“Ghea, kamu nginep di sini?” tanya Rani.
“Iya, soalnya semalam Ayah ngelarang aku untuk pulang karena udah malam banget. Dan Adit juga nggak mungkin nganterin aku, lagian nanti kalau ada nganterin aku kamu jadinya cemburu,” kata Ghea.
Rani hanya terdiam, kemudian ia pun mendekati Ibu mertuanya. “Ada yang bisa Rani bantu, Bu?” tanyanya.
“Kamu bantu ibu ulek bumbu aja. Oh ya, Ran lain kali jangan seperti semalam ya. Masa lagi makan terus tiba-tiba kamu pergi begitu aja ... nggak sopan. Mungkin ucapan ayahmu itu menyinggung, tapi sebagai seorang menantu yang baik dan juga orang yang memiliki attitude, sebaiknya hal itu jangan diulangi. Kamu kan bisa menahan-nahan diri. Kamu dan Adit itu sudah melakukan kesalahan. Jadi, wajar kalau ayahnya Adit masih merasa emosi kepada kalian berdua. Jangankan ayahnya, saya sendiri sebenarnya masih merasa kesal kepada kalian. Hanya saja saya masih memikirkan cucu saya dalam kandungan kamu itu,” kata Bu Ana dengan kesal.
Sebenarnya, Bu Ana yang sudah merayu Tommy untuk menerima kembali Adit dan istrinya di rumah ini. Karena dia tidak mau kelak cucunya kekurangan apa pun, terlebih juga itu adalah anak kandung Adit.
Tetapi, yang di luar perkiraan Bu Ana adalah kedatangan Ghea. Ia tidak menyangka jika suaminya bertemu dengan Ghea dan mengundang gadis itu untuk makan malam di rumah mereka, tepat di hari pertama Adit dan Rani pulang ke rumah itu.
Tetapi menurut Ana itu bukanlah alasan untuk Rani bersikap tidak sopan seperti semalam. Meninggalkan keluarga yang lain makan malam dengan wajah yang masam.
“Rani minta maaf, Bu ... tidak akan diulangi lagi,” ujar Rani.
Ana hanya menghelan napas kemudian menganggukkan kepalanya.
“Ya sudah, ibu mau bikin nasi goreng. Ini semua sudah dibantu tadi oleh Ghea, seharusnya dia nggak perlu melakukan hal ini dia kan tamu di rumah ini.”
“Aku senang kok, Bu bantuin memasak pagi ini. Lagian di luar negeri juga aku mandiri biasanya masak sendiri.”
“Kamu memang anak yang baik,” kata Bu Ana sambil tersenyum kepada Ghea.
Mendengar dirinya dibela dia hanya tersenyum dan tersipu malu. Kemudian melirik ke arah Rani, dari sorot matanya seolah ia berkata, jika ia sudah memenangkan hati kedua mertua Rani.
“Bu, gimana kalau aku sama Rani aja yang masak. Ibu duduk-duduk aja, kasihan kan Ibu juga capek semalam udah masak yang banyak. Jadi pagi ini biar aku yang masak nasi gorengnya. Aku bisa kok cuma sekedar masak nasi goreng, biar Rani nanti yang goreng telurnya. Gimana Ran, kamu mau kan?” kata Ghea
“Kalau ibu sih nggak masalah, jadi ibu bisa mengerjakan yang lain.”
Ana pun melangkah meninggalkan Rani dan Ghea di dapur sementara Nurmi juga mengerjakan pekerjaan yang lain.
“Kamu tahu nggak Ran, kenapa aku putus sama Adit dulu?” kata Ghea sambil memasukkan bumbu nasi goreng ke dalam wajan.
“Memangnya aku perlu tahu, ya?” Kata Rani sambil mulai menggoreng telur.
“Iya, siapa tahu aja sih kamu kepo dan mau tahu. Tapi, meskipun kamu nggak mau tahu aku kasih tahu aja. Jadi, dulu itu aku kuliah di luar negeri. Aku tuh nggak bisa LDR makanya aku putusin Adit, karena aku pengen fokus untuk belajar dan mengejar karirku di luar negeri. Sebenarnya kami masih saling mencintai. Tapi, ya aku berpikir jika karir itu lebih penting karena seorang wanita juga harus pintar dan memiliki karir yang bagus supaya tidak disepelekan oleh suaminya.”
Gadis itu sengaja menekankan kata disepelekan untuk menyindir Rani. Beberapa hari yang lalu ketika ia tidak sengaja bertemu Tommy, ayah kandung Adit itu sudah menceritakan bagaimana keluarga menantunya.
Ia menceritakan jika Rani adalah anak dari seorang lelaki yang depresi dan berada di rumah sakit jiwa, sementara gadis itu juga tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Dan keluarganya juga bukan berasal dari keluarga berada. Budenya juga hanya seorang tukang cuci keliling, jadi sangat tidak selevel dengan keluarga Adit.
“Adit tidak pernah menceritakan kalau dia punya pacar secantik kamu,” Kata Rani.
Ghea langsung tersenyum penuh kemenangan, setidaknya istri sah Adit itu mengakui jika dirinya memang cantik.
“Ah, jadi kamu berpikir kalau aku cantik?” kata Ghea.
“Iya, waktu pertama kali aku melihat kamu aku mengagumi wajahmu kamu cantik. Dan aku yakin jika gadis secantik kamu pasti tidak akan kesulitan untuk mendapatkan jodoh lelaki yang masih lajang. Apa lagi dengan karir sebagus kamu tentunya kamu bisa menemukan lelaki yang kaya raya untuk memperistri kamu. Dan yang pasti dia juga bukan suami orang, kan?” Kata Rani.
Ghea mendelik, ia merasa jika saat ini Rani sedang menyindirnya. Tidak bisa dipungkiri jika Ghea memang masih sangat mencintai Adit. Ia sangat antusias ketika Tommy mengatakan jika ia tidak pernah merestui pernikahan anak bungsunya dengan Rani.
“Maksud kamu bicara seperti itu apa? Kamu pikir aku datang ke rumah ini untuk merebut hati Adit begitu?”
“Aku tidak mengatakan begitu. Tetapi, jika kamu merasa ya aku tidak tahu.”
Rani merasa jika ia perlu melawan Ghea yang tampaknya ingin kembali merebut hati Adit. Terlebih kedua mertuanya juga sepertinya tidak melarang Adit kembali berhubungan dengan mantan kekasihnya itu.
Ghea rasanya ingin sekali mencabik-cabik wanita di hadapannya. Tetapi, ia ingat jika wanita itu sedang hamil dan lagi pula saat ini ia berada di rumah Adit. Tidak mungkin ia melawan Rani secara barbar. Ia harus tetap bersikap elegan dan anggun supaya bisa tetap menarik simpati keluarga Adit.
Tanpa memedulikan Rani lagi Ghea melanjutkan masaknya. Kemudian setelah nasi goreng yang ia masak selesai, ia membawa nasi goreng itu kemeja makan. Sementara Rani mengikuti dengan piring berisi telur ceplok di tangannya.
“Wah dari wanginya aja, ini pasti enak sekali. Ibu jadi nggak sabar nih buat cicipin nasi goreng buatan kamu,” kata Ana kepada Ghea.
“Resep nasi goreng ini aku dapetin dari chef ternama di Hongkong, loh Bu. Jadi waktu itu, aku tuh seneng banget nasi goreng di tempat itu karena cita rasanya Indonesian banget. Lalu, aku deketin chefnya untuk belajar dan dapetin resepnya supaya aku bisa masak di apartemen sendiri. Jadinya, sekarang aku praktekin deh di sini,” kata Ghea dengan bangga.
Bu Ana tersenyum kemudian ia menoleh ke arah Rani.
“Taruh di sini telur ceploknya Ran. Terus kamu panggil suami kamu untuk turun dan makan bersama. Nanti kan dia mau ke toko.”
Rani menganggukkan kepala, kemudian ia berjalan ke atas untuk menyusul Adit. Pada saat ia masuk ternyata Adit sudah siap untuk berangkat kerja.
Mereka pun berjalan beriringan menuju meja makan. Dan ternyata Tommy pun sudah duduk di sana bersama Ana dan Ghea.
“Makan dulu sebelum kerja, Dit. Nasi goreng ini Ghea yang masak, rasanya enak loh,” kata Tomi. Dan mendadak saja Rani merasa kenyang. Tetapi ia ingat perkataan Ibu mertuanya tadi, ia harus bisa menahan diri dan menahan perasaannya.
Rani terpaksa duduk bersama Ghea dan kedua mertuanya di meja makan. Ia tidak banyak bicara, tepatnya tidak berbicara sama sekali. Pembicaraan didominasi oleh Gea Adit dan Pak Tomi.Tampak jelas di mata Rani jika Pak Tomi sangat menyayangi Ghea, bahkan lelaki itu selalu memuji-muji Ghea."Jadi rencananya kamu akan bekerja di mana Ghe?" tanya Pak Tomi kepada Ghea."Sudah ada beberapa perusahaan yang menawari pekerjaan salah satunya sebagai kepala accounting. Tetapi gajinya belum ada yang sesuai. Meskipun fresh graduate, tapi aku kan lulusan luar negeri jadi patut dipertimbangkan. Kalau seandainya gaji di bawah lima juta, mungkin Ghea tidak akan menerimanya, Ayah," kata Ghea."Enak ya kalau lulusan luar negeri bisa tawar-menawar gaji," kata Adit dengan penuh kekaguman."Ya kamu waktu itu mau Ayah sekolahin ke luar negeri kamunya nggak mau. Coba kalau waktu itu kamu mau sekolah di luar negeri bersama Gea, mungkin saat ini juga kamu sudah mendapat pekerjaan yang bagus," kata Pak Tomi."Me
“Aku nggak nyangka kalo kamu bakalan nikah sama gadis polos kayak Rani. Jauh banget dari selera kamu sebelumnya,” kata Ghea. Gadis itu memang sengaja mampir ke toko milik Pak Tomi ketika jam makan siang. “Ya, tadinya aku hanya main-main aja sama dia. Nggak taunya malah kepincut beneran,” jawab Adit.“Kamu nggak curiga kalo dia nikah sama kamu hanya untuk dapetin harta aja? Secara keluarganya itu kan miskin, dan bapaknya dirawat di RSJ,” kata Ghea lagi. Adit menghela napas panjang, ia sama sekali tidak berpikir hal itu. Di matanya Rani adalah gadis yang sangat polos. Jika ia memperlakukan Rani seperti tadi pagi tidak lain karena ia merasa Rani sudah bersikap tidak sopan semalam, apa lagi mereka baru tinggal di rumah lagi. Adit tidak mau jika gara-gara masalah sepele mereka diusir untuk kedua kalinya. Selama beberapa bulan ini, Adit sudah merasakan tidak enaknya mencari pekerjaan di luar.“Rani gadis polos, waktu kami diusir pun dia bisa hidup susah bersamaku,” bela Adit. Ghea tert
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?!" seru Rani kaget. Bagaimana tidak kaget jika melihat suami tercinta sedang disuapi oleh wanita lain yang notabene adalah mantan kekasihnya. Sementara Gea dan Adit terkejut saat melihat Rani yang masuk melalui pintu sambil membawa rantang berisi makanan.Tetapi, keterkejutan Gea hanya beberapa saat. Gadis itu sangat pintar menguasai keadaan. Dengan gayanya yang sangat elegan Ia pun tersenyum dan menghampiri Rani."Eh kamu, Ran ... ayo masuk. Aku kebetulan masak banyak dan ibuku menyuruhku membawakan ini untuk Adit. Kebetulan ini masakan kesukaan Adit, kamu mau cicip?" kata Gea sambil menggandeng tangan Rani untuk masuk.Sebenarnya Rani sangat muak sekali kepada wanita di hadapannya itu. Rasanya ingin sekali ia mencakar dan mencabik-cabik wajah cantik Gea yang tersenyum penuh kepalsuan di hadapannya."Aku masak susah-susah ternyata kamu sudah makan. Hmm ... ya udah makanan ini untuk karyawan kamu aja, Mas," kata Rani sambil menaruh rantang ber
“Loh, kenapa isi rantangnya masih penuh?Bukannya tadi kamu membawakan Adit makan siang. Lalu kenapa ini isinya masih utuh?” tanya Bu Ana kepada Rani.Rani hanya tersenyum kepada mertuanya itu. Kemudian Ia pun mengeluarkan isi rantang dan menaruh ke sebuah piring.“Tadi, sewaktu saya ke sana Mas Adit sedang ada tamu, dan dia sedang makan bersama tamunya. Mas Adit mengatakan supaya saya membawa makanan ini kembali. Katanya, nanti pulang kerja dia bisa makan lagi,” jawab Rani.Mendengar suara Rani menahan tangis membuat Bu Ana mengerutkan dahinya. Ia menatap menantunya itu dan melihat sisa-sisa air mata di pipi sang menantu. “Apa tamunya Gea?” tanya Bu Ana kepada Rani.Rani tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.“Iya Bu, tamunya Mbak Gea,” jawab Rani.Bu Ana menghela nafas panjang kemudian menghembuskann
“Kamu mau mandi atau makan dulu?” tanya Rani saat Adit baru saja pulang. Seperti kata mertuanya. Ia mencoba untuk bersikap tenang dan elegan menghadapi Adit. Ia tidak mau Adit makin menjauh darinya. “Kamu nggak mandi? Perasaan, kamu sekarang jadi kucel. Padahal dulu aku suka sama kamu karena kamu itu cantik dan bersih. Meski nggak perawatan mahal tapi kamu menarik untuk dilihat,” kata Adit alih-alih menjawab pertanyaan Rani. Rani menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Sakit sekali mendengar kalimat itu keluar dari mulut sang suami.“Mas, aku kan sedang hamil. Jadi-““Jangan kamu jadikan alasan. Banyak wanita hamil di luar sana yang masih tampak sangat cantik dan menarik. Coba kamu lihat ini jerawat dan Flex hitam di wajahmu,” kata Adit sambil memegang pipi Rani. Rani hanya bisa menundukkan kepalanya menahan supaya air matanya tidak jatuh menetes. Bagaimana mungkin seorang suami yang sangat ia cintai begitu tega mengatakan hal seperti itu padahal saat ini ia sedang men
“Mas, hari ini sudah sebulan kan kita tinggal di rumah ini. Apa aku boleh minta uang? Kamu pasti sudah gajian, kan?” kata Rani kepada Adit malam hari itu. Adit menatap istrinya kemudian mengerutkan dahi.“Iya, aku sudah gajian, sih. Biasanya setiap bulan aku menyetorkan uang penjualan kepada ayah. Kemudian ayah akan memotongnya dan memberikan kepadaku sebagian dari keuntungan. Karena, aku yang sudah mengelola toko itu, memangnya kenapa?” kata Adit.“Ya, aku minta uang ... wajar kalau aku minta uang. Aku kan istrimu. Aku perlu membeli kebutuhan untuk kita,” kata Rani.Mendengar perkataan istrinya, Adit sedikit meradang.“Kamu nggak usah macam-macam deh, kita ini tinggal di rumah Ayah dan Ibuku. Mau makan apa saja tinggal ambil. Ibu selalu berbelanja untuk kita semua, kamu tinggal makan, tinggal mengolah. Lalu minta uang untuk apa lagi? Kita juga tidak perlu membayar listrik, tidak perlu membayar biaya sewa rumah. Jadi untuk apa aku memberimu uang?” kata Adit.Rani terbelalak kaget, ia
Siang itu Rani terpaksa harus ke toko, karena ia diminta Bu Ana untuk mengantarkan pesanan orang yang lupa dibawa oleh Adit tadi pagi.“Tolong Ibu ya, Ran. Pesanan ini akan diambil oleh Bu Destri, dan dia akan ke toko karena jika ke rumah tidak akan sempat. Siang ini dia akan berangkat. Jadi dia terburu-buru, kamu bawakan ini ke tokonya Adit biar nanti Bu Destri bisa mengambil barang ini di toko Adit,” kata Bu Ana.“Apa di toko Mas Adit tidak ada lagi barang seperti ini, Bu?” tanya Rani. Bu Ana menggelengkan kepalanya.“Tidak ada, stok ini sudah habis dan ini hanya tinggal sisa. Makanya kemarin Adit bawa pulang, supaya tidak dijual oleh karyawannya kepada orang lain. Kamu ke sana, ya, sekalian bawakan suamimu makan siang,” kata Bu Ana. Rani mengganggukan kepalanya.Sebenarnya ia malas untuk ke toko Adit, karena beberapa kali Rani ke sana membawakan makan siang tidak pernah dimakan oleh Adit. Bahkan, dua kali terpergok olehnya Gea sedang berada di toko itu. Sebagai wanita biasa, Rani
"Mas, tolong taroin dong. Pelan-pelan ya, nanti kebangun," pinta Rani pada Adit. Adit dengan senang hati menuruti. Digendongnya bayi mungil berbedong warna merah biru, direngkuhnya secara lembut, kemudian ia hirup wanginya dengan hidung. Jika pada awalnya Adit ingin marah kepada Rani karena wanita itu terpaksa cesar, saat melihat wajah putrinya hanya ada perasaan bahagia. Begitu pula dengan Rani. Lupa sudah ia dengan kejadian sebelum operasi. Lupa juga ia dengan adegan mesra Adit dan Ghea. "Mas, jangan diciumin. Dia baru tidur. Nanti kebangun," protes Rani yang melihat Adit malah menggoda Tasya.Adit nyengir saja ketika mendengar protes Rani. "Wanginya enak, Sayang," sahutnya.Ya, siapa orang yang nggak suka wangi bayi? Everyone would love it. Bayi belum mandi, baru bangun tidur saja wangi, apalagi ini—mereka habis mandi pagi.Tak lama, Adit benar-benar menaruh Tasya kembali di box bayi yang sudah disediakan pihak rumah sakit."Kamu mau sarapan sekarang, Sayang?" Adit sudah duduk