Share

2. Kesan Pertama

 

"A-apa, Mas?" Zalikha masih dalam keadaan gugup, melihat Sadewa yang tiba-tiba datang mengunjunginya. Dan putra dari Ibu Daisah itu masih menatap tajam, membuat Zalikha menunduk, menghindari bertatapan langsung. Jantungnya berdegup lebih kencang.

 

"Ko Mbak tahu, jika nama saya Sadewa?"

 

"Ohh ... itu, dari Ibu Mas yang memberi tahu."

 

"Maksudnya?" tanya Sadewa lagi menyelidik.

 

"I-iya, tadi siang, beliau bilang jika punya putra pertama bernama Sadewa, dan mengirimkan photo Mas kepada saya."

 

"Buat apa Ibu mengirimkan photo," gumam Sadewa, bertanya ke dirinya sendiri.

 

"Apa, Mas?" tanya Zalikha, memperjelas, karena dia pikir Sadewa sedang berbicara dengannya.

 

"Tidak, tidak ada apa-apa," jelas Sadewa. Mengalihkan pandangannya ke taman kecil depan rumah. 

 

"Tampanan aslinya," gumam Zalikha keceplosan, lalu buru-buru menutup mulutnya. Wajahnya terasa memanas, menyadari kebodohannya bicara tanpa sadar, dan Zalikha yakin jika Sadewa juga mendengar. Akan tetapi Sadewa sepertinya acuh saja.

 

"Ibu ingin bertemu. Siapa nama kamu?" tanya Sadewa, datar saja.

 

"Saya Zalikha," jawab Zalikha memperkenalkan dirinya, gadis itu mulai mampu menguasai dirinya.

 

"Saya Sadewa Fahreza," ucap Sadewa, juga memperkenalkan dirinya, sembari menyodorkan tangan ingin bersalaman dengan Zalikha. Ustazah muda itu menolaknya secara halus, dan hanya menakupkan kedua tangan di depan dadanya. Paras wajah Sadewa terlihat seperti tidak nyaman dengan penolakan Zalikha.

 

"Saya sehat kok, tidak mengandung penyakit, jadi tidak usah takut bersalaman dengan saya," sindirnya ketus, dan sekarang Zalikha yang mulai tidak nyaman mendengar ucapan Sadewa.

 

"Mohon maaf Mas, bukan bermaksud untuk membuat Mas Sadewa tersinggung, hanya memang dalam keyakinan kita dilarang untuk bersentuhan yang bukan mahramnya," jelas Zalikha pelan. Sadewa kembali terlihat tidak nyaman.

 

"What ever lah," jawabnya acuh. Zalikha hanya menanggapinya dengan tersenyum.

 

"Ayu cepat, kamu ikut saya, Ibu saya ingin bertemu." 

 

"Bertemu buat apa?" tanya Zalikha.

 

"Kamu ribet amat sih, tinggal ikut saja, nanti juga tahu jika sudah bertemu Ibu," jawab Sadewa ketus, dan itu membuat Zalikha sedikit tersinggung, tapi dia memilih untuk diam saja.

 

"Jika bukan karena disuruh Ibu, aku juga tidak mau disuruh menjemput wanita sok jual mahal seperti kamu." Santai saja Sadewa berucap pedas, sembari merapihkan jaket hitam yang dikenakannya. Sepertinya Sadewa masih kesal saat Zalikha menolak bersentuhan dengannya. Zalikha terus beristighfar di dalam hatinya, berusaha untuk mengendalikan amarahnya.

 

"Maaf yah Mas Sadewa, bukannya saya sok jual mahal, toh saya pun tidak sedang memperdagangkan diri. Apa saya salah kalau bertanya, jika Ibu Mas Sadewa ingin bertemu saya ada urusan apa? Lagipula Mas Sadewa hanya datang sendiri. Saya pun belum mengenal Mas Sadewa loh ... wajar jika saya merasa takut."

 

"Kamu ini benar-benar dibikin ribet yah, tinggal ikut saja susah amat sih," ucap Sadewa, sedikit memaksa.

 

"Saya tidak mau! Sekarang silahkan Mas Sadewa pergi dari rumah ini, permisi." Zalikha benar-benar sudah kesal melihat sikap Sadewa yang sepertinya meremehkan wanita. Bergegas dia langsung masuk ke dalam dan menutup pintu rumah. 

 

Sadewa diam termangu, tidak menyangka dia, jika gadis bertubuh kecil itu berani mengusirnya, bahkan langsung pergi meninggalkannya. Tidak pernah dia diperlakukan seperti itu, sikap Zalikha membuat Sadewa menjadi serba salah.

 

"Resee ...!" umpatnya, kesal. Lantas mengambil handphone dari saku jaketnya. Menghubungi nomor yang ingin ditujunya, dan langsung terhubung.

 

--Assalamualaikum, Ibu.

 

--Waalaikum salam ... bagaimana Sadewa, Nak Zalikha sudah sama kamu?

 

--Zalikha tidak mau ikut Sadewa, Bu.

 

--Ini pasti salah kamu, Sadewa, yang sudah bicara kasar dengan Nak Zalikha. Ibu tahu watak kamu, ketus sama perempuan.

 

--Nggak, Bu, Sadewa sudah bicara baik-baik, kok.

 

--Pokoknya Ibu mau ketemu Zalikha!

 

--Tapi, Bu-- 

 

Pembicaraan langsung terputus, Bu Daisah menutup hubungan telepon dengan putranya, dan Sadewa kembali dibuat pusing. Dia tidak ingin mengecewakan ibunya, wanita kuat yang sudah merawat dan mengurusinya sedari kecil, beserta kedua adiknya, dari saat ayahnya mati terbunuh  oleh saingan bisnisnya, saat Sadewa berusia tujuh tahun.

 

Sadewa terduduk lemas di kursi teras rumah, untuk kembali menemui Zalikha dia merasa malu, karena tadi sempat diusir oleh gadis muda itu, dan semua karena sikapnya yang ketus dan meremehkan. 

 

Hampir dua puluh menit, Sadewa hanya terduduk saja di teras rumah kost yang Zalikha tempati. Beberapa kali duduk dan berdiri, berjalan mendekati pintu, Ingin kembali memanggil gadis sok jual mahal itu, tetapi rasa gengsinya tidak bisa menerima. Bisa jatuh harga dirinya jika sampai memohon-mohon agar Zalikha mau ikut dengannya. Sadewa benar-benar dibuat suntuk sendiri.

 

Tidak beberapa lama, datang seorang gadis yang sepertinya berusia lebih muda dari Zalikha, dan langsung mengetuk pintu rumah kost tersebut.

 

"Kamu ngapain Ratih?" tanya Sadewa kepada gadis itu yang ternyata adik bungsunya. Belum sempat Ratih menjawab, tiba-tiba Zalikha keluar dari dalam rumah, dan terlihat sudah berganti pakaian.

 

"Ratih, kan?" tanya Zalikha menegur.

 

"Teh Zalikha, 'kan?" tanya balik Ratih, dan Zalikha mengangguk.

 

"Ayuk Teh, mobil Ratih di depan," ajak Ratih, sembari menggandeng tangan Zalikha, berjalan melewati Sadewa yang hanya bisa diam terduduk di kursi, karena seperti dianggap tidak ada, baik itu oleh Zalikha, atau pun oleh adiknya, Ratih. Sadewa benar-benar ditinggalkan sendiri. Hatinya semakin mendongkol.

 

"Shitt ...!" Sampai akhirnya Sadewa mengikuti keduanya dari belakang, menunggu sampai Zalikha, Ratih, masuk ke dalam mobil. Saat mobil yang dibawa adiknya meninggalkan lokasi, Sadewa lantas seperti memberikan kode, dan tiba-tiba ada dua motor berboncengan, mulai mengikuti mobil Ratih dari belakang. Tidak beberapa lama, Sadewa pun pergi menyusul Ratih dan Zalikha. Diikuti satu kendaraan roda empat lagi di belakang mobil Sadewa.

 

Sebelumnya, waktu yang sama di lain tempat.

 

Daisah mematikan handphone-nya sembari menggerutu, Dia sangat yakin, jika penolakan yang dilakukan Zalikha pasti karena sikap kaku yang ditunjukkan putranya Sadewa. Daisah sangat paham sifat Sadewa jika berhadapan dengan wanita, dan suara gerutuannya terdengar oleh putri bungsunya Ratih yang sedang duduk bersamanya di sofa ruang utama.

 

"Kenapa sih, Buk?" tanya si bungsu Ratih.

 

"Itu abangmu Sadewa pasti membuat ulah, hingga Nak Zalikha tidak mau ikut dengannya."

 

"Zalikha siapa, Bu?"

 

"Ustazah muda, guru ngaji ibu di majelis taklim."

 

"Ibu menyuruh Abang menjemput guru ngaji Ibu kemari sendiri?"

 

"Iya ...."

 

"Ya jelas nggak mau lah, Ibu. Abang, 'kan bukan mahram-nya."

 

"Astagfirullah ... kok ibu sampai lupa, yah." Ratih tertawa, begitupun ibunya.

 

"Coba Ibu telepon langsung guru ngaji Ibu, bilang jika Ratih yang akan jemput. Faidah mengangguk-angguk, lantas mulai menghubungi Zalikha, dan tidak lama langsung mematikan sambungan telepon-nya.

 

"Bagaimana, Buk?" 

 

"Nak Zalikha mau. Kamu sekarang cepat jemput dia yah, di tempat kostnya, yang tidak jauh dari Masjid Ar- Rahmah lewat sedikit, yang di depannya tepat toko kue Kikan Kitchen. Pintu gerbang rumahnya warna hijau."

 

"Sekarang, Buk?" tanya Ratih, masih asyik menonton drama Korea di TV kabel.

 

"Iya Ratih, sekarang," pinta Daisah, sembari menyerahkan handphone miliknya kepada putrinya jika nanti ingin menghubungi Zalikha.

 

"Ibu mengundang guru ngaji Ibu kemari, memangnya ada apa, Buk?" tanya Ratih, sembari mengambil kunci mobilnya yang dia letakkan di depan televisi.

 

"Ibu mau jodohkan sama Abang kamu, Sadewa," 

 

"Ibu serius?" tanya Ratih, tidak begitu yakin.

 

"Serius lah, Abangmu, 'kan sudah cukup umur buat berumah tangga."

 

"Memang ada Buk, wanita yang mau menikah sama es balok?" tanya Ratih lagi, sembari tertawa geli. Dan Ratih langsung berlari cepat keluar rumah, saat mata sang Ibu sudah hampir keluar memelototinya.

 

'Sadewa seperti itu karena tanggung jawabnya yang besar terhadap keluarga kita' ucap lirih Ibu Hajah Daisah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status