Murti datang nagih hutang. Tapi aku berusaha untuk diam pura-pura tidak tahu. Karena aku tak ingin mencampuri urusan rumah tangga mereka. Semoga semua baik-baik saja.'
"Heh... kok malah bengong, sana cepat tidur ini sudah malam." titah Ibunya dengan nada naik 1 oktaf.
"Iya Bu."
Bu Rahmi memang tergolong orang yang keras. Sifat keras Bu Rahmi terbentuk semenjak Bu Rahmi memutuskan untuk bercerai. Karena suami yang dicintainya menikah lagi. Bahkan istri barunya saat menikah sudah hamil 2 bulan. Saat itu Ria masih berumur 5 tahun dan Tya berusia 1 tahun.
Setelah bercerai, Bu Rahmi dan ke dua anaknya hidup sebatang kara. Bu Rahmi angkat kaki dari rumah dan memilih untuk mengontrak. Meski kontrakan Bu Rahmi sangat sederhana, tapi dengan mengontrak itulah membuat batin Bu Rahmi malah lebih tenang.
Untuk menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan kedua putrinya Bu Rahmi rela banting tulang. Karena hanya punya modal sedikit dan tidak punya ketrampilan selain memasak, Bu Rahmi berjualan nasi bungkus dan aneka kue yang di titipkan di toko-toko dan warung. Karena keuletan dan di sisi lain rasa masakan Bu Murni enak, dagangan Bu Rahmi aku keras, sampai sekarang usaha yang dilakoninya terus berlanjut dan semakin besar bahkan sekarang sudah mempunyai beberapa karyawan. Dalam hati Bu Rahmi berjanji akan menikahkan kedua anaknya dengan orang kaya dan setia. Supaya tidak mengalami nasib seperti dirinya.
--------
"Fahmi ini ibu kamu telfon." Irsyad memberikan HPnya ke pada Fahmi.
"Bu, kapan pulang?"
"Besok pagi nak, kamu sementara bareng Irsyad dulu ya, uang yang Ibu berikan masih ada kan?
"Masih Bu, insya Allah cukup. Yang buat ibu telfon ni nomornya siapa?."
"Ini nomor Ibu yang baru, HP ibu hilang nak, untung kemarin ketemu sama tante Sari dia nolong ibu. Ini Ibu dikasih HP sama tante Sari. Tante Sari kenal juga loh sama mamanya Irsyad, ternyata mama Irsyad adalah teman SMA-nya tante Sari, makanya Ibu bisa telfon kamu ya dari tante Sari. Kalau ada perlu dengan Ibu, kamu telfon ke nomor ini saja ya!"
"Baik, Bu. Lah terus Ibu apa sudah dapat pekerjaan?"
"Ahamdulillah Ibu sudah dapat pekerjaan nak, semua ini karena bantuan tante Sari, kemaren Ibu di kenalkan tante Sari ke temannya. Ternyata temannya itu adalah bos dari rumah makan yang terkenal di kota kita. Tadi Ibu datang ke kantornya untuk tes interview, alhamdulillah langsung di terima. Nanti ibu akan ditempatkan di rumah makan yang ada kota kita nak, jadi Ibu bisa pulang setiap hari. Sekarang kita gak usah nungguin uang dari ayah. Ibu sudah bisa cari uang sendiri nak, nanti hasil dari ibu bekerja dan jualan baju insya Allah cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk membayar biaya sekolahmu nak. Tahu gak bosnya Ibu royal tadi ibu di kasih uang 1 juta katanya buat ongkos pulang dan tadi diajak makan siang bareng."
"Loh belum kerja kok sudah dikasih uang Bu, kok aneh?."
"Katanya sih karena Ibu ini teman tante Sari."
"Fahmi kok jadi punya firasat tidak enak sih Bu, soalnya dimana-mana kerja dulu baru dikasih uang"
"Ah sudahlah gak usah terlalu dipikirin semoga semuanya baik-baik saja. Kamu ingat ya jangan kasih tau tante Tya dan nenek kalau ibu pergi dari rumah cari kerja."
"Baik Bu."
"Ibu tutup telfonnya ya nak."
"Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung
"Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak
"Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp
"Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal
"Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k
28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok