Apa yang akan kamu lakukan jika hatimu sudah tidak ada rasa lagi? Itulah yang sedang di rasakan oleh Rani, seorang Ibu Rumah Tangga yang sudah membuang hatinya jauh-jauh. Semua itu terjadi karena Adit suaminya, tidak pernah sedikit pun menghargai Rani sebagai istrinya. Ucapan dari Adit suaminya sering sekali menyakiti perasaannya, sekali dua kali Rani tidak pernah menanggapinya, tapi perkataan suaminya itu sering ia ucapkan berulang kali. Belum lagi rumah tangga mereka sering di stir oleh mertua Rani, membuat Rani hidup seperti wayang yang harus menuruti dalangnya. Akankah Rani bisa bertahan menjalani kehidupan rumah tangganya?
View More“Mas, aku hamil,” kata Rani kepada kekasihnya Adit.
Adit yang baru saja mengenakan pakaian menghentikan gerakannya dan menatap sang kekasih.
“K- kamu hamil? Kamu yakin?” tanya Adit sambil memicingkan matanya.
Rani, gadis cantik berusia 21 tahun itu menganggukkan kepalanya. Perlahan ia mengeluarkan tespack dari dalam tasnya, lalu memberikannya kepada Adit.
“Ini, sudah aku tes, Mas,” ujarnya.
Adit menggelengkan kepalanya perlahan.
“Ini kan bisa saja kamu meminjam tespack orang dan mau mengerjaiku. Kamu lagi bikin prank, kan?” kata Adit sambil memakai celana pendeknya.
Pemuda itu kemudian memeluk Rani dan mulai mengecup teruk leher sang kekasih berusaha untuk memancing gairah Rani kembali.
Saat ini mereka memang sedang bersama di sebuah kamar hotel. Hubungan Adit dan Rani sudah berjalan 5 bulan. Tetapi, Adit sudah mengincar Rani sejak lama. Hampir setahun ia mengejar cinta sang kembang desa itu sebelum akhirnya Rani bertekuk lutut dalam pelukannya.
Rani berusaha mendorong tubuh Adit untuk menjauh.
“Aku serius, Mas. Ini aku masih memiliki dua alat tes lagi. Kita lihat hasilnya bersama. Supaya kamu bisa tahu aku sedang berbohong atau tidak,” kata Rani.
Gadis itu pun kembali mengeluarkan dua buah alat tes kehamilan yang berbeda merek.
“Ini, kamu lihat sendiri alatnya belum aku buka. Kamu tunggu di sini, atau mau ikut ke kamar mandi?” kata Rani.
Adit menghela napas panjang.
“Aku mau lihat,” katanya.
Pemuda itu pun mengikuti Rani ke kamar mandi. Ia melihat sendiri Rani menampung air seninya ke dalam wadah kecil kemudian secara bersamaan mencelupkan kedua alat tes kehamilan yang baru saja ia buka.
Adit dan Rani menunggu selama beberapa saat. Adit masih berharap jika hasilnya hanya garis 1. Tetapi, setelah beberapa menit menunggu, yang muncul ada dua garis. Itu pertanda Rani memang hamil dan tidak sedang berdusta.
“Apa kamu masih mau mengatakan aku berdusta?” tanya Rani dengan air mata yang mulai jatuh di pipinya.
Adit langsung memeluk tubuh Rani dengan erat. Ia membiarkan gadis pujaannya itu menangis dalam pelukannya.
“Aku takut, Mas. Sudah banyak masalah yang terjadi di keluargaku. Jika aku sampai hamil tanpa suami, apa kata orang-orang nanti?” kata Rani.
“Sttt ... jangan bilang begitu, Sayang. Ada aku di sini. Aku akan bertanggung jawab atas anak ini,” kata Adit.
Perlahan pemuda itu membawa Rani kembali ke ranjang. Mereka duduk berhadapan. Adit mengelus perut Rani yang masih rata kemudian mengecupnya dengan mesra.
Perlahan, gerakan Adit menjadi semakin liar dan pada akhirnya berujung pada penyatuan keduanya. Kamar itu menjadi saksi bisu desahan demi desahan kenikmatan duniawi keduanya.
“Aku akan bertanggung jawab atas anak ini, kamu jangan khawatir,” kata Adit setelah mereka puas melakukan hal itu sambil memeluk tubuh Rani.
Rani hanya menganggukkan kepalanya perlahan. Dalam hati, sebenarnya ia sangat menyesali semua ini. Kenapa ia sampai terbuai dalam alunan cinta Adit dan menyerahkan semua kepada pemuda itu.
Seharusnya ia lebih bisa menahan diri dan mempertahankan kehormatannya sebagai seorang wanita. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terjadi dan ia hanya bisa pasrah. Yang penting Adit mau bertanggung jawab dan menikahinya sehingga anak yang ada di dalam kandungannya ini memiliki status yang jelas.
“Bagaimana dengan kedua orang tuamu, Mas? Mereka pasti tidak akan setuju jika kamu menikah dengan gadis miskin seperti diriku,” kata Rani.
Adit membelai wajah Rani dan mengecupinya dengan mesra.
“Apa pun yang terjadi, aku akan bertanggung jawab. Aku sangat mencintai kamu. Sudah, sekarang kita nikmati saja kebersamaan kita. Malam ini kamu nggak usah pulang. Besok pagi baru aku antar,” kata Adit.
Sejak pertama kali menyentuh Rani, Adit memang merasa kecanduan, karena Ranilah perawan pertama yang ia tiduri.
Adit adalah seorang pemuda tampan dan berasal dari keluarga kaya raya. Ayah Adit memiliki toko grosir terbesar di kota itu. Bahkan sudah memiliki dua cabang. Adit adalah anak kedua dari dua bersaudara.
Sebelum bertemu dengan Rani, dia memang terkenal sebagai playboy. Itu sebabnya Rani tidak langsung membuka hati kepadanya.
Malam itu pun berlalu, dan pagi harinya Adit mengantarkan Rani pulang. Ia sendiri pun segera pulang ke rumahnya untuk mengatakan niatnya menikahi Rani.
“Ke mana saja kamu semalaman nggak pulang? Sampai kapan sih kamu mau begini terus, Dit? Lihat itu kakakmu, dia bekerja keras dan hasilnya toko cabang yang ia pegang bisa sukses,” tegur Bu Ana- ibu Adit.
Pemuda itu tersenyum lalu melangkah mendekati sang ibu dan mencium pipi wanita itu.
“Semalam tidur di rumah kawan, Bu. Ayah ke mana?” tanya Adit.
“Ayahmu masih mandi. Sini kamu duduk, sarapan dulu. Ibu sudah memasak nasi goreng favoritmu,” kata Bu Ana.
Adit yang memang belum sempat sarapan di hotel tadi pun duduk dan menyendokkan nasi goreng ke piringnya.
“Bu, ada yang ingin Adit sampaikan kepada ayah dan ibu,” kata Adit.
Bu Ana mengerutkan dahinya. Tidak biasanya sang anak bersikap seperti itu.
“Memangnya apa yang ingin kamu katakan?” tanya Bu Ana.
“Paling mau minta uang lagi, iya kan?Ayah baru saja mentransfer uang bulanan ke rekeningmu.”
Bu Ana dan Adit menoleh. Tampak Pak Tomi Ayah Adit melangkah menghampiri mereka lalu duduk dan mulai menyendokkan nasi goreng ke piringnya.
“Makasih, Ayah. Tapi, yang Adit ingin bicarakan bukan masalah uang,” jawab pemuda itu.
“Ya lalu, kalau bukan uang apa?” tanya Pak Tomi.
Adit menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan.
“Adit ... maafkan Adit, Ayah, Ibu.”
Bu Ana mengerutkan dahinya, sebagai seorang ibu, ia tentu bisa mengetahui jika saat ini putranya itu sedang menyimpan suatu masalah.
“Apa sih, kamu ini kalau ngomong yang bener dong, belum apa-apa udah minta maaf,” kata Bu Ana.
“Adit minta izin untuk menikah, Bu, Yah.”
Pak Tomi langsung tertawa keras mendengar jawaban putranya itu.
“Astaga, hanya mau menikah saja kok susah,” kata Pak Tomi.
“Iya, Ibu kira ada apa. Memangnya calon kamu itu siapa?” tanya Bu Ana.
Adit menatap kedua orang tuanya.
“Rani, Bu.”
“Rani? Rani anaknya pak Edi yang gila itu? Keponakannya si Yatmi? TIDAK!” kata pak Tomi dengan tegas.
Wajah Pak Tomi yang tadinya penuh dengan senyum dan tawa mendadak mengeras. Semua orang di kampung mereka tahu jika ayah Rani yaitu Pak Edi memang memiliki gangguan jiwa semenjak istrinya meninggal dunia.
“Kamu mau bikin malu Ayah dan Ibu dengan menikahi anak orang gila itu. Dia memang kembang desa, tapi buat apa kalo berasal dari keluarga yang nggak beres,” kata Pak Tomi lagi.
“Tapi, Ayah ... Rani sedang hamil anakku.”
Rani yang sedang sibuk membuat kue bersama Mbok Suti sontak mengalihkan perhatiannya ketika mendengar ponselnya berdering. Terpaksa dia harus meninggalkan pekerjaannya lebih dulu untuk melihat notifikasi apa yang masuk ke ponselnya.Tak lama kemudian, bibir Rani menerbitkan sebuah senyuman setelah membaca beberapa pesan dari pelanggan barunya. Hari ini adalah hari pertama Rani membuka toko online-nya, dan sudah ada 3 orang pelanggan yang memesan kuenya. Sebisa mungkin Rani akan menyelesaikan kuenya hari ini juga, dan mengantarkannya tepat di hari pelanggan itu memesan pesanan kuenya.Rani menaruh ponselnya ke tempat semula, lantas melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Mbok Suti yang sedang mengaduk adonan baru ikut tersenyum ketika melihat raut wajah bahagia Rani yang sudah lama tidak dia lihat. Ternyata, Rani tidak selemah yang dia pikirkan. "Mbok, yang ini kue ulang tahun, ya?" tanya Rani memastikan."Iya, Non. Itu belum dikasih note, soalnya takut acak-acakkan kalau Mbok yang
Rani dengan wajah seriusnya duduk di depan laptop untuk mengedit bagian-bagian penting yang akan dia perlukan untuk kebutuhan toko online-nya. Usulan Mbok Suti tadi pagi berhasil membuka pikiran Rani mengenai bisnis kue yang akan dia jalankan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Bakat masak yang Rani dan Mbok Suti miliki bisa menjadi ladang penghasilan untuk mereka selama beberapa bulan ke depan. Walaupun masih ada cukup uang yang ada dalam tabungan Rani, tapi dia tidak bisa langsung menggantungkan hidupnya dari sana. Rani harus punya pekerjaan sampingan agar hidupnya tidak terlalu memprihatinkan.Meski pun Bu Ana berjanji selalu mendukung keputusannya dan juga akan memberikan biaya untuknya dan Tasya tetapi, Rani tidak mau terlalu bergantung pada Ibu mertuanya itu.Lain dengan Rani, saat ini Mbok Suti tengah belanja ke swalayan untuk membeli bahan-bahan kue yang akan dia dan Rani buat nanti malam. Rani akan membutuhkan beberapa kue untuk dia foto dan akan dia pasang di banner iklan
Helaan napas tak berhenti keluar dari mulut Adit yang sedari tadi tengah mondar-mandir di depan kamarnya. Pintu kamar yang dibiarkan terbuka membuat Ghea bisa melihat tingkah suaminya dari dalam. Bukannya mencoba menenangkan, Ghea justru malah sibuk bersantai ria di atas kasur dengan secangkir coklat panas di atas nakas.Adit berdecak kasar, mengacak rambutnya frustrasi karena dia masih merasa dengan kepergian Rani. Rani pergi tanpa sepengetahuannya. Bahkan Mbok Suti pun dikabarkan ikut dengan Rani dan Tasya entah ke mana.Ghea memutar bola matanya malas, lantas beranjak dari tempat tidur dan menghampiri Adit yang sedang dilema. Meskipun Ghea tak suka melihat Adit yang masih terlihat mengkhawatirkan Rani, tapi dia tidak peduli.Setidaknya Adit dan Rani sudah berpisah meski belum resmi, dan kini hanya dialah satu-satunya istri yang Adit miliki."Mas, kamu nggak bosan dari tadi mondar-mandir terus?" tanya Ghea, lalu memeluk Adit dari belakang agar suaminya itu menghentikan kegiatan ta
“Silakan saja kalau Ayah tidak percaya jika Tasya cucu Ayah. Saya merasa sangat kecewa sekali. Saya tau jika hubungan saya dan mas Adit juga tidak mendapatkan restu ayah tadinya. Saya juga tahu jika kami sudah melakukan kesalahan. Tetapi, saya tidak pernah berhubungan dengan lelaki lain,” kata Rani. Selama ini wanita itu sudah cukup diam. Kali ini ia tidak akan diam saja mendengar hinaan dari Ayah mertuanya itu. Bu Ana sendiri merasa sangat kaget karena baru kali ini mendengar Rani bersuara seperti ini. Selama ini wanita itu lebih banyak diam dan mengalah. “Ibu percaya kepada kamu, Rani. Baiklah, kita akan menunggu dua bulan lagi. Jika memang anak dalam kandungan Ghea itu anak Adit, kita akan mencari jalan keluar. Ibu tidak mau Adit dan Rani berpisah. Tetapi, jika terbukti anak itu bukan anak Adit maka Ibu tidak akan membiarkan penipuan ini berlangsung lama,” kata Bu Ana dengan tegas.**Terik matahari membuat peluh keringat di dahi Rani semakin bertambah banyak. Kulit putih dan mu
Adit tersentak mendengar perkataan Rani.“Cerai? Tidak! Aku tidak mau. Kamu harus mendengarkan dulu penjelasanku. Aku dan Ghea itu ....” Adit pun menceritakan semua yang terjadi di malam itu. Tanpa ada yang ia kurangi sama sekali.“Demi Allah ... Aku nggak pernah sadar kalo aku meniduri Ghea.”“Awalnya ga sadar, tapi setelah itu kamu pasti sering melakukannya, bukan? Jawab dengan jujur!”Adit terdiam, apa yang dikatakan oleh Rani benar. Awalnya mungkin ia tidak sadar, tetapi bukankah setelah itu dia dan Ghea juga menikmati hubungan mereka?“Kamu ngga bisa jawab, kan? Itu karena memang kamu sudah bermain api, Mas!”“Aku ....” “Ceraikan aku!”BRAK!"Tidak, Ibu tidak mau kalian bercerai! Aduh!" Rani dan Adit tersentak. Keduanya menoleh, ternyata Bu Ana tanpa sengaja mendengarkan semua percakapan mereka. Dengan cepat, Adit menghampiri Ibunya yang sedang memegangi dadanya. Dengan cepat Adit segera memanggil perawat, sehingga Bu Ana dengan cepat ditangani oleh dokter. Untung serangan ja
“A-apa maksudnya ini. Mas, kenapa Ghea ....” Rani benar-benar tidak mengerti dengan kehadiran Ghea. Terakhir kali bertemu di Lombok beberapa bulan lalu, perut Ghea masih rata. Tapi sekarang ....“Tanyakan saja kepada suami kita. Dia yang sudah menghamili aku dan kami sudah menikah siri tujuh bulan yang lalu. Sekarang aku sedang hamil tujuh bulan,” kata Ghea dengan lantang. Bu Ana segera menghampiri Ghea dan langsung menampar perempuan itu dengan kesal. “Jangan kurang ajar kamu! Anakku tidak mungkin menikahi kamu,” kata Bu Ana. “Apa yang Ibuku katakan benar. Adikku nggak mungkin menikah dengan kamu, Ghea,” sahut Anjar membenarkan. “Ayah kalian sendiri yang menjadi saksi pernikahan kami.” JLEB!Seketika ingatan Bu Ana dan Rani melayang di saat Adit dan Pak Tomy pergi berdua saja. Bu Ana langsung memicingkan mata dan menatap PakTomy.“Keterlaluan kamu, Yah!” seru Bu Ana.“Ghea sudah hamil karena perbuatan Adit, mana bisa aku tinggal diam. Jadi, aku mengizinkan Adit menikah lagi. La
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments