Home / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 92. Bisik-Bisik yang Kejam

Share

92. Bisik-Bisik yang Kejam

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-04-25 14:08:38

Livy menjauhkan tatapannya. “Ya,” jawabnya, menyibukkan diri dengan merapikan body and hair care milik Albern.

“Ya sudah, Papa makan dulu ya? Al dan Mama siap-siap,” ucapnya. Kay masih menatap Livy, yang sibuk, atau berpura-pura sibuk agar tidak menatapnya. “Hm, kamu sudah makan?” tanyanya.

Livy menatapnya lagi. “Belum,” jawabnya.

“Oh. Ka- kalau begitu ayo makan bersama,” ucap Kay.

“Ya, duluan saja,” jawab Livy.

Kay mengangguk. Ia menggendong Albern dan membawanya keluar kamar. “Ayo temani Papa makan,” ucapnya.

Setelah Livy membereskan kamar Albern, dia pun keluar kamar. Baru saja dia menutup pintu, Albern sudah berlari menangkapnya.

“Eh Al?” sapa Livy, gemas. Dia langsung menggendong anak itu.

“Papa…” ucap Al, menunjuk ke arah dapur.

“Mau sama Papa?” tanya Livy.

Al mengangguk.

Kening Livy mengernyit. Padahal tadi Kay sudah membawanya, dia yang kembali, lalu kenapa meminta untuk kembali pada ayahnya di meja makan? Namun, dia tidak mungkin mendebat anak kecil yang belum mengerti apa-ap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Malik Abdul Aziz
jangan lama" thor
goodnovel comment avatar
Malik Abdul Aziz
keluarin bab semua nya ya thor
goodnovel comment avatar
Malik Abdul Aziz
yokk bab kelanjutan nya thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   155. Harga Kebahagiaan

    Kay tiba-tiba seperti tersadar sesuatu. “Oke oke… hari ini Sayang duduk dulu. Tidak boleh m mengerjakan apapun.” Ia mengarahkan istrinya itu untuk duduk di tempat tidur.Livy pun bingung.“Dan aku tidak akan ke kantor hari ini,” jelasnya.Livy semakin bingung. Namun, bibirnya tersenyum. “Hah? Kenapa?”Kay mencubit hidungnya pelan. “Karena aku mau temani kamu ke dokter. Kita harus pastikan semuanya baik-baik saja. Kita harus lihat seberapa kuat benih yang kutanam yang sekarang tumbuh dalam dirimu.”Wajah Livy memerah. “Kamu yakin tidak mau kerja dulu sebentar? Cek laporan pagi, misalnya?”“Aku kerja nanti malam. Sekarang aku mau jadi suami dan ayah penuh waktu.” Kay mencium pelipis Livy dengan lembut, lalu melangkah ke luar kamar.Livy terkekeh dan menggeleng melihat suaminya yang pergi keluar kamar. Entah kejutan apa lagi yang ingin suaminya itu lakukan setelah kabar bahagia pagi ini.Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur terseb

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   154. Kabar Bahagia

    Namun, kejadian itu dan perasaan itu tidak pernah terasa lagi. Tidak ada firasat yang aneh lagi. Kay pun mulai lupa. Atau memang sebenarnya tidak ada yang perlu dia curigai dan ambil pusing. Hanya laki-laki yang kebetulan dia lihat. Tidak kenal dan bisa jadi memang tidak ada tujuan apa-apa. Hanya kebetulan?Beberapa kali Kay sengaja mengawasi jalan setiap kali pulang atau keluar rumah, namun tidak ada lagi mobil mencurigakan, tidak ada sosok asing yang membayangi mereka. Semuanya berjalan normal, bahkan terlalu tenang.Ia juga sudah sempat memeriksa rekaman CCTV yang berada di gerbang rumah, tapi mobil itu, pria itu benar-benar hanya melintas, tidak sempat berhenti. Walaupun dia memang terlihat lewat dua kali.Ditambah kesibukan pekerjaan dan keceriaan Livy dan Albern membuatnya lupa. Firasat itu perlahan memudar. Kay pun mulai meyakinkan diri—mungkin memang hanya kelelahan atau paranoia pasca kehilangan Richard. Mungkin hanya bayang-bayang yang diciptakan oleh pikirannya sendiri. Dan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   153. Seperti Sedang Diawasi

    Mereka mulai melalui hari yang semakin hangat. Bukan melupakan Richard, tapi lebih pada berusaha mencapai titik ikhlas. Kehidupan harus tetap berjalan. Masa depan Albern masih panjang. Mimpi Kay dan Livy juga masih banyak. Mereka harus melangkah bersama untuk mencapai semuanya.Akhir pekan di bulan kedua setelah Richard pergi untuk selamanya, Livy dan Kay sepakat membawa Albern keluar. Setelah sekian lama tenggelam dalam duka dan rutinitas rumah yang masih diselimuti sepi, mereka merasa perlu membangun momen baru, sesuatu yang ringan, penuh tawa dan hangat. Mereka pergi ke mall. Sekadar menghabiskan waktu bersama agar hubungan mereka semakin erat dan hangat.Albern menggenggam tangan Kay dan Livy di kiri-kanannya, melangkah kecil-kecil di tengah-tengah mereka. Anak itu terus bercerita menagih untuk dibawa beramin di area anak. Livy tertawa, lalu mencubit pipi Albern yang semakin montok. “Ya, Sayang. Kamu akan mendapat semuanya hari ini, ya kan Pa?”“Ya, semuanya!” ucap Kay pula.Setel

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   152. Hickey Jadi Masalah

    “Ya, aku tidak menyangka kamu sanggup puasa sampai berminggu,” bisik Livy.Kay memejamkan matanya. Ia menekan pelipisnya. “Tak ada hasrat untuk menghadapi sakitnya kehilangan,” ucapnya.“Sekarang?” tanya Livy, menghibur suaminya itu.Kay menatapnya. “Kalau boleh…”“Asal tidak berhenti di tengah jalan,” pancing Livy. Dia memang sengaja menggodanya. Sejenak untuk menghibur suaminya dan mengalihkan kesunyian yang sudah seminggu mengurung mereka.“Kau menantangku?” tanya Kay geram namun gemas.Livy terkikik saat Kay memeluk perutnya kuat agar tidak ada celah di antara mereka.“Justru kamu yang harus menjaga suaramu, Sayang! Jangan sampai menjerit kalau belum mencapai puncak!” gumamnya.“Kay…!” teriak Livy saat suaminya itu langsung mengentak tubuhnya dan mengangkatnya sehingga dia berada di atas tubuh Kay.“Aku

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   151. Di Kamar, Saling Menguatkan

    Sudah seminggu sejak kepergian Richard. Rumah itu tak lagi sama. Tentu saja tidak akan pernah lagi sama.Hening dan sunyi menyelimuti tiap sudut, seakan ikut berduka bersama mereka. Meja makan yang biasanya riuh oleh candaan dan suara batuk ringan Richard, kini lebih banyak diisi oleh diam dan tatapan kosong.Albern sering kali bertanya, “Kakek mana?”Pertanyaan itu terdengar setiap pagi dengan mata polos dan penuh harap. Anak kecil itu seakan lupa kalau kakeknya sudah tidak ada. Setiap kali itu pula, hati Livy terasa terkoyak. Terlebih Kay. Mereka hanya bisa memeluk Albern erat dan menjawab pelan, “Kakek sudah istirahat panjang di tempat yang sangat damai.”Hari-hari mereka tetap berjalan, meski terasa lebih lambat dan berat. Namun, di balik kesedihan yang menyelimuti, hubungan Kay dan Livy justru semakin erat. Ada keheningan yang dipenuhi perhatian kecil. Tatapan yang lebih dalam, pelukan yang lebih lama dan percakapan yang tak terlalu banyak, tapi penuh makna.Malam itu, setelah Al

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   150. Meragukan Albern?

    Rumah yang selama ini terasa hangat kini terasa begitu hening. Langit mulai mendung, seolah ikut merundung kesedihan yang menggantung di setiap sudut ruangan. Tak ada lagi suara batuk pelan Richard dari kamarnya.Albern pun tak terdengar tertawa lagi di sore menjelang malam itu. Yang biasanya akan disambut dan dibalas oleh tawa Richard yang merasa lucu melihat tingkah lucu cucunya.Setelah rumah benar-benar sepi, Kay menutup pintu perlahan. Mereka mandi, membersihkan diri namun masih memeluk kehilangan.Makan malam kali itu tak terasa nikmat. Kursi paling ujung, bagian kepala meja makan, sudah kosong. Tak ada lagi Richard di sana. Kay menunduk, mencoba kuat di hadapan istri dan anaknya.“Kakek!” tunjuk Albern menatap kursi yang biasa Richard duduki.Tangis Kaay pecah. Dia memeluk anaknya.“Kakek sudah tidak ada, Al. Tapi ya, Kakek akan tetap ada di hati Albern. Di sini.” Kay menunjuk dada anaknya. “Di hati Papa dan Mama. Kakek akan ada di ingatan kita, selamanya,” isaknya.Livy pun ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status