Share

Bab 0004

Aruna memajukan bibir bawah, meniup udara hingga menerbangkan poninya.

Papinya Isvara tadi memaksa agar Aruna membawa mobil BMW putih yang sedang dikendarainya saat ini kalau tidak mau Pak Yayat yang mengantar jemputnya setiap hari dari rumah ke kantor.

Jadi, mana bisa Aruna menolak.

Dari pada Pak Malik mengantar jemputnya setiap hari.

Pak Malik tinggal di rumah Adrian di Setiabudhi lalu harus menjemput Aruna di rumah di Buah Batu untuk kemudian mengantarnya ke daerah Dago, ‘kan muter-muter jadinya.

Kasian Pak Malik.

Sekitar empat puluh lima menit kemudian akhirnya Aruna Tiba di rumah padahal tadi ia menggunakan jalan tol.

Ternyata lewat jalan tol lebih jauh, memutar dan tadi sempat tertahan traffict light Buah Batu yang pengemudi sampai bisa bikin konten TikTok dulu saking lamanya untuk berubah ke warna hijau.

Aruna membuka pintu pagar, memasukan mobil ke garasi lalu menutup pintu pagar lagi.

Bagian depan rumah sudah dalam keadaan menyala berkat alat otomatis yang ia tempelkan di lampu teras sehingga lampu akan menyala jika hari mulai gelap dan mati dengan sendirinya jika hari sudah siang.

Aruna mengembuskan napas panjang ketika masuk ke dalam rumah.

Matanya selalu berair setiap kali melihat foto pernikahannya dengan mas Bian yang terpajang di ruang tamu.

Aruna jadi ingat ucapan Adrian tadi, sebaiknya ia juga menyingkirkan foto itu karena begitu menyakitkan setiap kali melihatnya.

Langkah Aruna kini sudah sampai di depan pintu kamar, Aruna merasakan perutnya perih.

Ia baru sadar kalau ternyata belum makan malam, tadi setelah menyuapi Isvara—ia bermain sebentar lalu menidurkan gadis kecil itu.

Aruna belum sempat makan.

Akhirnya memutar badan, Aruna seret kakinya menuju dapur setelah tadi melempar tas ke sofa ruang televisi.

Tangannya terulur ke atas mencari mie instant untuk di masak dan ia mendapatkannya lalu tertegun sesaat.

FLASHBACK ON

“Mas … mie instannya udah mateng.”

“Waaa ….” Mata Bian berbinar melihat semangkuk mie instan dengan telur mata sapi di atasnya.”

“Sini duduk, temenin aku makan.” Bian menarik kursi di sampingnya.

“Kalau tahu Mas akan makan di rumah, tadi aku masak dulu.” Aruna mengerucutkan bibir.

Merasa bersalah karena Bian jadi harus makan mie instan malam-malam begini.

“Enggak apa-apa, aku juga pikir kalau aku dikasih makan malam di rapat tadi tapi Pak Adrian pelit, masa rapatnya cuma singkong sama ubi? Dia kata kita lagi ngeronda apa?” Bian bersungut-sungut.

Adrian lagi yang disalahkan, padahal tidak ada rapat. Bian baru saja pulang dari rumah kontrakan Rika usai menabur benih di rahim wanita itu. Rika tidak bisa masak jadi Adrian kelaparan.

“Nyebelin banget bosnya Mas itu ya.” Aruna terprovokasi.

Bian mengangguk setuju.

“Kamu mau enggak?” Bian menggulung mie dengan garpu kemudian menyodorkannya ke depan Aruna.

Aruna menggelengkan kepala. “Buat Mas Bian aja … Mas pasti lapar abis kerja keras.”

Iya, kerja keras bikin anak sama Rika.

Bian terkekeh kemudian menghabiskan semangkuk mie instan dengan lahap.

Pria itu lantas beranjak dari kursi setelah menghabiskan mie instan dan menenggak habis air mineral yang Aruna sediakan untuknya.

“Aku tidur duluan ya, capek banget.” Bian mengecup pelipis Aruna ketika istrinya sedang mencuci mangkuk kotor bekas mie instan kemudian pergi meninggalkan Aruna sendiri di dapur.

Aruna tersenyum kecut, ia pikir setelah makan mie instan Bian akan mengajaknya bercinta.

Tapi harapan Aruna pupus, dua minggu lamanya ia tidak mendapat nafkah batin dari Bian.

Aruna berusaha mengerti dan menganggap kalau psikis Bian sedang tertekan karena beratnya pekerjaan sehingga membuat suaminya itu jadi tidak berhasrat.

FLASHBACK OFF

Padahal mungkin bukan karena tertekan tapi karena telah melampiaskannya dengan wanita lain.

Aruna baru menyadarinya.

Ia membuang bungkus mie instan yang dipegangnya ke dalam tong sampah.

Menarik kursi lalu naik untuk mengeluarkan banyak mie instan dari lemari kitchen set dan membuangnya ke tong sampah.

Ia berjanji tidak akan memakan mie instan lagi.

Setelah melakukan tindakan emosional membuang mie instan dengan napas memburu—Aruna beralih pada kulkas.

Ada buah mangga yang sudah dikupas dan di potong-potong di dalam sebuah kotak.

Aruna mengeluarkan lalu membawa kotak berisi buah mangga itu ke ruang televisi.

Menyalakan televisi kemudian mulai memakan buah mangga sambil berlinang air mata.

Apakah Bian sadar kalau perselingkuhannya itu membuat Aruna menjadi tidak percaya diri.

Aruna merasa dirinya tidak cantik dan tubuhnya tidak menarik juga tidak hebat dalam bercinta sehingga Bian berselingkuh.

Padahal dibanding Rika, Aruna jauh lebih cantik.

Hanya saja Rika terlalu murah dan Bian memang brengsek.

***

“Papi … nanti mami ke sini lagi, kan?”

Isvara bertanya, mata bulatnya mengerjap penuh permohonan.

Ini yang Adrian khawatirkan, Isvara menagih bertemu lagi dengan Aruna.

“Kayanya mami sibuk, tapi nanti papi tanya mami dulu ya.”

Isvara tidak puas, menggerakan kepalanya hingga rambut yang dikuncuir dua itu bergerak ke sana ke mari.

“Kata mami, mami enggak bisa tinggal sama kita dan tidur sama papi karena belum menikah ….”

“Betul.” Adrian menyahut cepat.

“Terus … kenapa papi enggak nikahin mami aja?”

Adrian tercenung sesaat, lalu tangannya terulur mengusap kepala Isvara.

“Ara ‘kan tahu wajah mami … ada fotonya di ruang kerja papi, kenapa Ara manggil tante Aruna dengan panggilan mami?”

“Papi enggak liat? Senyum mami Aruna sama kaya di foto yang ada di ruang kerja papi.”

Adrian mengerutkan keningnya. “Masa sih?” Ia bergumam.

Adrian menikah dengan Tyas-maminya Isvara karena sebuah perjodohan.

Tyas memang berparas cantik jadi Adrian menerimanya sebagai istri kemudian Tyas hamil dan meninggal saat melahirkan Isvara.

Karena kesibukannya, Adrian tidak sempat mengalami jatuh cinta dengan beribu macam momen manis.

Ia pergi kerja pagi harinya lalu pulang ke rumah malam hari, bercinta dengan Tyas kemudian tidur lalu bangun keesokan harinya dan kerja lagi.

Begitu terus setiap hari dan ia baru menyadarinya sekarang bila banyak waktu dilewatkan Tyas dalam kesepian.

Adrian jadi merasa bersalah sampai detail wajah mendiang istrinya sendiri tidak melekat dalam benaknya.

“Jadi kamu menganggap mami Aruna mami kamu karena senyumnya mirip?” Adrian bertanya.

Dua kucir rambut Isvara bergerak karena kepalanya menggeleng.

“Enggak, Papi … mami Aruna itu mami Ara.”

“Tapi mami Ara ‘kan mami Tyas yang ada di foto … mami Aruna cuma mirip.”

“Ih, Papi ngeyel ya ….”

Isvara memberengut dengan kedua tangan terlipat di dada.

Adrian terkekeh, mengusap kepala Isvara lagi.

“Kalau tante Trisha gimana?” Adrian bertanya dengan suara pelan.

“Jangan bawa dia ke rumah lagi, Ara enggak suka.”

Ada marah pada sorot mata Isvara ketika berkata demikian, entah siapa yang mengajarkan putrinya seperti itu.

Apa mungkin omanya?

“Araaa, mau ke mana?” Adrian meninggikan suara memanggil Isvara saat gadis itu telah berlari menjauh sebelum menghabiskan sarapannya.

“Ara mau sekolah, kata mami kalau Ara pinter nanti mami seneng ... ayo cepet, Pi … anter Ara sekolah.” Isvara berteriak sambil berlari melewati pintu pemisah antara ruang makan dan ruang televisi.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Udah papi nikah aja sama mami Aruna hihi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status