Home / Romansa / Ketika Kamu Menjadi Aku / 4. Kembalikan Tubuhku!

Share

4. Kembalikan Tubuhku!

Author: Mochichi26
last update Last Updated: 2021-05-31 13:00:39

Sampai keesokan harinya mereka masih berada dalam status tertukar tubuh. Jiwa Anna yang berada di dalam tubuh Raden pun baru menyadarkan diri. Namun, bedanya dia hanya berdiam saja. Membiarkan dokter dan perawat datang mengecek perkembangan kondisi tubuh. Tidak banyak percakapan yang terjadi selain menjawab pertanyaan sang dokter.

Anna bisa beristirahat lebih tenang dan nyenyak meski ia sadar bahwa mereka sedang mengalami hal yang aneh.

Sedangkan Raden yang berada di tubuh Anna terbangun setelah tertidur tiga jam yang lalu. Itu pun bukan karena dia bangun sendiri, melainkan dibangunkan oleh seseorang yang cukup kasar. "Hei, bangunlah!"

Siapa yang berani memerintah seperti itu kepadaku? Walaupun dia belum benar-benar sadar diri, ia mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang wanita beserta lelaki yang wajahnya sangat ia hafal.

"Apa yang sudah kamu lakukan?!" Suara wanita paruh baya tersebut meninggi, sama seperti kedua alisnya. "Rumahmu benar-benar seperti kapal pecah."

Ah, benar juga. Karena tidak memungkinkan untuk Anna tidur di sofa tamu rawat inap, ia memutuskan untuk tidur di kamar Anna. Beruntung para asistennya sudah membersihkan dengan kilat sehingga ia tidak perlu khawatir untuk tidur di ranjangnya.

Gara-gara ini juga, Raden jadi berpikir apakah orang tua Anna selalu datang pagi-pagi hari untuk melihat Anna? Atau kebetulan saja mereka datang di hari saat tubuh Annda dan Raden tertukar?

"Kelihatannya kamu sangat marah karena semalam, ya." Masya sengaja menekankan satu kata dalam kalimatnya. Namun, Anna lebih memilih menatap lurus kepada sang Ayah dibanding mendengar perkataan aneh Ibunya.

"Anna," panggil Malik. Akhirnya dia bersuara juga, batin Raden.

Orang yang dipanggil hanya bergumam kecil agar Malik melanjutkan apa yang ingin ia katakan. "Apakah semalam kamu menembak Raden?"

Orang yang lebih responsif atas pertanyaan itu adalah Masya. Dengan mata membulat tidak percaya, ia mengeraskan volume seakan-akan ingin membuat semua orang tahu kalau dia sedang terkejut. "APA?! Astaga! Kamu ini sudah gila, ya?!"

"Gila?" Jika dilihat dari kondisi Anna semalam ... "Mungkin saja aku memang sudah gila."

Malik memijat keningnya. Ia mengetahui itu karena seorang mata-mata yang ia taruh di rumah ini melapor kejadian tersebut. Katanya, setelah Anna pulang dari acaranya, semua barang dihancurkan. Bahkan Raden ditembak, padahal lelaki itu baru datang setelah sekian lamanya tidak mengunjungi rumah ini. "Kenapa?"

Entahlah. Sayang sekali saat ini di dalam tubuh Anna bukan orang yang sebenarnya. Jadi, Raden mencoba melontarkan kalimat sesuai gaya bicara Anna selama ini. "Memangnya aku butuh alasan untuk itu?"

PLAK!

Tangan Masya sangat ringan untuk menampar pipi Anna sampai memerah. Raden tidak percaya bahwa saat ini dia ditampar setelah dibangunkan mendadak. "Kamu ini gila, ya?! Cepat kunjungi suamimu dan minta maaf ke dia!"

Apakah ini adalah kali pertama untuk Anna ditampar ibunya sendiri?

Karena terkejut sekaligus efek baru bangun tidur, tubuhnya malah membeku. Masya nyaris mau menarik dengan kasar, namun Malik menahannya. "Biarkan dia merespon dengan benar dulu. Sepertinya kita datang ke sini terlalu pagi?"

"Pagi? Ini sudah jam delapan, bukankah dia selalu bangun jam lima?" heran wanita cerewet tersebut. Dahinya berkernyit meski pada akhirnya tetap tunduk pada perkataan suami.

Sebelum mereka berdua pergi, Malik kembali memberi nasihat--atau mungkin adalah perintah. "Kamu harus cepat meminta maaf kepada Raden. Jika hubungan kalian semakin buruk, terpaksa saya harus menyeretmu kembali ke rumah."

Mereka pergi sedangkan Raden masih mencoba untuk mencerna semuanya. Padahal selama ini pasutri Setiawan tampak sangat menyayangi Anna, putri mereka. Tapi barusan saja dia seperti sedang diancam. Bahkan bulu kuduknya berdiri untuk perasaan yang tidak bisa dijelaskan.

"Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ini adalah hal bagus. Memang seharusnya wanita itu meminta maaf kepadaku," gumamnya. "Sudahlah, sekarang aku harus mandi ... Tunggu, gimana caranya agar aku bisa mandi?"

Bukannya Raden lupa mendadak gimana cara teknis untuk mandi. Memang dia hanya perlu buka baju, membilas tubuh dengan air, pakai sabun, kembali disiram air, dan memakai pakaian lagi. Tapi, masalahnya sekarang dia ada di tubuh Anna.

Merah tomat mulai menjalar ke pipinya. Pipinya sudah seperti sedang menggunakan blush-on saking meronanya dia saat memikirkan kegiatan selanjutnya.

"Astaga, dan dia akan melihat ... adikku?!"

*****

"Huh, untung saja aku tidak disuruh mandi," celetuk Anna. Saat ini posisinya dia masih di dalam tubuh Raden dan baru saja bagian atas tubuhnya diseka oleh perawat. "Kuharap tubuhku benar-benar pingsan dan tidak ada jiwa Raden di dalamnya."

Setelah semua rutinitas pagi para perawat medis selesai, dia bisa menikmati program televisi di hadapannya. Meski tidak sebagus channel televisi luar, setidaknya ruangan ini tidak akan sepi.

Sayang sekali, kenikmatan itu langsung direnggut ketika seseorang membuka pintu dengan kasar. Mata gelap milik Raden membesar, dia tidak percaya bahwa jiwa lelaki itu sungguhan berada di tubuhnya!

Setelah menutup pintu dengan benar, kaki Raden melangkah mendekat. Sebagai sikap pertahanan, Anna berseru terlebih dahulu, "Sialan! Apa yang kamu lakukan terhadap tubuhku?!"

Kaki jenjang Raden--yang sebenarnya adalah milik Anna--berhenti melangkah. Pria itu tertegun mendengar pertanyaan konyol tersebut. "Seharusnya aku yang bertanya!"

Meski menggunakan suara Anna, Raden tetap berhasil membuatnya terlihat lebih mendominasi. "Kamu sudah menembakku sampai aku nyaris meninggal dan kini tubuh kita tertukar! Bagaimana caramu akan bertanggung jawab?"

Anna sedikit bergetar, dia masih tidak siap harus menghadapi Raden yang sudah pernah ia coba bunuh. Melihat kepala yang mulai tertunduk, Raden kembali berjalan mendekat dan menyesuaikan tinggi kepala mereka agar bisa sejajar. "Karena perbuatanmu sangat keterlaluan, aku tidak akan pernah melepaskanmu bahkan sampai kamu mati."

Ketika Raden menarik kepalanya, Anna tidak bisa berkata-kata. Matanya melihat ke sana sini sebagai tanda kegugupannya. 'Tidak. Aku tidak boleh seperti ini. Aku tidak boleh terlihat ketakutan,' batinnya.

Setelah Anna menyakinkan diri dan Raden pun mendengus, suasana tidak sedingin tadi. Apalagi tiba-tiba Raden berceletuk, "Astaga, aneh sekali kita bertengkar dengan suara yang berbeda. Hei, tubuh kita tertukar."

Informasi tidak berguna itu membuat Anna memutar mata malas, dia pun sejak awal bangun sudah sadar dan histeris terlebih dahulu. Raden melanjutkan prasangkanya, "Apa kamu menggunakan sihir?"

"Kamu kira diam-diam aku adalah penyihir hitam seperti di cerita fiksi?"

"Siapa tahu?"

"Dasar gila. Aku tidak percaya bahwa CEO macam kamu masih percaya sihir," omel Anna. Ia melemparkan pandangan ke teleivisi lagi dengan bibir mengulum. Raden yang tidak suka dihindari seperti itu langsung merebut remot yang berada di samping tubuhnya, lantas segera mematikan televisi.

"Tidak ada tontonan TV sampai kamu menjelaskan semua ini." Raden tetap keras kepala. Dia yakin bahwa Anna terlah berbuat sesuatu. "Oh, juga peluru yang ada di tubuhku--"

Tangan milik Anna langsung membuka baju pasien Raden dan mencoba menyentuh dada. Jiwa yang ada di dalam tubuh Raden adalah seorang perempuan dan Anna tidak terbiasa jika seseorang tiba-tiba menyentuh dadanya. "Hei! Menyingkir! Kamu mau memperkosa aku?"

"Bukankah aku ini berhak untuk menyentuh tubuh sendiri?" tanya Raden sekaligus sebagai alasan. Tangannya berhasil ditepis keras oleh Anna. Dia pun mengerjap-ngerjapkan mata dan mulai berkaca-kaca. "Kamu mau nangis? Astaga! Aku tidak sedang melecehkan kamu! Lihat, bahkan saat aku mandi pun aku berusaha untuk tidak menyentuh--ah, sudahlah lupakan saja. Intinya, apakah saat ini ada bekas jahitan dokter di tubuhku?"

Anna refleks mencoba menyentuh bagian yang hendak Raden sentuh tadi. Setelah menyakinkan diri bahwa tidak ada apa pun di sana, ia berhenti mengusap dan menggeleng. "Tidak. Padahal aku yakin aku menembak di daerah jantungmu."

"Bagian lain?" Raden mulai panik dan hendak menyentuh Anna lagi, tapi Anna buru-buru memberi tatapan horor.

"Jangan sentuh aku. Biarkan aku yang mengecek sendiri!" 

Raden mengencangkan pinggangnya. Lihat sekarang, Anna bersikap seolah dia pemilik tubuh Raden sebenarnya. Dasar tidak tahu diri.

"Tidak ada."

Jawaban tersebut membuat Raden berdecak sebal. "Sekarang keanehannya bertambah satu lagi. Astaga, kamu ini benar-benar biang masalah. Seandainya kamu semalam tidak menembakku, kita tidak akan terjebak di situasi ini."

"Oh, jadi sekarang kamu mau menyalahkanku? Huh! Seandainya kamu mau menemaniku ke acara Ayah, aku tidak akan menembakmu."

"Kenapa malah aku yang salah?" Raden tidak terima dengan tuduhan Anna yang tidak masuk akal. "Sejak awal kamu yang sudah tidak waras, makanya bisa tertawa setelah menembakku."

Tidak waras? Jadi Raden pun berpikir kalau dia sudah gila? "Perhatikan ucapanmu."

"Kenapa harus aku yang memperhatikan ucapanku? Memangnya seorang pembunuh pantas menyuruh korbannya terus diam?"

"BAHKAN KAMU TIDAK MATI!" Anna menggaungkan suara Raden yang sangat keras, bahkan Raden sendiri sampai menutup telinganya. "Aku tidak gila, dan aku bukan pembunuh!"

Kedua tangan Anna bertepuk tangan, tepukan tangan yang ditujukan pada jiwanya sendiri. "Hebat sekali kamu bisa bertingkah seakan kamu bukan pendosa. Meski aku tidak jadi terbunuh, aku tetap bisa menuntutmu atas percobaan pembunuhan. Kamu tetap bisa dihukum karena itu."

"Haha," tawa Anna singkat. Tiba-tiba ia merasa ia mendapatkan keuntungan untuk berada di tubuh Raden. "Lebih tepatnya, tubuhmu lah yang akan melakukannya. Jika kamu tetap terjebak di tubuhku, malah jiwamu yang akan menerima hukumannya. Benar, bukan?"

Tangannya mengepal, nafasnya jadi sedikit lebih memburu, dan dadanya naik turun. Saat ini tubuh Anna bergerak tidak sesuai keanggunan wanita biasanya. Raden mencoba mengubah suaranya lebih berat dengan pita suara Anna. "Cepat kembalikan aku ke kondisi semula. Kembalikan aku ke tubuhku!"

Anna menghela nafas kasar. "Bahkan aku pun tidak tahu kenapa pelurunya bisa hilang di tubuhmu. Lalu bagaimana caranya aku tahu--"

"Aku tidak ingin tahu! Pokoknya kamu harus menemukan caranya!" Raden melangkah ke pintu dengan gelisah dan keluar dari ruang rawatnya. Anna hanya bisa menghela nafas setelah pintunya kembali tertutup.

Ya ampun, kenapa semuanya jadi sangat membingungkan?

[Bersambung]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   124. Telah Selesai

    Setelah yang terjadi selama beberapa bulan, waktu terus berjalan. Perlahan namun pasti, semua orang telah beradaptasi pada lingkungan baru dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Salah satunya adalah tokoh utama kisah ini, Raden dan Anna. Sebagai CFO, Raden terus membuat pencapaian baru dan bersama-sama keluarganya di Kusumagroup, perusahaan terus berkembang besar. Sedangkan di rumah, ada Anna yang mencari kegiatan lain untuk mengisi waktunya. Karena itu, akhir-akhir ini dia lebih sering menghabiskan waktu di dapur, gym untuk berolahraga, dan tempat manapun yang nyaman untuk menulis. Sekaligus untuk mendapatkan penghasilan sendiri, Anna membuka usaha katering bersama saudara-saudara perempuannya. Tidak sulit untuk mencari kostumer baru berkat koneksi yang dimiliki Elisa dan Ariel. Selain itu, perihal Masya sesudah Malik mendekam di penjara, dia tinggal sendiri di sebuah satu unit apartemen atas nama Anna di luar kota. Untuk menghindari keributan

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   123. Akhir Yang Baik

    Tibalah Elisa, Ariel, dan Erik yang berlebam-lebam di depan rumah Anna. Setelah menunggu konfirmasi, para satpam membukakan pagar untuk mobil mereka masuk ke dalam. Para pembantu yang menyapa mereka terkejut saat melihat Erik keluar. Kenapa ada anak laki-laki yang sedang terluka di antara mereka? Ketika Anna turun dari kamar untuk menyapa sang saudara, dia sama terkejutnya ketika melihat Erik. Cepat-cepat dia mendekati si bungsu dan menyuruh seseorang menelepon dokter. Untuk kali pertamanya dia melihat Erik ada di kondisi selusuh ini. "Apa apa ini? Kok kamu bisa terluka seperti ini?" "Dia bertengkar sama beberapa anak kelas sebelas." "Astaga, pantas saja memar seperti ini." Anna masih fokus pada luka-luka Erik dan mengomel tak seharusnya Erik mengalami luka separah ini. Tetapi dia lebih kaget saat mendengar Elisa berkata, "Lukanya tidak seberapa. Malah Erik sudah membuat tiga murid kelas sebelas dirawat di rumah sakit." "Serius?" Erik yang sel

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   122. Dampak

    Seusai memberitahu apa yang pernah terjadi di masa lalu, Masya berhasil dibawa pulang oleh Ariel dan Erik. Mereka berjanji akan mengawasi sang Ibu lebi ketat sehingga Anna tidak perlu takut kejadian tadi akan terulang. Sampai mobil adik-adiknya tak terlihat, Anna masih melamun. Raden berusaha mengajak Anna masuk dengan sangat hati-hati. "Ayo kita kembali masuk." Baru saja mereka melangkah dua kali, badan Anna sudah terhuyung dan nyaris jatuh jika Raden tidak sergap dalam menahan tubuh sang istri. Kemudian setetes air mata berhasil lolos dari mata wanita itu. Tidak mungkin bisa berjalan dengan kedua kaki ketika pikiran sedang di antah berantah, Raden memutuskan untuk menggendong Anna alabridal style. Para pembantu yang melihat kondisi Anna bisa berubah drastis jadi kebingungan sendiri. Apa yang telah terjadi? Raden hanya menyuruh mereka untuk mengantarkan minuman untuk jaga-jaga jika Anna sudah tidak sesyok ini. "Saya tunggu di kamar," kat

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   121. Kisah Lama

    "Dasar anak haram tidak tahu diri!" seru Masya keras. Nafasnya sampai terengah-engah saking semangatnya untuk mengutuk Anna. Sedangkan Anna semakin tertegun. Anak haram? Apakah itu hanya umpatan asal atau ... memang seperti itu? Seandainya Masya tidak melanjutkan ucapannya, sudah pasti Anna hanya mengganggap sebagai angin lalu. "Tentu saja kamu tidak tahu kalau sebenarnya kamu ini anak di luar nikah, kan? Ibumu mengkhianati cinta suamiku saat itu dengan melakukan persetubuhan bersama Ayahmu dan berakhir memiliki dirimu. Seandainya kamu tak pernah ada, maka mungkin Malik tidak akan pernah tahu kalau Ibumu telah mengkhianatinya.” Kembali teringat ulang masa lalu, tanpa sengaja Masya kembali mengumpat yang bukan ditujukan pada Anna. "Dasar wanita jalang." Anna terkejut berat. Ibu kandungnya mengkhianati cinta Malik? Apakah dalam kata lain, Ibunya pernah melakukan perselingkuhan? “Bukankah wajar jika Malik sakit hati setiap kali melihat wajahmu?" Ma

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   120. Akhirnya Tertangkap

    Di pinggir teras ada seorang wanita yang berdiri dan memandangi langit biru. Mata cokelat gelapnya tak mampu beralih dari keindahan langit padahal masih ada hal yang harus dia lakukan. "Hari ini langitnya cantik." Ia pejamkan mata untuk beberapa detik, berusaha menfokuskan telinga untuk mendengarkan suara angin yang menerpa wajahnya serta kesejukan udara hari ini. Barulah ketika dia puas, dia turun ke dapur untuk membuat kopi instan dengan cepat. "Bu Anna mau makan apa?" tanya pembantu yang bertugas mengurus makanan di rumah itu. Anna hanya menjawab seadanya saja, "Terserah kamu. Yang penting bisa dimakan. Raden juga tidak akan pilih-pilih makanan." Kopi instan sudah siap jadi dan segera Anna bawa ke meja dekat sofa. Sekarang di pagi hari ini dia ingin bersantai dengan menonton sesuatu di televisi. Perasaannya berkata, ada sesuatu yang bagus jika dia membuka televisi. Remot hitam diambil dan salah satu tombol ditekan oleh ibu jari Anna. Layar hitam it

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   119. Partner yang Bisa Diandalkan

    Noah sudah menerima kabar bahwa saat ini Malik sedang berurusan dengan polisi akibat kebocoran informasi yang menyebabkan seseorang bisa melapor. Sedikit dia merasa khawatir, tapi tidak benar-benar khawatir. Mungkin kekhawatirannya hanya sekitar sepuluh persen sebagai bentuk simpati. Selain dari itu, bukan urusannya sebab dia tidak pernah berurusan dengan harta benda Setiawan. Toh, meski sudah dua puluh tahun lewat dia dirawat suami istri tersebut, tetap Noah pernah menjadi seorang korban dari kejahatan mereka. Di sela-sela istirahatnya, sang sekretaris mengetuk pintu dan masuk untuk melaporkan bahwa Raden menyampaikan permintaannya untuk makan malam bersama Noah. Tentu saja alasan di baliknya tidak dijelaskan. "Jika Bapak mengiyakan, Bapak bisa menghubungi Pak Raden," beritahunya sebelum keluar lagi dari ruangan. Noah dibuat menerka-nerka dan lebih berhati-hati untuk mengambil langkah selanjutnya. "Apakah dia mengajakku bertemu untuk menyombongkan diri? Kare

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   118. Pembicaraan Sengit

    "Kak, maafkan aku." Belum apa-apa, tiba-tiba Anna menerima telepon Ariel yang kemudian diisi dengan isakan tangis. Kebingungan, Anna berusaha bertanya selembut mungkin. "Ada apa, Ariel? Kenapa kamu nangis?" Sang adik terus mengatakan hal yang sama. "Maafkan aku." "Oke, oke. Aku akan memaafkan kamu asal kamu kasih tahu dulu, apa yang membuatmu menangis seperti ini?" Jelas pasti ada hal buruk yang menimpa adik keduanya. "Ayah dan Ibu ... Mereka tahu perbuatanku yang menipu para pekerja rumah. Terus mereka bertanya kenapa aku melakukan itu. Ayah sangat menyeramkan. Jadi ... mau tidak mau aku menyebutkan nama Kakak. Maafkan aku." Menipu pekerja rumah? Apakah ini berkaitan dengan hari di mana Raden berusaha memasuki ruang kerja pribadi Malik saat berada di tubuhnya? Kalau memang benar yang dimaksud adalah hari itu, artinya mereka sudah mendapatkan surat panggilan polisi dan sedang mencari tahu apa yang sudah mereka lewatkan. "Kurasa sehabis i

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   117. Cek CCTV

    Siapa orang brengsek yang sudah menerobos masuk ruang kerja pribadi miliknya? Malik menghubungi pemimpin dari pengawal yang diam-diam dia sebarkan di sekitar rumah untuk menjaga keamanan. "Apakah ada seseorang yang masuk ke dalam rumah ini ketika tidak ada aku dan Masya?" Mustahil rasanya seseorang berhasil menerobos ruang kerja jika ada Masya. Sang istrinya tidak kalahstrictuntuk melarang siapapun masuk. Reaksi orang yang kali ini ditelepon cukup berbeda dengan orang-orang sebelumnya. Malik sudah berkali-kali mendapat jawaban tidak ada kebocoran apapun, sedangkan pemimpin pengawal kali ini memberitahu, "Saya tidak tahu--" Belum apa-apa Malik sudah mulai dibuat geram. "Tapi, memang ada sesuatu yang terjadi saat Bapak dan Ibu pergi ke luar negeri selama lima hari." "Maksudmu perjalanan bisnis yang terakhir ini?" "Iya. Saat itu, secara tiba-tiba semua pengawal diserang dan untuk beberapa jam kami tidak sadarkan diri. Lalu, s

  • Ketika Kamu Menjadi Aku   116. Surat Panggilan

    Air sudah mendidih dan segera dituangkan di teko teh. Selama beberapa menit teh diseduhkan dan kemudian dituang kembali di cangkir keramik. Dengan hati-hati agar tidak tumpah, Masya berjalan menghampiri sang suami dan meletakkan teh di meja samping. Cuaca hari ini cukup bagus. Tidak terlalu panas ataupun hujan, bisa dibilang cukup sejuk bagi ibu kota. Hari ini terlalu damai. "Aku mendengar sesuatu dari Noah," celetuk Malik mendadak sambil menutup koran yang sudah dibaca selama lima belas menit. Setelah koran langganannya kembali terlipat rapi, ia lanjutkan pembicaraan barusan, "Raden hendak melakukan sesuatu padaku. Sudah beberapa minggu ini ada orang-orang di luar pegawai kantornya yang datang ke kantornya. Huh ... Tapi ini aneh. Raden terlihat seperti sengaja membuat kita dan Noah curiga." "Haish, Raden. Kenapa kita harus menikahkan Anna dengan dia, sih? Benar-benar menantu yang merepotkan. Kira-kira apa yang sedang dia rencanakan? Apakah Noah memberi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status