Home / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 71. Mengharap Kesempatan Terakhir

Share

71. Mengharap Kesempatan Terakhir

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-04-17 14:33:35

Meski sudah beberapa menit Kay di ruangan itu, Livy tak memberi respon. Tidak sma seperti sebelumnya, di mana jarinya bergerak, memberi tanda bahwa ia akan sadar.

Lama juga Kay memandangi Livy dengan diam. Dadanya semakin sesak, membuat air matanya terus jatuh. Ia mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Livy yang tidak berdaya, berharap ada balasan darinya. Sayangnya, Livy tidak menunjukkan reaksi apa-apa.

Perlahan pula, Kay melepas tangan itu. Dia beranjak. Tatapannya seakan tidak ingin berhenti dari wajah Livy.

Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu, Kay memeluknya erat. Memeluk tubuh lemah, dingin dan tak bergerak dengan tangisan. Ia bahkan mengecup pipinya. Merapikan rambut wanita itu. Mengelus bawah pelipisnya.

Wanita secantik itu, harus mengalami semuanya sendiri. Menerima hinaan dari dendamnya.

Semakin berat pula penyesalan Kay saat mengingat bagaimana dia merendahkan Livy.

“Aku minta maaf, Sayang…” isaknya, terputus. “Aku mohon… tetaplah kembali… kamu pasti kua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   72. Hilang Arah dan Gila

    “Tidak, kami hanya ingin memeriksa keadaan terbaru pasien,” jelas Dokter. “Apakah tadi ada respon yang diberikan Ibu Livy?”Kay terdiam kelu. Dia menggeleng pelan.Dokter dan Suster segera masuk ke ruangan untuk memeriksa. Di luar ruangan Kay menunggu. Tentu ia terus berharap agar kiranya Livy segera menunjukkan kalau dia akan bangun.Sayangnya, setelah selesai, dokter justru mengatakan,“Tidak ada respon. Keadaannya tidak menunjukkan tanda-tanda menuju pulih. Kondisinya stagnan. Jika pasien tidak melawan keadaannya, besar kemungkinan pasien tidak dapat bertahan melewati masa kritisnya. Tapi, semoga itu tidak terjadi. Kami akan tetap memantau dan memastikan,” jelas Dokter panjang kali lebar.Perasaan Kay semakin kelu. Nyatanya, harapannya tak terlihat akan terwujud. Ketakutan pun semakin menyelimutinya.“Permisi,” ucap dokter dan suster undur diri.Kay kembali duduk tak berdaya. Dia duduk asal-asalan. Harta, jabatan dan kekuasaannya yang selama ini dia banggakan dan sarkas-kan pada Li

    Last Updated : 2025-04-17
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   73. Taman Salju

    Kay menoleh. Dia menatap Richard yang berjalan mendekatinya. Ia kembali pada kenyataan. Di detik kemudian dia kembali menangis. Melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur dengan harapan yang semakin habis.“Li vy…” lirihnya.“Kay! Kau tidak bisa seperti ini! Kau harus kuat untuk bisa menguatkan Livy!” tegas Richard menelan kekhawatiran.“Livy… bagaimana keadaan Livy, Pa?” Mulutnya bertanya sedang matanya tertutup rapat. Membuat ari yang mengumpul di pelupuknya mengalir begitu saja.Richard tidak bisa menjawab. Sampai setelah dokter tiba dan memeriksanya.“Tuan Kay hanya demam. Sakitnya bukan apa-apa. Tetapi, batinnya sangat jauh terluka. Penyesalannya terlalu dalam.” Begitu dokter menjelaskan keadaan Kay saat itu setelah memeriksanya.Dokter pun hanya memberikan obat penurun demam sesuai keadaan fisik Kay. Sedangkan batinnya, hanya keadaan dan Kay sendiri yang bisa mengobatinya.Seminggu kemudian…Kay berangsur membaik. Alam bawah sadarnya menyemangatinya untuk bangkit. Ia merindukan L

    Last Updated : 2025-04-17
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   74. Pulih Tapi Tidak Sembuh

    Samar, cahaya putih menusuk kelopak matanya. Rasanya seperti terapung di antara mimpi dan kenyataan.Livy mendengar teriakan seseorang, berjalan menjauh. Suara anak kecil juga terdengar samar. “Ma Vy..”Livy mengerjapkan mata. Buram. Kemudian perlahan fokus. Ia menatap langit-langit ruangan yang tak asing. Bau menyengat khas rumah sakit, membuatnya sadar di mana ia berada.Tak lama, ia melihat dua orang mendekatinya. Dokter dan Suster. Ia diperiksa dan diajak berbicara untuk memberi respon.Di luar ruangan, Kay menunggu dengan tidak sabarnya. Dia menceritakan apa yang terjadi pada Pak Sopir dan Bibi Eden. Tak lupa pula ia menghubungi Richard, setelah apa yang terjadi.“Iya Pah. Segera ke sini. Dokter sedang memeriksanya,” jelas Kay.Bibi Eden mengambil Albern dari Kay. “Tuan… duduk yang tenang. Mudah-mudahan Ibu Livy benar-benar sadar,” lirihnya.Di dalam ruangan, Livy bertanya lirih. “Dok… apa yang terjadi padaku?”“Ibu Livy tidak mengingat apapun?” tanya dokter. Khawatir Livy mengal

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   75. Cinta yang Belum Mati

    Pintu kembali terbuka. Livy seperti diserang rasa ketakutan mengingat dan melihat Kay. Dia tidak ingin melihatnya.“Pergi!” pekik Livy. Namun, sesaat kemudian dia terdiam.“Nyonya Livy…” Ternyata itu adalah Bibi Eden.Bibi Eden yang sempat terkejut dengan teriakan Livy, langsung mendekatinya dan memeluknya.Tangisan keduanya tumpah. Tak ada yang berbicara. Keduanya saling memeluk dan menguatkan.Richard membuka sedikit pintu ruangan. Ia mengintip bagaimana keadaan di dalam. Hati siapa yang tidak kelu melihat momen itu.Kay juga merasakan hal yang sama. Sungguh, tidak menyangka Livy melewati semua pahitnya sendirian.“Bi…” lirih Livy.“Maafkan Bibi, Nyonya…”“Aku merindukan Bibi…” isak Livy.“Nyonya… tetaplah hidup. Nyonya harus bahagia…” isak si Bibi.Ada banyak pertanyaan yang ingin Livy sampaikan. Tetapi keadaannya terlalu lemah.“Nyonya… ada Albern di depan. Apa Nyonya tidak merindukannya?” tanya Bibi Eden.“Bi… aku sangat menyayanginya. Aku merindukannya,” ucap Livy. Suaranya pata

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   76. Perjalanan Tak Terlupakan

    Hari berikutnya seperti hari sebelumnya.Kay selalu berharap melihat tanda-tanda bahwa Livy mulai menerima kehadirannya kembali. Meskipun jarak itu tetap ada, dia tahu satu hal, anaknya adalah jembatan yang paling mungkin.Livy duduk di atas ranjangnya pagi itu. Albern yang sudah berusia satu tahun lebih, sekarang lebih aktif berlari-lari di ruangannya, sambil menggenggam mainan kecil yang lucu.Anak itu datang. “Mama!” teriaknya.“Ada apa, sayang?” Livy bertanya lembut, meski bibirnya masih cenderung kaku.Anak itu menatapnya dengan mata penuh antusiasme, ia mencoba naik ke atas kursi untuk bisa menuju ranjangnya. Bibir mungilnya bergetar sejenak. “Naik Ma!” ucapnya.Livy tertawa kecil juga tertegun. Panggilan itu sekarang hanya ‘Mama’ saja. Tidak ‘Mama Livy’ lagi. Mungkin terdengar tidak ada bedanya. Tetapi, panggilannya terasa jauh semakin dekat. Tanpa penyebutan nama yang menekankan kalau dia hanyalah ibu susu yang bernama ‘Livy’. Panggilan Albern padanya, membuatnya merasakan keh

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   77. Indahnya Ucapan Terima Kasih

    Livy memilih menangis dalam kediaman. Ia yang sejak tadi duduk tegak, mulai merasa lelah.Ia pun menyudahi tangisnya dengan menarik napas yang panjang lalu membuangnya perlahan. Ia masih mengabaikan buku itu.Rumah sakit itu terasa sunyi sebab malam merambat semakin larut. Hanya suara ringan dari mesin di rumah sakit dan detak jam dinding yang mengisi kesepian.Livy mencoba menggapai tuas pengatur sandaran ranjang, tapi tubuhnya belum cukup kuat. Tangannya bergetar, dan tuas itu tak kunjung bergerak.Ia menoleh pelan ke arah pintu. Ia tahu siapa yang sedang berdiri di baliknya. Seperti biasa. Seperti malam-malam sebelumnya. Ia bisa merasakannya. Ada yang diam di sana, menjaga diam-diam. Memantaunya diam-diam.Rasanya tak nyaman di punggungnya sudah tak tertahankan. Tetapi sandaran ranjang tidurnya itu belum juga bergerak. Ia ingin membaringkan tubuhnya segera.Ia menoleh ke arah tombol panggil perawat. Tapi menekannya berarti menunggu, dan ia tidak ingin terlihat menyedihkan. Livy men

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   78. Canggung dan Terdiam

    Kay panik dan gugup. Terlalu canggung untuk menjawab. Dia hanya menatap Livy lalu menunduk salah tingkah. “Sudah lama berdiri di situ?” tanya Livy lagi, pelan. Suaranya serak. Hampa. Tapi nyata. Kay terdiam. Mulutnya terbuka sedikit, tapi tak satu kata pun keluar. Ia gugup. Dada berdebar. “Aku…” Ia menarik napas. “Aku hanya lewat.” Kebohongan yang terlalu tipis untuk dipercaya. Dan Livy tak perlu menjawab untuk menunjukkan bahwa ia tahu itu hanya alasan. “Masuk,” katanya singkat. Seperti perintah. Tanpa harap. Tapi Kay merasa seolah itu adalah izin masuk ke dunia yang telah lama menutup pintu untuknya. Ia malah semakin salah tingkah. Langkahnya pelan saat ia mendekat. Tangannya menggenggam di belakang punggung. Ia tak menatap Livy secara langsung. Hanya sesekali melirik ke arahnya, cepat-cepat, lalu mengalihkan pandang. Jarak mereka kini hanya beberapa langkah. “Ambilkan album itu,” kata Livy sambil menunjuk ke atas nakas. Kay menoleh, lalu melihat benda yang dimaksud. Albu

    Last Updated : 2025-04-19
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   79. Mencari-cari? Ada Urusan Apa?

    Kecanggungan mereka berakhir dengan munculnya suara Richard.“Kay?” tanya Richard dengan wajah bingung. Ia tahu selama ini Ka hanya mencuri-curi waktu untuk bisa masuk ke dalam ruangan Livy. Tapi kali ini, menantunya itu sudah duduk di sisinya. Kay langsung berdiri tegak, gugup."Sebentar lagi aku akan pergi, Pa," katanya cepat, mencoba meredam suasana.Richard menatapnya dengan tenang. "Bekerja?"Kay menggeleng. "Bukan. Ada... urusan lain. Tapi bukan pekerjaan."Tatapannya sempat melirik Livy sekilas, lalu segera beralih."Aku pergi dulu," ucapnya sambil menyentuh kepala anaknya dengan sayang dan mengecupnya. Kemudian dia ingin segera melangkah.“Kenapa? Kenapa buru-buru?” tanya Richard.“Ahm—bu—bukan apa-apa, Pa. Biar Albern punya waktu yang leluasa dengan mamanya,” jelas Kay, tanpa menatap Livy.Livy tidak berkata apa-apa. Tapi matanya mengikuti punggung Kay sampai pintu menutup. Ia menyadari rasa penasaran muncul di hatinya, tapi gengsinya terlalu kuat untuk membiarkan perhatiann

    Last Updated : 2025-04-19

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   114. Kita Menikah Lebih Dulu

    Livy melihat Kay yang ingin mendekat, namun akhirnya pergi. Ia menarik tangannya pelan. “Rei? Sebenarnya ada apa?” tanyanya hati-hati.Reino pun sempat menoleh ke belakang. Ia juga melihat Kay yang pergi. Bukannya tersinggung, dia justru tersenyum. “Kamu sangat menjaga perasaannya, ya? Lalu, kalau begitu… apa yang kalian tunggu?” tanyanya. “Kalau masih sama-sama ada rasa, masih saling menjaga hati, kenapa tidak bersatu kembali?”Pertanyaan itu menggantung begitu saja. Tak dapat Livy jawab. Semua tidak semudah itu.Ternyata dari balik tembok penyekat ruang tamu itu, Kay mendengar ucapan Reino. Dia cukup terkejut karena awalnya pikirannya sudah jauh mengarah pada marah sebab cemburu. Nyatanya Rei memberi pukulan yang berbeda.Livy terdiam.““Aku ke sini bukan untuk mengusikmu, Livy. Bukan juga ingin membujukmu atau menawarkan waktu tunggu. Tidak. Aku mau minta maaf.”Livy menatapnya, bingung. “Kamu tidak salah apa-apa, Rei. Kenapa harus meminta maaf?”“Entahlah, aku merasa aku membawa s

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   113. Kedatangan Tamu, Siapa?

    Livy tak tahu harus menjawab apa dengan pernyataan Kay yang mengaku cemburu. Hingga pada akhirnya Kay yang kembali berbicara, “Ah, sudahlah lupakan. Kamu tidak apa-apa kan?” tanyanya.“Ya, aku tidak apa-apa,” jawab Livy pelan. Ia pun tidak tahu harus bereaksi seperti apa.“Oh ya, setelah ini, kita jadi ke salon?” tanya Kay.“Apa aku terlihat menyedihkan?” Cepat Livy merespon, membuat Kay menatapnya terdiam dan sedikit bingung.“Ke- kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Kay.“Kamu menyarankan aku ke salon, apa aku terlihat sudah sejelek itu ya?” tanya Livy pula, bingung.Kay tiba-tiba tertawa. Cemburu yang tadi mengganggu hatinya kini berubah menjadi lucu. Ia sampai mengusap wajahnya untuk menahan tawa lalu menatap Livy tersenyum.Livy yang mendapat respon seperti itu tiba-tiba jengkel. “Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu?” tanyanya dengan nada sedikit tidak suka.“Maaf maaf, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Bukan. Bukan begitu. Aku hanya bingung kenapa kamu bisa berpikiran seper

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   111. Kencan?

    Hari-hari berikutnya berlalu dengan baik dan nyaman. Tidak ada masalah, tidak ada yang menyesakkan dada. Albern tumbuh semakin ceria, dan Livy menjadi lebih sering tersenyum dan tertawa, tanpa beban. Bahkan Kay, tanpa sadar, seringkali tersenyum sendiri hanya karena melihat atau hanya mengingat Livy. Hatinya sangat hangat saat mengingat Livy begitu dekat dengan Albern. Suatu pagi, di akhir pekan, di tengah suasana rumah yang damai, setelah sarapan Richard memanggil semua orang ke ruang tamu. Ia berdiri dengan map cokelat di tangannya, seolah hendak menyampaikan sesuatu yang resmi. “Papa punya ide,” ujarnya sambil menatap mereka satu per satu. “Bagaimana kalau kita liburan bersama?” Livy yang tengah menemani Albern bermain langsung menoleh. Kay yang baru duduk pun mengangkat alis. “Liburan, Pa?” sahut Kay. Richard mengangguk semangat. “Iya. New York terlalu padat. Papa pikir kita harus tenang dan menjauh dari kesibukan kota ini. Menghirup udara baru, melihat hal-hal yang indah, y

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   110. Perhatian dan Kehangatan Pagi

    Livy menoleh. Menatap tangan Kay yang menahan lengannya. “Ah, ma- maaf. Maaf,” ucap Kay. “Ya?” sahut Livy dengan nada bertanya. “Kalu kamu tidak keberatan, bolehkah kapan-kapan kita mengobrol lagi? Ka- kalau kamu mau sih. Aku senang sekali bisa berbagi cerita denganmu. Bukan berarti aku mengabaikan semua luka yang ada, tapi memiliki waktu bersama seperti ini bersamamu benar-benar menenangkan hatiku.” Kay berkata dengan tulus dari hatinya, yang juga berhasil sampai tepat di hati Livy. Livy menunjukkan senyum simpul dan mengangguk pelan. Walau canggung, ia tetap meresponnya. Karena tidak ada alasannya untuk menolak. Sebab sebenarnya ia pun merasakan hal yang sama, yaitu kenyamanan. “Ya, boleh. Sudah malam. Kamu beristirahatlah. Selamat malam,” ucapnya lebih lembut. Kay tersenyum. Lega menghampiri hatinya. “Yaa, selamat malam Livy. Mi- mimpi indah,” lanjutnya, untuk pertama kali berani berkata seperti itu. “Kamu juga,” balas Livy. Ia pun melangkah pergi, meninggalkan dapur lebih d

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   109. Obrolan dari Hati ke Hati

    Livy membuka lemari gelas dan menuangkan air putih dari botol ke gelas kaca. Tepat saat ia hendak meminumnya, suara langkah kaki menyusul pelan dari arah lorong.“Kay?” Livy menoleh, sedikit heran melihat pria itu hadir di dapur.Kay menggaruk tengkuknya, ekspresi gugup jelas terlihat di wajahnya. “Aku… juga haus,” katanya sambil mencoba tersenyum, padahal jelas-jelas itu bukan alasannya datang ke dapur.Livy mengangkat alis, tapi tak berkomentar. Ia hanya memalingkan wajah dan membuka botol air lagi, lalu menuangkan air ke gelas kedua dan menyodorkannya tanpa banyak kata.Kay menerimanya, jari mereka nyaris bersentuhan. Dan lagi-lagi, itu cukup membuat jantung Kay memompa darahnya lebih cepat.Mereka duduk di dua kursi berhadapan di meja makan kecil dapur. Hening.Sesekali pandangan mereka saling bertemu, lalu sama-sama buru-buru berpaling seolah takut ketahuan sedang saling mengamati.Kay memutar gelasnya pelan dengan jemari, mencoba mencari topik pembicaraan. Tapi entah kenapa, sem

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   108. Momen Panas Malam itu

    Kay kembali masuk ke dalam kamar Albern. Di sana ia kembali duduk di pinggiran tempat tidur. Ia tersenyum. “Makasih Nak, sudah membuat Papa dekat dengan Mama. Kamu bantu Papa ya? Supaya Mama Livy selamanya akan menjadi Mama kamu…” ucapnya berbicara sendiri dengan nada pelan.Setelah memastikan anaknya benar-benar lelap, Kay pun melangkah perlahan untuk keluar dari kamar Albern. Sebelum menjauh dari sana, ia sempat melihat pintu kamar Livy. Hatinya menghangat.Lampu-lampu lorong rumah sudah diredupkan. Suasana terasa sunyi, namun sangat tenang. Kay ingin pergi menuju kamarnya, namun saat melewati ruang tengah, ia melihat Richard duduk sendirian di sofa dengan secangkir air putih di meja.Richard menatap ke arah Kay. “Kay,” sapanya.“Papa? Kenapa tidak di kamar? Kenapa tidak langsung tidur?” tanya Kay.Richard mengangguk, mempersilakan Kay duduk di sampingnya dengan menepuk bagian sofa yang kosong itu.Kay menurut, tanpa banyak tanya. Beberapa detik keheningan menyelimuti mereka sebelum

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   107. Semakin Dekat, Semakin Hangat

    Usai makan malam yang hangat itu, mereka tidak lupa mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Richard pun memberikan ruang untuk mereka berfoto tanpa dirinya.“Papa? Kenapa pergi?” tanya Livy.“Kan tadi sudah? Sekarang… giliran kalian bertiga!” ucapnya tersenyum semangat. “Rapat-rapat!” ucapnya pula menggeser Livy pada Kay. Membuat jarak di antara mereka terpotong. Sempat mata mereka saling menatap, hingga akhirnya tersenyum menatap kamera.Setelah itu, Kay pun menarik tangan Richard. “Sekarang, giliran kita berdua, Pa.”Ada rasa bangga dan haru tersendiri di dalam diri Richard saat Kay merangkulnya dan berfoto berdua dengannya. Ia tidak salah memilih lelaki untuk mendiang anaknya. Ia juga tidak salah mempercayakan perusahaan padanya. Ia benar-benar tidak gelap mata.Malam itu benar-benar memberikan momen yang tidak akan terlupakan untuk mereka.Waktu berlalu… sudah waktunya mereka pulang. Ditambah Albern yang terlihat sudah bosan karena mulai mengantuk. Akhirnya mereka meninggalkan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   106. Ungkapan Keseriusan dan Ketulusan

    “Mau?” tanya Kay pula terang-terangan menatap Livy. Ia terkekeh.Livy langsung keluar dari mobil dan membiarkan Kay menggendong Albern.“Ada-ada saja!” celoteh Livy pelan.“Aku cuma bercanda…” ucap Kay.“Papa kamu memang kadang suka banyak gaya, Al. Memangnya sanggup?” cibirnya pelan, sambil mengibas rambutnya ke belakang.“Sanggup! Mau coba?” balas Kay yang mendengar omelan itu.Livy memelototinya.Kay malah tertawa lebar. “Kamu cantik kalau lagi marah,” ucapnya.“Ya! Aku tahu!” balas Livy arogan, berjalan lebih depan dan meninggalkan Kay juga Albern.Kay sama sekali tidak mati kutu dengan jawaban judes itu. Dia malah senang, karena perlahan sisi Livy yang dulu, mulai kembali ia tunjukkan. Sisinya yang manja, bawel namun tetap penuh perhatian.Restoran itu tidak terlalu ramai, namun suasananya hangat dan nyaman. Cahaya lampu-lampu gantung yang temaram memantulkan kilau lembut ke meja-meja kayu yang ditata elegan. Aroma roti panggang dan rempah-rempah menyambut mereka begitu pintu kac

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status