"Nah, Tasya, ini rumahmu," ujar Bu Ana pada Tasya di gendongannya. Anak itu seperti mengerti perkataan Neneknya, matanya mengerjap-ngerjap seperti betul-betul sedang memindai rumah.Mereka baru saja tiba di rumah, dan di sana ada Anjar dan Amel juga. Rani hanya dijemput oleh Adit dan Bu Ana saja. Sementara Pak Tomi seperti biasa tidak pernah mau berinteraksi dengan menantunya yang satu itu.Saat Dokter menyatakan Rani sudah bisa beraktivitas secara normal, mereka tak menunggu lama untuk kembali pulang ke rumah."Non, kangen saya," sambut Mbok Nurrmi memeluk Rani."Kamu sudah siapkan kamar Tasya?" tanya Bu Ana berikutnya, lantas langsung meminta Mbok Nurmi mengantarnya ke kamar cucunya.Rani hanya bisa tersenyum, sepertinya Bu Ana sudah mengambil alih posisinya sebagai ibu Tasya karena perempuan itu banyak sekali terlibat dalam urusan Tasya."Kangen juga sama rumah ini ya," ujar Rani seraya merebahkan kepalanya di dada Adit."He-eh," ujar Adit singkat, "Mana ada sih orang yang betah be
Ya Tuhan, petaka apa yang akan terjadi saat perempuan itu ada di rumahnya? Siapa pula yang sudah mengundang mantan kekasih Adit itu untuk datang."Nah, ini dia sang Nyonya rumah yang baik hati," ujar Anjar saat melihat Rani mendekati mereka, "Ini Rani, istri dari adikku, Adit."Semua orang serentak berdiri –tidak terkecuali Ghea—lantas menyalami Rani saat Anjar memperkenalkan teman-temannya itu satu per satu pada Rani."Dan ini—""Kami sudah saling kenal, Mas Anjar. Waktu aku baru pulang dari Hongkong kemarin aku sudah bertemu dengan Rani," potong Ghea cepat dengan sebuah senyuman manis yang memabukkan. Rani takjub bagaimana Ghea bisa bersandiwara setelah kejadian terakhir yang menimpa mereka dan nyaris membuat Rani celaka karena kontraksi mendadak."Oh ya? Apa Rani juga sudah tau kamu siapa di masa lalu Adit?" tanya Anjar terlihat antusias."It's a long story," ujar Ghea seraya mengibaskan tangan, "Akan membosankan buatmu. Iya kan, Ran?" tanya Ghea dengan sebuah kedipan mata untuk R
Di mana sih Rani? Tanya Adit dalam hati saat dia sudah berkeliling taman tapi juga tidak menemukan istrinya itu di mana-mana.Saat dilihatnya Bu Ana maupun Bude Yatmi yang tengah asyik mengobrol dengan para tamu tanpa kehadiran Tasya di tangan mereka, membuat Adit berasumsi istri dan anaknya itu saat ini berada di kamar mereka di atas. Mungkin Tasya ingin menyusu, atau anak itu memang sudah mengantuk dan harus segera tidur jauh dari kebisingan ini.Asumsi itu membuat Adit tenang, dia menarik sebuah kursi lantas mendudukinya ingin rehat sejenak setelah sejak tadi harus berbasa basi menyapa setiap tamu.Adit memutuskan untuk menikmati kesendiriannya seraya menonton band kecil yang saat ini sedang menyanyikan lagu All I Want-nya Kodaline. Salah satu lagu kesukaan Rani yang belakangan juga mulai dia sukai.'Cause you brought out the best of meA part of me I'd never seenYou took my soul wiped it cleanOur love was made for movie screensTidak bisa tidak, Adit tersenyum saat mendengarkan
Adit tentu saja langsung menyetujui rencana kencan itu dengan sangat antusias. Dia membatalkan semua janji sore-nya. Tidak ada yang lebih penting dari pada segera pulang ke rumah di jam makan siang untuk bisa bersantap bersama kedua sahabat yang sudah lama tidak bertemu.Tapi itu bisa menunggu, siapa sih yang tidak mau berkencan dengan istrinya sendiri? Adit heran kenapa hal semacam ini tidak terpikirkan olehnya. Kapan terakhir kali dia mengajak Rani dinner romantis berdua? Adit tidak bisa ingat, atau memang mereka belum pernah melakukannya? Ya ampun, mengerikan sekali! Padahal dulu saat ia berpacaran dengan Ghea ia selalu menghabiskan banyak waktu. Tetapi dengan Rani? Apa karena Adit menganggap Rani hanya gadis biasa saja? "Bim, makasih banyak lho hadiahnya," ujar Adit saat mereka sudah kenyang menyantap makan siang. Ucapan terima kasih itu tulus Adit ucapkan, seolah sahabatnya itu tahu bahwa Adit dan Rani memang memerlukan jeda manis semacam ini di antara masalah bertubi-tubi yang
Ghea yang sedang emosi dan cemburu melihat keharmonisan Adit dan Rani, langsung memotret mereka berdua lalu mengirim fotonya ke Pak Tomi. Tidak lama kemudian ponsel milik Ghea pun berdering, ada panggilan masuk dari Pak Tomi, ia pun langsung menjawab panggilan telepon tersebut."Hallo Ayah." Ucap Ghea."Apa sekarang Adit, lagi bersama istrinya yang miskin itu?" Tanya Pak Tomi kepada Ghea."Iya, bahkan kelihatannya Adit malah jadi tambah deket sama dia." Jawab Ghea dengan nada datar, tidak lama kemudian ia pun langsung menanyakan bantuan Pak Tomi. "Katanya Ayah mau bantu hubungan aku sama Adit?" "Kamu tenang saja Nak, Ayah janji akan membuat wanita kampung itu pergi dari rumah Ayah. Karena sampai sekarang Ayah nggak sudi mempunyai menantu kampungan seperti dia, cuma kamu yang cocok buat jadi menantuku dan pendamping Adit!" Jawab Pak Tomi mencoba meyakinkan Ghea.Ghea menyunggingkan senyum liciknya, tidak berhenti di situ saja. Ia juga meminta Pak Tomi untuk menyuruh Adit pulang, agar
Ghea tersenyum senang, melihat Adit yang pergi lebih dulu begitu saja tanpa mengantarkan Rani istrinya, dan melihat Rani yang akhirnya pulang dengan naik ojek."Aku puas banget, ternyata Om Tomi bener-bener bisa di andalkan. Syukurin kamu, akhirnya kamu pulang naik ojek. Macem-macem sih jadi orang, mestinya sadar diri kalau Adit itu enggak bakalan bisa hidup sama kamu." Ucap Ghea sambil meminum kopi yang ia pesan."Ternyata semudah ini, membuat kalian berdua agar jangan terus-menerus sering bersama. Selama Om Tomi masih ada di pihakku, aku harus secepat mungkin membuat kalian berdua hidup terpisah!" Gumam Ghea, yang mencoba untuk memikirkan cara selanjutnya yang akan ia pakai untuk memisahkan Rani dari Adit.***Sekarang Rani sudah sampai di rumah mertuanya, namun saat ia turun dari ojek, ada Ibu Ana yang sedang menggendong Tasya di halaman depan, melihat menantunya datang naik ojek ia pun langsung menanyakan keberadaan putranya."Lho Ran, kok kamu naik ojek? Emang Adit pergi ke mana?
"Tok tok tok." "Ran, ini Ibu! Boleh Ibu masuk?" Ucap Bu Ana yang tetap bersikap sopan, dan meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Putranya."Boleh Bu." Jawab Rani dari dalam kamar, kemudian Rani langsung menyeka air matanya dan langsung membukakan pintu kamar. "Silahkan masuk Bu, padahal Ibu tinggal masuk aja, enggak usah pake izin lagi." Lanjut Rani dengan nada sendu.Bu Ana pun langsung masuk ke dalam kamar Adit, lalu menutup pintu kamarnya kembali, ia sudah menduga jika Rani pasti sedang tidak baik, karena perkataan dari suaminya memang sangat tajam."Kamu habis nangis ya Ran? Maafkan perkataan dari Ayah ya, tolong jangan di masukkan ke dalam hati, jujur saja Ibu merasa malu sama kamu." Ucap Bu Ana sambil menatap wajah menantunya."Ibu juga merasa sakit, saat mendengarkan perkataan dari Ayah, tapi mau bagaimana lagi, sudah wataknya keras seperti itu." Lanjut Bu Ana yang tetap merasa bersalah."Iya Bu tidak papa, Rani tidak memasukkan ke dalam hati, hanya saja untuk sekarang Rani
Adit menoleh ke arah belakang, ia pun langsung bertanya maksud kedatangannya itu."Ghea, kok kamu ada di sini?" Tanya Adit. "Aku tadi ada jalur jalan ke sini, jadi ya udahlah sekalian aja mampir sambil bawa ini!" Jawab Ghea sambil menunjukkan makanan yang ia bawa, ia pun lalu mencoba untuk mencari perhatian dari Pak Tomi, dengan alasan mengajaknya untuk makan bersama."Ayah juga ikut makan ya, kita makan bareng-bareng!" Lanjut Ghea."Terima kasih banyak Ghea, tapi Ayah sudah makan tadi di rumah sama Ibu. Kamu makan aja berdua sama Adit, kebetulan kamu juga belum makan kan Dit?" Ujar Pak Tomi yang langsung menyetujui permintaan Ghea."Kamu makan duluan aja, aku lagi sibuk banyak kerjaan!" Jawab Adit yang langsung menolak tawaran Ghea dan Ayahnya.Mendengar Adit yang langsung menolak dengan tegas, Pak Tomi langsung mengambil alih kerjaan yang sedang di pegang oleh Adit."Udah sana kamu makan dulu, biarin Ayah aja yang gantiin kerjanya!" Titah Pak Tomi sambil mengambil nota pembayaran,