Rani tercekat, mantan kekasih?
"Benar Ghea ini mantan kekasihmu, Mas?" Tanya Rani kepada Adit yang tampak sedang menatap Ghea dengan tatapan penuh kekaguman.
"Ghea memang mantan kekasih Adit, dia juga anak pengusaha kaya yang terpandang. Dan dia baru menyelesaikan kuliahnya di Hongkong," kata Tomi.
Lelaki itu memang sengaja mengundang Ghea datang ke rumahnya. Ia ingin hubungan Rani dan Adit renggang karena kehadiran Ghea.
"Ah, Ayah ini suka melebih-lebihkan saja," kata Ghea.
"Ayah kan hanya mengatakan apa adanya saja," kata Tomi.
Ana yang melihat ada mendung di wajah Rani langsung berdeham pelan.
"Ayo kita makan dulu, ibu sudah memasak buat kita. Dan ini juga ada oleh-oleh dari Ghea dari Hongkong, ada egg tart dan Lo mai gai. Ini makanan dari sana dibawa Ghea sengaja untuk kita," kata Ana.
"Ini mirip bakcang ya?" Kata Adit.
"Ya beda dong. Lo mai gai ini memang mirip bakcang, tapi kan ini dibawa dari Hongkong langsung. Ya emang sudah aku simpan dulu di freezer, tapi ini enak banget. Sebenarnya, kemarin aku bawa banyak makanan. Tapi, aku takut Ayah dan Ibu nggak suka. Jadi, aku bawakan yang sedikit familer saja," kata Ghea dengan ceria.
"Kamu memang anak yang baik, meski sudah lama tidak bertemu masih saja memperhatikan keluarga kami," kata Tomi memuji.
Rani hanya bisa diam membisu, sungguh jika disandingkan dengan Ghea ia memang tidak ada seujung kukunya.
"Ini makan, Nak. Bagus untuk bayimu," kata Ana sambil menaruh ikan gurame di piring Rani.
Rani tersadar dari lamunannya dan tersenyum kepada ibu mertuanya.
"Terima kasih, Bu," katanya.
"Iya, sama- sama. Ayo kita makan," kata Ana.
Mereka pun makan dengan lahap karena masakan Bu Ana memang sangat lezat. Terlebih lagi Adit, rasanya sudah sangat lama ia tidak makan makanan enak seperti sekarang. Selama ia berada di luar rumah ini, ia harus berhemat supaya uang yang ada tidak cepat habis.
"Jadi, mulai besok kamu pegang toko Ayah yang ada di jalan Banteng. Kamu kelola sebaik-baiknya, seperti biasa kamu harus membuat laporan bulanan kepada ayah," kata Tomi kepada Adit.
"Baik, Ayah."
"Loh, memangnya Adit sempat kerja di tempat lain hingga tidak memegang toko Ayah lagi?" Tanya Ghea.
"Ayah memang sempat mengusirnya dari rumah ini karena menikahi Rani."
"Ayah!" Kata Bu Ana.
Rani langsung terdiam, suasana menjadi sedikit tegang, sementara Adit hanya diam.
"Loh, memangnya kenapa, Bu? Memang benar kan apa yang aku katakan? Kita mengusirnya karena menikah dengan wanita ini."
"Yah, sudahlah. Tidak enak kepada Ghea," kata Bu Ana.
"Saya permisi duluan, maaf ...."
Tanpa menunggu jawaban, Rani langsung bangkit berdiri dan kembali ke kamar Adit di lantai atas. Rasanya sakit sekali, baru saja ia sehari di rumah ini, tetapi ayah mertuanya sudah berlaku seperti itu kepadanya. Bahkan, di depan mantan kekasih sang suami.
"Yah, kasian loh istrinya Adit, tadi. Ghea jadi nggak enak," kata Ghea.
"Ah, namanya juga lagi hamil. Bawaan bayi mungkin. Kamu lanjutkan saja makan kamu, istri kamu itu belum terbiasa aja di rumah ini," kata Tomi tak peduli.
Lelaki itu memang sengaja, ia ingin Rani yang merasa tidak betah dan nantinya akan meminta cerai dari Adit. Bukannya ia tidak tahu jika selama beberapa bulan ini Adit berusaha mencari pekerjaan.
Tomi memang sengaja menyuruh mereka kembali saat Rani sudah dekat waktunya melahirkan karena ia punya rencana sendiri untuk menantunya itu.
Sementara itu, di kamar ... Rani menunggu Adit. Ia berharap sang suami mau menyusulnya. Tetapi, harapannya sia-sia saja.
Adit tidak mau mencari masalah lagi dengan sang ayah. Sudah cukup ia merasakan hidup susah selama beberapa bulan terakhir ini.
Setelah dua jam menunggu, barulah Adit muncul di kamar mereka. Rani tentu saja sudah memasang wajah masam.
"Kamu itu nggak sopan, makan malam belum selesai udah masuk ke kamar. Bukannya bantu Ibu membereskan meja. Jadi, Ghea yang membantu. Di sini memang ada pembantu, tapi bukan berarti semua dikerjakan pembantu. Ibu itu selalu memasak sendiri. Dan biasanya membereskan meja makan. Kamu seharusnya senang karena kita bisa diterima di rumah ini," kata Adit begitu masuk ke dalam kamar.
Rani yang tadinya hendak marah hanya terkejut.
"Loh, aku yang seharusnya marah dan sakit hati, Mas. Apa kamu nggak sadar kalau ayah kamu itu tadi menyindir aku? Bahkan dengan tega menceritakan tentang pengusiranmu kepada mantan kekasihmu itu. Maksudnya apa?"
"Biarkan sajalah, memangnya kenapa? Ceritanya kan memang begitu. Aku diusir karena nekad menikah denganmu. Ran, aku memang mencintaimu. Tapi, aku harus realistis. Kita ini belum mapan, kalau bukan dukungan dari orang tuaku mau ke mana lagi?' kata Adit.
Rani terdiam, ia sadar jika keluarganya bukan orang berada. Bude Yatmi pun hanya mengandalkan dari kerja serabutan. Sementara sang ayah berada di rumah sakit jiwa. Apa yang bisa ia banggakan dari keluarganya?
Sementara Ghea adalah putri pengusaha, sarjana pula. Perbedaannya seperti bumi dan langit. Sementara ia dan Adit pun memiliki perbedaan. Walaupun Adit sekolah di dalam negeri tetapi dia seorang sarjana.
"Tapi, Mas-"
"Tidak ada tapi, Ran. Kamu nggak usah lebay. Ibuku saja tadi begitu memperhatikan dirimu kan? Sampai mengambilkan lauk untukmu. Seharusnya kamu menghargai ibuku. Kita harus bersyukur kedua orang tuaku mau menerima kita," kata Adit memotong ucapan Rani.
"Jadi, aku harus apa?" Tanya Rani dengan kesal.
"Besok, kamu bangun pagi-pagi. Bantu ibu membuat sarapan. Kamu harus bisa mengambil hati ayah juga. Itu pun kalo kamu masih menghargai aku sebagai suamimu," kata Adit.
Lelaki itu pun melangkah menuju ke kamar mandi. Dan saat keluar ia sudah berganti pakaian tidur. Tanpa bicara lagi kepada Rani, ia pun langsung membaringkan tubuhnya dan tidur.
Rasanya memang nyaman sekali dibandingkan ketika ia berada di rumah kontrakan yang sempit dan kasur yang tipis.
Tak lama kemudian, terdengar dengkuran halus pertanda Adit sudah lelap tertidur. Rani hanya bisa menghela napas panjang melihat suaminya itu.
Wanita itu mengelus perutnya perlahan, seandainya saja ia tidak hamil. Rani menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
Dengan perasaan campur aduk, ia pun membaringkan tubuhnya di samping Adit. Tak lama kemudian wanita itu pun tertidur lelap.
Rani terbangun menjelang adzan subuh berkumandang. Seperti biasa ia mandi dan menunaikan ibadah salat subuh. Kemudian setelah selesai, ia pun turun ke dapur. Ternyata benar, Bu Ana sedang membuat sarapan. Tetapi, ada yang mengganjal saat melihat orang lain ada di dapur juga bersama Bu Ana.
"Hai, selamat pagi Rani. Semalam aku menginap di sini."
Rani yang sedang sibuk membuat kue bersama Mbok Suti sontak mengalihkan perhatiannya ketika mendengar ponselnya berdering. Terpaksa dia harus meninggalkan pekerjaannya lebih dulu untuk melihat notifikasi apa yang masuk ke ponselnya.Tak lama kemudian, bibir Rani menerbitkan sebuah senyuman setelah membaca beberapa pesan dari pelanggan barunya. Hari ini adalah hari pertama Rani membuka toko online-nya, dan sudah ada 3 orang pelanggan yang memesan kuenya. Sebisa mungkin Rani akan menyelesaikan kuenya hari ini juga, dan mengantarkannya tepat di hari pelanggan itu memesan pesanan kuenya.Rani menaruh ponselnya ke tempat semula, lantas melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Mbok Suti yang sedang mengaduk adonan baru ikut tersenyum ketika melihat raut wajah bahagia Rani yang sudah lama tidak dia lihat. Ternyata, Rani tidak selemah yang dia pikirkan. "Mbok, yang ini kue ulang tahun, ya?" tanya Rani memastikan."Iya, Non. Itu belum dikasih note, soalnya takut acak-acakkan kalau Mbok yang
Rani dengan wajah seriusnya duduk di depan laptop untuk mengedit bagian-bagian penting yang akan dia perlukan untuk kebutuhan toko online-nya. Usulan Mbok Suti tadi pagi berhasil membuka pikiran Rani mengenai bisnis kue yang akan dia jalankan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Bakat masak yang Rani dan Mbok Suti miliki bisa menjadi ladang penghasilan untuk mereka selama beberapa bulan ke depan. Walaupun masih ada cukup uang yang ada dalam tabungan Rani, tapi dia tidak bisa langsung menggantungkan hidupnya dari sana. Rani harus punya pekerjaan sampingan agar hidupnya tidak terlalu memprihatinkan.Meski pun Bu Ana berjanji selalu mendukung keputusannya dan juga akan memberikan biaya untuknya dan Tasya tetapi, Rani tidak mau terlalu bergantung pada Ibu mertuanya itu.Lain dengan Rani, saat ini Mbok Suti tengah belanja ke swalayan untuk membeli bahan-bahan kue yang akan dia dan Rani buat nanti malam. Rani akan membutuhkan beberapa kue untuk dia foto dan akan dia pasang di banner iklan
Helaan napas tak berhenti keluar dari mulut Adit yang sedari tadi tengah mondar-mandir di depan kamarnya. Pintu kamar yang dibiarkan terbuka membuat Ghea bisa melihat tingkah suaminya dari dalam. Bukannya mencoba menenangkan, Ghea justru malah sibuk bersantai ria di atas kasur dengan secangkir coklat panas di atas nakas.Adit berdecak kasar, mengacak rambutnya frustrasi karena dia masih merasa dengan kepergian Rani. Rani pergi tanpa sepengetahuannya. Bahkan Mbok Suti pun dikabarkan ikut dengan Rani dan Tasya entah ke mana.Ghea memutar bola matanya malas, lantas beranjak dari tempat tidur dan menghampiri Adit yang sedang dilema. Meskipun Ghea tak suka melihat Adit yang masih terlihat mengkhawatirkan Rani, tapi dia tidak peduli.Setidaknya Adit dan Rani sudah berpisah meski belum resmi, dan kini hanya dialah satu-satunya istri yang Adit miliki."Mas, kamu nggak bosan dari tadi mondar-mandir terus?" tanya Ghea, lalu memeluk Adit dari belakang agar suaminya itu menghentikan kegiatan ta
“Silakan saja kalau Ayah tidak percaya jika Tasya cucu Ayah. Saya merasa sangat kecewa sekali. Saya tau jika hubungan saya dan mas Adit juga tidak mendapatkan restu ayah tadinya. Saya juga tahu jika kami sudah melakukan kesalahan. Tetapi, saya tidak pernah berhubungan dengan lelaki lain,” kata Rani. Selama ini wanita itu sudah cukup diam. Kali ini ia tidak akan diam saja mendengar hinaan dari Ayah mertuanya itu. Bu Ana sendiri merasa sangat kaget karena baru kali ini mendengar Rani bersuara seperti ini. Selama ini wanita itu lebih banyak diam dan mengalah. “Ibu percaya kepada kamu, Rani. Baiklah, kita akan menunggu dua bulan lagi. Jika memang anak dalam kandungan Ghea itu anak Adit, kita akan mencari jalan keluar. Ibu tidak mau Adit dan Rani berpisah. Tetapi, jika terbukti anak itu bukan anak Adit maka Ibu tidak akan membiarkan penipuan ini berlangsung lama,” kata Bu Ana dengan tegas.**Terik matahari membuat peluh keringat di dahi Rani semakin bertambah banyak. Kulit putih dan mu
Adit tersentak mendengar perkataan Rani.“Cerai? Tidak! Aku tidak mau. Kamu harus mendengarkan dulu penjelasanku. Aku dan Ghea itu ....” Adit pun menceritakan semua yang terjadi di malam itu. Tanpa ada yang ia kurangi sama sekali.“Demi Allah ... Aku nggak pernah sadar kalo aku meniduri Ghea.”“Awalnya ga sadar, tapi setelah itu kamu pasti sering melakukannya, bukan? Jawab dengan jujur!”Adit terdiam, apa yang dikatakan oleh Rani benar. Awalnya mungkin ia tidak sadar, tetapi bukankah setelah itu dia dan Ghea juga menikmati hubungan mereka?“Kamu ngga bisa jawab, kan? Itu karena memang kamu sudah bermain api, Mas!”“Aku ....” “Ceraikan aku!”BRAK!"Tidak, Ibu tidak mau kalian bercerai! Aduh!" Rani dan Adit tersentak. Keduanya menoleh, ternyata Bu Ana tanpa sengaja mendengarkan semua percakapan mereka. Dengan cepat, Adit menghampiri Ibunya yang sedang memegangi dadanya. Dengan cepat Adit segera memanggil perawat, sehingga Bu Ana dengan cepat ditangani oleh dokter. Untung serangan ja
“A-apa maksudnya ini. Mas, kenapa Ghea ....” Rani benar-benar tidak mengerti dengan kehadiran Ghea. Terakhir kali bertemu di Lombok beberapa bulan lalu, perut Ghea masih rata. Tapi sekarang ....“Tanyakan saja kepada suami kita. Dia yang sudah menghamili aku dan kami sudah menikah siri tujuh bulan yang lalu. Sekarang aku sedang hamil tujuh bulan,” kata Ghea dengan lantang. Bu Ana segera menghampiri Ghea dan langsung menampar perempuan itu dengan kesal. “Jangan kurang ajar kamu! Anakku tidak mungkin menikahi kamu,” kata Bu Ana. “Apa yang Ibuku katakan benar. Adikku nggak mungkin menikah dengan kamu, Ghea,” sahut Anjar membenarkan. “Ayah kalian sendiri yang menjadi saksi pernikahan kami.” JLEB!Seketika ingatan Bu Ana dan Rani melayang di saat Adit dan Pak Tomy pergi berdua saja. Bu Ana langsung memicingkan mata dan menatap PakTomy.“Keterlaluan kamu, Yah!” seru Bu Ana.“Ghea sudah hamil karena perbuatan Adit, mana bisa aku tinggal diam. Jadi, aku mengizinkan Adit menikah lagi. La
“Apa rumah baru kamu sudah siap untuk ditempati, Dit?” tanya Bu Ana pagi itu. Adit menganggukkan kepalanya. Saat ini dia sangat bingung karena satu bulan lagi dia harus menepati janji kepada Ghea. Sebulan lagi, kandungan Ghea berusia 7 bulan. Adit sama sekali tidak tahu jika sebenarnya kandungan Ghea sudah berusia 8 bulan lebih, bahkan HPL Ghea hanya tinggal 2 minggu lagi. Sementara kandungan Rani baru 4 bulan. Dan lusa seharusnya Adit harus memberi kejutan untuk Rani. Dia akan membawa Rani ke rumah baru mereka dan semua itu sudah dipersiapkan.Dan pada hari itu, sesuai rencana Adit membawa Rani ke sebuah hotel berbintang. Mereka menitipkan Tasya kepada Bu Ana. Adit sudah menyewa suite room selama beberapa hari."Berapa lama kita di sini,Mas?""Kamu mau sebulan juga tidak masalah, Ran. Aku masih bisa membayar kamar hotel ini untukmu selama setahun," kata Adit membuat Rani mencebikkan bibirnya."Aku mempunyai kejutan lain untukmu sayang. Jadi, jangan banyak bertanya lagi. Kamu hanya
“Gimana hasilnya, Ran?” tanya Bu Ana. Rani keluar dari kamar mandi dan memperlihatkan hasil tespacknya kepada Bu Ana. “Tasya mau punya adik, Bu,” jawab Rani dengan gembira. Dan Bu Ana pun segera memeluk Rani dengan erat. Ia merasa sangat senang sekali jika memiliki cucu lagi.“Kita ke Dokter aja nanti sore waktu Adit pulang supaya kondisi bayimu bisa langsung diketahui oleh dokter,” kata Bu Ana. “Baik, Bu,” jawab Rani. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dengan lesu. Bu Ana yang melihat hal itu pun segera mengerutkan dahinya. “Kamu nggak seneng dengan kehamilan kamu ini, Rani?” tanya Bu Ana. “Bukan itu, Bu. Tapi, aku merasa sedikit khawatir dengan Tasya. Dia kan masih kecil, bagaimana jika nanti dia kekurangan kasih sayang, Bu?” Rani berkata lirih. Bukannya dia tidak bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya, tapi, ia hanya takut tidak bisa menjadi orang tua yang baik buat anak-anak mereka.Bu Ana tersenyum mendengar perkataan menantunya itu. Dia sangat me
Ghea hanya menatap Rani dengan tajam. Tetapi, dia tidak peduli dan terus melanjutkan makannya di sana bersama dengan Rani dan Adit. Wanita itu tidak peduli sekali pun Rani terlihat tidak suka. “Kamu sampai kapan di sini?” tanya Rani. “Suka-suka aku dong. Mungkin aku nanti akan menunggu pacar aku datang menyusul ke sini atau mungkin juga akan pulang. Aku kan ke sini untuk berlibur. Aku yakin kamu baru kali ini kan liburan begini?” kata Ghea kurang ajar.“Ya, aku baru pertama kali liburan. Semua ini karena kebaikan ibu mertuaku,” jawab Rani percaya diri. Rani tau jika Ghea sengaja mengatakan itu karena ingin menghina dirinya. Tetapi, Rani tidak akan membiarkannya.Pada akhirnya karena Adit tidak mau perselingkuhannya terbongkar, ia memilih untuk segera pulang. “Padahal, jadwalnya kan masih dua hari lagi, Mas. Aku belum sempat ke ke Rinjani, loh,” kata Rani. “Kapan-kapan kita akan ke sini lagi, Sayang.” Dan, Adit pun pulang bersama Rani dua hari setelah kedatangan Ghea. Setelah ham