Share

7. Mencoba menegur.

“Ghea, kamu nginep di sini?” tanya Rani.

“Iya, soalnya semalam Ayah ngelarang aku untuk pulang karena udah malam banget. Dan Adit juga nggak mungkin nganterin aku, lagian nanti kalau ada nganterin aku kamu jadinya cemburu,” kata Ghea.

Rani hanya terdiam, kemudian ia pun mendekati Ibu mertuanya. “Ada yang bisa Rani bantu, Bu?” tanyanya.

“Kamu bantu ibu ulek bumbu aja. Oh ya, Ran lain kali jangan seperti semalam ya. Masa lagi makan terus tiba-tiba kamu pergi begitu aja ... nggak sopan. Mungkin ucapan ayahmu itu menyinggung, tapi sebagai seorang menantu yang baik dan juga orang yang memiliki attitude, sebaiknya hal itu jangan diulangi. Kamu kan bisa menahan-nahan diri. Kamu dan Adit itu sudah melakukan kesalahan. Jadi, wajar kalau ayahnya Adit masih merasa emosi kepada kalian berdua. Jangankan ayahnya, saya sendiri sebenarnya masih merasa kesal kepada kalian. Hanya saja saya masih memikirkan cucu saya dalam kandungan kamu itu,” kata Bu Ana dengan kesal.

Sebenarnya, Bu Ana yang sudah merayu Tommy untuk menerima kembali Adit dan istrinya di rumah ini. Karena dia tidak mau kelak cucunya kekurangan apa pun, terlebih juga itu adalah anak kandung Adit. 

Tetapi, yang di luar perkiraan Bu Ana adalah kedatangan Ghea. Ia tidak menyangka jika suaminya bertemu dengan Ghea dan mengundang gadis itu untuk makan malam di rumah mereka, tepat di hari pertama Adit dan Rani pulang ke rumah itu.

Tetapi menurut Ana itu bukanlah alasan untuk Rani bersikap tidak sopan seperti semalam. Meninggalkan keluarga yang lain makan malam dengan wajah yang masam.

“Rani minta maaf, Bu ... tidak akan diulangi lagi,” ujar Rani.

Ana hanya menghelan napas kemudian menganggukkan kepalanya.

“Ya sudah, ibu mau bikin nasi goreng. Ini semua sudah dibantu tadi oleh Ghea, seharusnya dia nggak perlu melakukan hal ini dia kan tamu di rumah ini.”

“Aku senang kok, Bu bantuin memasak pagi ini. Lagian di luar negeri juga aku mandiri biasanya masak sendiri.”

“Kamu memang anak yang baik,” kata Bu Ana sambil tersenyum kepada Ghea.

Mendengar dirinya dibela dia hanya tersenyum dan tersipu malu. Kemudian melirik ke arah Rani, dari sorot matanya seolah ia berkata, jika ia sudah memenangkan hati kedua mertua Rani.

“Bu, gimana kalau aku sama Rani aja yang masak. Ibu duduk-duduk aja, kasihan kan Ibu juga capek semalam udah masak yang banyak. Jadi pagi ini biar aku yang masak nasi gorengnya. Aku bisa kok cuma sekedar masak nasi goreng, biar Rani nanti yang goreng telurnya. Gimana Ran, kamu mau kan?” kata Ghea

“Kalau ibu sih nggak masalah, jadi ibu bisa mengerjakan yang lain.”

Ana pun melangkah meninggalkan Rani dan Ghea di dapur sementara Nurmi juga mengerjakan pekerjaan yang lain. 

“Kamu tahu nggak Ran, kenapa aku putus sama Adit dulu?” kata Ghea sambil memasukkan bumbu nasi goreng ke dalam wajan.

“Memangnya aku perlu tahu, ya?” Kata Rani sambil mulai menggoreng telur.

“Iya, siapa tahu aja sih kamu kepo dan mau tahu. Tapi, meskipun kamu nggak mau tahu aku kasih tahu aja. Jadi, dulu itu aku kuliah di luar negeri. Aku tuh nggak bisa LDR makanya aku putusin Adit, karena aku pengen fokus untuk belajar dan mengejar karirku di luar negeri. Sebenarnya kami masih saling mencintai. Tapi, ya aku berpikir jika karir itu lebih penting karena seorang wanita juga harus pintar dan memiliki karir yang bagus supaya tidak disepelekan oleh suaminya.”

Gadis itu sengaja menekankan kata disepelekan untuk menyindir Rani. Beberapa hari yang lalu ketika ia tidak sengaja bertemu Tommy, ayah kandung Adit itu sudah menceritakan bagaimana keluarga menantunya.

 Ia menceritakan jika Rani adalah anak dari seorang lelaki yang depresi dan berada di rumah sakit jiwa, sementara gadis itu juga tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Dan keluarganya juga bukan berasal dari keluarga berada. Budenya juga hanya seorang tukang cuci keliling, jadi sangat tidak selevel dengan keluarga Adit.

“Adit tidak pernah menceritakan kalau dia punya pacar secantik kamu,” Kata Rani.

Ghea langsung tersenyum penuh kemenangan, setidaknya istri sah Adit itu mengakui jika dirinya memang cantik.

“Ah, jadi kamu berpikir kalau aku cantik?” kata Ghea.

“Iya, waktu pertama kali aku melihat kamu aku mengagumi wajahmu kamu cantik. Dan aku yakin jika gadis secantik kamu pasti tidak akan kesulitan untuk mendapatkan jodoh lelaki yang masih lajang. Apa lagi dengan karir sebagus kamu tentunya kamu bisa menemukan lelaki yang kaya raya untuk memperistri kamu. Dan yang pasti dia juga bukan suami orang, kan?” Kata Rani. 

Ghea mendelik, ia merasa jika saat ini Rani sedang menyindirnya. Tidak bisa dipungkiri jika Ghea memang masih sangat mencintai Adit. Ia sangat antusias ketika Tommy mengatakan jika ia tidak pernah merestui pernikahan anak bungsunya dengan Rani.

“Maksud kamu bicara seperti itu apa? Kamu pikir aku datang ke rumah ini untuk merebut hati Adit begitu?”

“Aku tidak mengatakan begitu. Tetapi, jika kamu merasa ya aku tidak tahu.”

Rani merasa jika ia perlu melawan Ghea yang tampaknya ingin kembali merebut hati Adit. Terlebih kedua mertuanya juga sepertinya tidak melarang Adit kembali berhubungan dengan mantan kekasihnya itu.

Ghea rasanya ingin sekali mencabik-cabik wanita di hadapannya. Tetapi, ia ingat jika wanita itu sedang hamil dan lagi pula saat ini ia berada di rumah Adit. Tidak mungkin ia melawan Rani secara barbar. Ia harus tetap bersikap elegan dan anggun supaya bisa tetap menarik simpati keluarga Adit.

Tanpa memedulikan Rani lagi Ghea melanjutkan masaknya. Kemudian setelah nasi goreng yang ia masak selesai, ia membawa nasi goreng itu kemeja makan. Sementara Rani mengikuti dengan piring berisi telur ceplok di tangannya.

“Wah dari wanginya aja, ini pasti enak sekali. Ibu jadi nggak sabar nih buat cicipin nasi goreng buatan kamu,” kata Ana kepada Ghea.

“Resep nasi goreng ini aku dapetin dari chef ternama di Hongkong, loh Bu. Jadi waktu itu, aku tuh seneng banget nasi goreng di tempat itu karena cita rasanya Indonesian banget. Lalu, aku deketin chefnya untuk belajar dan dapetin resepnya supaya aku bisa masak di apartemen sendiri. Jadinya, sekarang aku praktekin deh di sini,” kata Ghea dengan bangga.

Bu Ana tersenyum kemudian ia menoleh ke arah Rani.

“Taruh di sini telur ceploknya Ran. Terus kamu panggil suami kamu untuk turun dan makan bersama. Nanti kan dia mau ke toko.”

Rani menganggukkan kepala, kemudian ia berjalan ke atas untuk menyusul Adit. Pada saat ia masuk ternyata Adit sudah siap untuk berangkat kerja.

Mereka pun berjalan beriringan menuju meja makan. Dan ternyata Tommy pun sudah duduk di sana bersama Ana dan Ghea.

“Makan dulu sebelum kerja, Dit. Nasi goreng ini Ghea yang masak, rasanya enak loh,” kata Tomi. Dan mendadak saja Rani merasa kenyang. Tetapi ia ingat perkataan Ibu mertuanya tadi, ia harus bisa menahan diri dan menahan perasaannya. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ocih Dewi We
ceritanya bagus sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status