Share

6. Kehadiran Ghea.

Rani tercekat, mantan kekasih? 

"Benar Ghea ini mantan kekasihmu, Mas?" Tanya Rani kepada Adit yang tampak sedang menatap Ghea dengan tatapan penuh kekaguman.

"Ghea memang mantan kekasih Adit, dia juga anak pengusaha kaya yang terpandang. Dan dia baru menyelesaikan kuliahnya di Hongkong," kata Tomi.

Lelaki itu memang sengaja mengundang Ghea datang ke rumahnya. Ia ingin hubungan Rani dan Adit renggang karena kehadiran Ghea.

"Ah, Ayah ini suka melebih-lebihkan saja," kata Ghea.

"Ayah kan hanya mengatakan apa adanya saja," kata Tomi.

Ana yang melihat ada mendung di wajah Rani langsung berdeham pelan.

"Ayo kita makan dulu, ibu sudah memasak buat kita. Dan ini juga ada oleh-oleh dari Ghea dari Hongkong, ada egg tart dan Lo mai gai. Ini makanan dari sana dibawa Ghea sengaja untuk kita," kata Ana.

"Ini mirip bakcang ya?" Kata Adit.

"Ya beda dong. Lo mai gai ini memang mirip bakcang, tapi kan ini dibawa dari Hongkong langsung. Ya emang sudah aku simpan dulu di freezer, tapi ini enak banget. Sebenarnya, kemarin aku bawa banyak makanan. Tapi, aku takut Ayah dan Ibu nggak suka. Jadi, aku bawakan yang sedikit familer saja," kata Ghea dengan ceria.

"Kamu memang anak yang baik, meski sudah lama tidak bertemu masih saja memperhatikan keluarga kami," kata Tomi memuji.

Rani hanya bisa diam membisu, sungguh jika disandingkan dengan Ghea ia memang tidak ada seujung kukunya. 

"Ini makan, Nak. Bagus untuk bayimu," kata Ana sambil menaruh ikan gurame di piring Rani.

Rani tersadar dari lamunannya dan tersenyum kepada ibu mertuanya.

"Terima kasih, Bu," katanya.

"Iya, sama- sama. Ayo kita makan," kata Ana.

Mereka pun makan dengan lahap karena masakan Bu Ana memang sangat lezat. Terlebih lagi Adit, rasanya sudah sangat lama ia tidak makan makanan enak seperti sekarang. Selama ia berada di luar rumah ini, ia harus berhemat supaya uang yang ada tidak cepat habis.

"Jadi, mulai besok kamu pegang toko Ayah yang ada di jalan Banteng. Kamu kelola sebaik-baiknya, seperti biasa kamu harus membuat laporan bulanan kepada ayah," kata Tomi kepada Adit.

"Baik, Ayah." 

"Loh, memangnya Adit sempat kerja di tempat lain hingga tidak memegang toko Ayah lagi?" Tanya Ghea.

"Ayah memang sempat mengusirnya dari rumah ini karena menikahi Rani."

"Ayah!" Kata Bu Ana.

Rani langsung terdiam, suasana menjadi sedikit tegang, sementara Adit hanya diam.

"Loh, memangnya kenapa, Bu? Memang benar kan apa yang aku katakan? Kita mengusirnya karena menikah dengan wanita ini." 

"Yah, sudahlah. Tidak enak kepada Ghea," kata Bu Ana.

"Saya permisi duluan, maaf ...." 

Tanpa menunggu jawaban, Rani langsung bangkit berdiri dan kembali ke kamar Adit di lantai atas. Rasanya sakit sekali, baru saja ia sehari di rumah ini, tetapi ayah mertuanya sudah berlaku seperti itu kepadanya. Bahkan, di depan mantan kekasih sang suami.

"Yah, kasian loh istrinya Adit, tadi. Ghea jadi nggak enak," kata Ghea.

"Ah, namanya juga lagi hamil. Bawaan bayi mungkin. Kamu lanjutkan saja makan kamu, istri kamu itu belum terbiasa aja di rumah ini," kata Tomi tak peduli.

Lelaki itu memang sengaja, ia ingin Rani yang merasa tidak betah dan nantinya akan meminta cerai dari Adit. Bukannya ia tidak tahu jika selama beberapa bulan ini Adit berusaha mencari pekerjaan. 

Tomi memang sengaja menyuruh mereka kembali saat Rani sudah dekat waktunya melahirkan karena ia punya rencana sendiri untuk menantunya itu.

Sementara itu, di kamar ... Rani menunggu Adit. Ia berharap sang suami mau menyusulnya. Tetapi, harapannya sia-sia saja. 

Adit tidak mau mencari masalah lagi dengan sang ayah. Sudah cukup ia merasakan hidup susah selama beberapa bulan terakhir ini. 

Setelah dua jam menunggu, barulah Adit muncul di kamar mereka. Rani tentu saja sudah memasang wajah masam.

"Kamu itu nggak sopan, makan malam belum selesai udah masuk ke kamar. Bukannya bantu Ibu membereskan meja. Jadi, Ghea yang membantu. Di sini memang ada pembantu, tapi bukan berarti semua dikerjakan pembantu. Ibu itu selalu memasak sendiri. Dan biasanya membereskan meja makan. Kamu seharusnya senang karena kita bisa diterima di rumah ini," kata Adit begitu masuk ke dalam kamar.

Rani yang tadinya hendak marah hanya terkejut.

"Loh, aku yang seharusnya marah dan sakit hati, Mas. Apa kamu nggak sadar kalau ayah kamu itu tadi menyindir aku? Bahkan dengan tega menceritakan tentang pengusiranmu kepada mantan kekasihmu itu. Maksudnya apa?" 

"Biarkan sajalah, memangnya kenapa? Ceritanya kan memang begitu. Aku diusir karena nekad menikah denganmu. Ran, aku memang mencintaimu. Tapi, aku harus realistis. Kita ini belum mapan, kalau bukan dukungan dari orang tuaku mau ke mana lagi?' kata Adit. 

Rani terdiam, ia sadar jika keluarganya bukan orang berada. Bude Yatmi pun hanya mengandalkan dari kerja serabutan. Sementara sang ayah berada di rumah sakit jiwa. Apa yang bisa ia banggakan dari keluarganya?

Sementara Ghea adalah putri pengusaha, sarjana pula. Perbedaannya seperti bumi dan langit. Sementara ia dan Adit pun memiliki perbedaan. Walaupun Adit sekolah di dalam negeri tetapi dia seorang sarjana.

"Tapi, Mas-"

"Tidak ada tapi, Ran. Kamu nggak usah lebay. Ibuku saja tadi begitu memperhatikan dirimu kan? Sampai mengambilkan lauk untukmu. Seharusnya kamu menghargai ibuku. Kita harus bersyukur kedua orang tuaku mau menerima kita," kata Adit memotong ucapan Rani.

"Jadi, aku harus apa?" Tanya Rani dengan kesal.

"Besok, kamu bangun pagi-pagi. Bantu ibu membuat sarapan. Kamu harus bisa mengambil hati ayah juga. Itu pun kalo kamu masih menghargai aku sebagai suamimu," kata Adit.

Lelaki itu pun melangkah menuju ke kamar mandi. Dan saat keluar ia sudah berganti pakaian tidur. Tanpa bicara lagi kepada Rani, ia pun langsung membaringkan tubuhnya dan tidur.

Rasanya memang nyaman sekali dibandingkan ketika ia berada di rumah kontrakan yang sempit dan kasur yang tipis.

Tak lama kemudian, terdengar dengkuran halus pertanda Adit sudah lelap tertidur. Rani hanya bisa menghela napas panjang melihat suaminya itu. 

Wanita itu mengelus perutnya perlahan, seandainya saja ia tidak hamil. Rani menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

Dengan perasaan campur aduk, ia pun membaringkan tubuhnya di samping Adit. Tak lama kemudian wanita itu pun tertidur lelap. 

Rani terbangun menjelang adzan subuh berkumandang. Seperti biasa ia mandi dan  menunaikan ibadah salat subuh. Kemudian setelah selesai, ia pun turun ke dapur. Ternyata benar, Bu Ana sedang membuat sarapan. Tetapi, ada yang mengganjal saat melihat orang lain ada di dapur juga bersama Bu Ana.

"Hai, selamat pagi Rani. Semalam aku menginap di sini." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status