Beranda / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 163. Albern Adalah Anakku

Share

163. Albern Adalah Anakku

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 21:27:00

“Kay?! Tenang dulu… Albern tidak pernah melihatmu seperti ini,” ucap Livy menahan Kay.

Kay mencoba menahan emosi. Dia melepas kerah baju pria itu. Namun, matanya masih dengan sorotan tajam.

Pria itu tampak tidak berkutik. Dia diam dan mematung. Tanpa memberikan perlawanan.

“Katakan, apa maumu?!” gumam Kay.

Pria asing itu menunduk.

“Kenapa kamu tahu nama anak kami?” tanya Livy, pelan. Dia pun sebenarnya heran.

“A—aku… Aku bukan siapa-siapa.” Pria itu menggeleng. Menatap sendu.

Namun, Kay tidak sabar. Dia terus mendesak. “Jangan berputar-putar! Katakan siapa kau!” suara Kay semakin pelan, tapi penekanannya semakin tajam.

“Kalian tidak akan percaya. Aku tidak bermaksud mengganggu kalian. Aku hanya … aku hanya …”

“Hanya apa?!” Kay tidak tahan. Dia kembali meraih kerah pria itu dan mengangkat tangannya untuk meninju.

Albern memeluk Livy. Dia merengek. Takut pada bentakan ayahnya.

“Ja- jangan seperti ini. Dia takut melihatmu seperti ini,” ucap laki-laki itu mencoba mengajari Kay.

Sebelum em
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   169. Seperti Tertampar Masa Lalu

    Pagi masih hitam kebiruan saat Livy perlahan membuka mata. Udara kamar mulai dingin, samar aroma tubuh Kay masih melekat pada kulit dan selimut yang membungkus mereka. Ia menoleh pelan ke samping, menemukan wajah lelaki itu yang masih tertidur dengan ekspresi damai, bulu matanya bergerak sedikit seperti tengah bermimpi ringan.Livy tersenyum kecil. Tangannya bergerak pelan, membetulkan selimut yang turun hingga dada, menutupi tubuhnya yang hanya dibalut kulit dan sisa kehangatan malam tadi. Ia menggigit bibir bawahnya pelan, merasa masih berdebar meski mereka bukan pertama kali melakukannya. Tapi, tetap saja, tiap pagi setelah keromantisan, kehangatan dan desahan bersama, ia selalu merasa berdebar karena sangat bahagia.Tangan Livy menyentuh lembut pipi Kay. “Sayang…” bisiknya.Kay bergumam pelan, menggeliat sedikit sebelum akhirnya membuka mata. Dan saat pandangannya menangkap Livy, senyuman perlahan terukir di bibirnya. Senyum tenang, penuh cinta, senyum yang menjelaskan kalau merek

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   168. Malam Penguatan Cinta

    Hari-hari setelah pengambilan sampel DNA, Kay merasa semakin berat. Semakin ia mencoba untuk bersikap biasa, semakin hatinya bergemuruh. Hasil yang sudah dia yakini bahwa Albern adalah anaknya, tetap membuatnya gelisah menunggu hasil dari rumah sakit.Selama beberapa hari ini pula Kay selalu pulang lebih awal. Bahkan lebih awal lagi dari biasanya. Bahkan jika tidak ada yang terlalu penting, dia memilih untuk tidak ke kantor. Memilih memeriksa proyek dan laporan dari rumah. Demi menjaga Albern dan Livy. Ia tidak ingin pria bernama Jerry itu datang lagi mengawasi keluarganya.Siang menjelang sore kali ini, saat ia baru saja pulang dari kantor, dadanya terasa langsung sesak. Bagaimana tidak, Albern berlari menghampirinya dengan membawa selembar kertas. Dia baru saja belajar menggambar hari ini. Ditemani oleh Livy.“Papa!!!” teriak anak itu. “Nih…” ucapnya. Ia menunjukkan gambar.Kay memperhatikan gambar yang dominan garis dengan berbagai warna. Namun ada bentuk abstrak seperti orang di s

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   167. Tes DNA Ulang

    Kay pun kembali duduk di kursi ruang tamu. Livy masih terus berada di sisinya. Mendampingi ketakutan dan kekacauan amarahnya.Tangannya menggenggam amplop yang tadi ditinggalkan oleh Jerry. Benda itu terasa ringan, tapi beratnya menghimpit dadanya. Livy duduk di sampingnya, tak berkata-kata lagi. Hanya memegangi punggung tangan Kay dengan pelan, menyampaikan bahwa ia ada di sana, apa pun yang akan mereka hadapi.Dengan napas tertahan, Kay membuka amplop itu.Di dalamnya, beberapa lembar foto. Foto Selina, mendiang istrinya, sedang bersama seorang pria. Sudut pengambilan gambarnya membuat sulit mengenali dengan jelas, tapi wajah pria itu... sangat mirip dengan Jerry. Mereka duduk di sebuah kafe, tertawa, bersisian di bangku. Di foto lain, Selina tampak menatap Jerry dengan sorot mata hangat.Kay mencengkeram ujung foto-foto itu erat-erat, tapi belum bisa bicara.Selain foto, ada juga salinan surat yang tampaknya ditulis tangan. Ditujukan untuk "J",

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   166. Kedatangan Pria Itu

    Pagi itu, suasana rumah yang biasanya tenang dan hangat saat sarapan terasa sedikit berbeda. Di meja makan, Livy sedang menyuapi Albern yang terus berceloteh tentang mainan barunya, sementara Kay hanya duduk diam, memandangi cangkir kopi yang belum ia sentuh. Wajahnya tegang. Pandangannya sesekali melirik ke jam dinding yang jarumnya bergerak terlalu lambat, seolah menambah ketegangan dalam dadanya.Livy menyadarinya. Ia tidak lagi bisa pura-pura tak peduli. Meletakkan sendok, ia menatap Kay dengan lembut dan penuh perhatian.“Sayang… ada apa?” tanyanya pelan. “Kamu sudah seperti ini sejak semalam.”Kay menghela napas panjang. Ia menatap Livy dalam-dalam, seolah memastikan kekuatan di balik mata itu masih setia bersamanya. “Kalau… kalau pria gila itu benar-benar datang pagi ini,” suaranya parau, “pastikan Albern tetap di kamarnya. Jangan biarkan dia keluar, ya?”Livy membeku sesaat. Ketegangan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   165. Mencari Bukti Milik Selina

    Setelah mobil mereka tiba di halaman rumah, suasana yang biasanya tenang dan terasa seperti tempat pulang yang damai, kini justru menekan dada Kay. Ia mematikan mesin mobil dengan gerakan lambat, menatap rumah mereka tanpa berkata apa-apa. Livy sempat meliriknya, namun tak berkata apa-apa. Kay turun lebih dulu, membuka pintu untuk Livy dan Albern, lalu menggandeng tangan mereka masuk ke dalam rumah.Livy tersenyum kecil, mencoba menjaga suasana, “Kita lanjut quality time-nya malam ini, ya? Aku bisa buatkan cokelat hangat…”Kay hanya mengangguk pelan.Tapi bukan itu yang terjadi. Bukannya masuk ke ruang keluarga seperti biasanya, Kay malah berdiri di ruang tamu, memandangi lantai, diam. Tangannya menyentuh kening, seperti sedang menahan pusing.Livy menaruh tas kecil di meja setelah sebelumnya dia meletakkan Albern di kamar. Lalu dia menghampiri Kay.“Kay?” sapanya pelan.Kay akhirnya menatap istrinya, sorot matanya dalam dan berat. Tapi tetap tidak mengatakan apa-apa.Livy meraih tang

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   164. Andai Selina Masih Hidup

    “Kau sepertinya orang gila! Atau … atau mungkin kau memang punya anak yang sudah tiada dan melihat Albern, membuatmu mengingatnya. Iya kan?” Kay masih tertawa. Wajahnya berubah menjadi wajah yang prihatin. Dia menepuk-nepuk bahu pria asing itu, seolah menguatkan.Namun lelaki itu justru menggeleng pelan. “Tidak. Kau salah. Aku tidak sedang terkenang. Tapi, sudahlah. Tidak perlu dijelaskan. Yang penting, aku sudah beri tahu. Kamu tidak perlu khawatir. Saya tidak ingin merebutnya. Aku tahu, kalian sudah bahagia. Tapi, biarkan aku melihat Albern dari jauh. Di sela-sela waktuku. Di sisa hidupku dan di dalam kesendirianku.”Ucapan pria itu semakin dalam. Membuat Kay terdiam. Dia yang tadi sudah sempat mencair, sekarang kembali memanas. “Tidak… Tidak… kau terlalu bekhayal. Kau gila! Bagaimana bisa kau mengatakan hal konyol seperti ini!”“Tidak. Ini bukan konyol. Ini fakta. Andai saja Selina masih hidup…” lirih pria itu, menunduk. Membuat Kay semakin geram. Dia menyebutkan nama Selina.Di ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status