Share

Bab 148 : Peperangan Mendekat

Author: Xiao Chuhe
last update Last Updated: 2025-08-13 23:18:56

"Majikan, rencana ini …, terlalu berisiko."

Nada suara Ying Qi penuh ketegangan. Ia berdiri tegak di depanku, kedua tangannya terkepal. "Bagaimana kalau pria itu meracuni Anda secara diam-diam? Atau menggunakan orang lain sebagai perantaranya? Anda bisa kehilangan nyawa tanpa sempat menyadarinya.”

Aku menatapnya sebentar sebelum menjawab. "Kau tahu, Ying Qi …, ada satu hal yang selalu kupahami darinya, dia bergerak sendiri. Dalam setiap kesempatan yang melibatkan aku, dia tidak pernah memanfaatkan orang lain."

"Dia …, penjahat yang terlihat seperti tidak memercayai seseorang dengan mudah. Dia tidak pernah membagi perintahnya. Tidak pernah menyuruh siapapun."

"Dia menjaga kebersihan dalam tindakannya seperti orang yang sedang menulis huruf terakhir di wasiatnya, tanpa noda, tanpa jejak."

"Tetap saja—"

"Justru itu," potongku, nada suaraku dingin tapi tenang. "Dia tidak akan memasuki Kediaman Ye dan meracuniku di sini. Terlalu banyak mata, terlalu banyak risiko. Dia akan menunggu kesempa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   vab 151 : Lakukan Hal yang Baik

    Udara di kediaman Jenderal Ye terasa berbeda saat aku kembali. Bukan sekadar dingin sisa musim dingin, tapi hampa, seolah setiap sudut rumah ikut menahan napas. Lorong-lorong yang biasanya ramai langkah pelayan kini lengang, suara pintu yang terbuka pun terdengar lebih keras dari biasanya, memantul ke dinding batu.Baru saja aku menanggalkan selendang, Bibi Chun datang terburu-buru dari arah aula dalam, wajahnya pucat tapi tenang. Nafasnya sedikit terengah, seperti ia sudah menahan berita itu sejak tadi."Nyonya Muda …, kabar dari pos utara." Suaranya terhenti sejenak, seakan harus menelan kekhawatiran sebelum melanjutkan. Jemarinya meremas ujung lengan bajunya sendiri."Peperangan telah meletus di perbatasan Yangzhou. Tuan Jenderal Ye dan Nyonya Besar sudah berada di garda depan. Mereka baru tiba setelah menempuh perjalanan dua hari penuh, langsung membantu Tuan Muda Ketiga dan Jenderal Garnisun Yangzhou."Aku diam, membiarkan kata-katanya masuk perlahan. Bayangan Ye Qingyu yang sed

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 150 : Berdo'a

    Kabut pagi masih menggantung di atas atap-atap Beizhou, tipis tapi lembap, seperti selubung dingin yang memeluk seluruh kota. Jalanan berbatu yang kulewati basah, sedikit salju yang mulai menumpuk, memantulkan cahaya pucat matahari yang berusaha menembus mendung. Langkah kakiku menimbulkan bunyi beratap lirih, seakan setiap batu di jalan ini menyimpan rahasia dan doa-doa yang pernah diucapkan oleh kaki-kaki yang mendahuluiku.Chunhua berjalan setengah langkah di belakangku, payung kertas minyak di tangannya menjaga rintik salju tak mengenai kepalaku. Dia sesekali menunduk, matanya mengawasi licinnya jalan, seolah khawatir aku akan terpeleset kapan saja."Nyonya Muda …, kalau ingin mendoakan, biarkan saya yang pergi. Udara begini tidak baik untuk kesehatan," dia berkata, suaranya setengah memohon.Aku menggeleng tanpa melambatkan langkah. "Doa yang ingin kupanjatkan, Chunhua …, tidak bisa diwakilkan orang lain."Suara langkah kaki kami berpadu dengan desir angin sejuk yang menerbangk

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 149 : Jangan Mati

    Dia berbalik dan aku segera meraih pergelangan tangannya. Cengkeramanku mungkin terlalu kuat, tapi aku tidak peduli. Aku bisa merasakan denyut nadinya di ujung jemariku, cepat, penuh dengan sesuatu yang tak bisa kutangkap sepenuhnya. Langkah Xin Jian terhenti. "Jingxi …, kau paling mengerti bahwa aku sudah menunggu kesempatan ini sejak lama."Aku menggeleng. Tapi kau akan mati …."Aku mohon …, jangan pergi sekarang, Xin Jian." Suaraku terdengar lebih parau dari yang kuinginkan. "Kalau kau berangkat malam ini atau besok, itu sama saja dengan berjalan masuk ke liang kubur."Mataku berusaha mencari-cari alasan di wajahnya, celah sekecil apa pun untuk menghentikannya. Tapi tatapannya seperti tembok yang tidak bisa kuterobos. Dia terdiam, hanya menatapku dengan tatapan yang dalam, lalu menjawab tenang, "Kalau aku menunggu lagi, garnisun Yangzhou tidak akan mampu bertahan sendirian.""Jingxi, sebagai orang yang pernah menetap lama di sana, aku mungkin sangat dibutuhkan oleh pasukan kalian.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 148 : Peperangan Mendekat

    "Majikan, rencana ini …, terlalu berisiko."Nada suara Ying Qi penuh ketegangan. Ia berdiri tegak di depanku, kedua tangannya terkepal. "Bagaimana kalau pria itu meracuni Anda secara diam-diam? Atau menggunakan orang lain sebagai perantaranya? Anda bisa kehilangan nyawa tanpa sempat menyadarinya.”Aku menatapnya sebentar sebelum menjawab. "Kau tahu, Ying Qi …, ada satu hal yang selalu kupahami darinya, dia bergerak sendiri. Dalam setiap kesempatan yang melibatkan aku, dia tidak pernah memanfaatkan orang lain.""Dia …, penjahat yang terlihat seperti tidak memercayai seseorang dengan mudah. Dia tidak pernah membagi perintahnya. Tidak pernah menyuruh siapapun.""Dia menjaga kebersihan dalam tindakannya seperti orang yang sedang menulis huruf terakhir di wasiatnya, tanpa noda, tanpa jejak.""Tetap saja—""Justru itu," potongku, nada suaraku dingin tapi tenang. "Dia tidak akan memasuki Kediaman Ye dan meracuniku di sini. Terlalu banyak mata, terlalu banyak risiko. Dia akan menunggu kesempa

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 147 : Racun

    Aku menatap Tang'er yang masih berlutut di depanku. Wajahnya penuh rasa terima kasih bercampur takut. Apakah dia sungguh berpikir bahwa aku akan memercayainya begitu saja seperti sebelumnya? Padahal manusia sepertinya pun tahu, bahwa setelah dikhianati satu kali, tidak mudah untuk memaafkannya kembali. Aku menatapnya dengan sorot datar. Akan ku uat dia tidak bisa membalas dengan kalimat apa pun lagi. "Aku menyelamatkan A-Mian, bukan karena dia adikmu. Aku tidak peduli soal hubungan darahmu dengannya. Aku melakukannya karena dia anak kecil. Itu saja. Jangan terlalu cepat mengira aku punya niat mulia untuk keluargamu."Tang'er menunduk, matanya bergetar. "Tetap saja …, aku berutang nyawa pada Nona Pertama. Aku harus membalas budi ini, meski pun Nona Pertama merasa ingin muntah saat melihatku pun, budi ini, tetap harus dibalaskan."Aku terkekeh hambar. "Budi? Kau pikir aku butuh? Kau sudah tidak berguna, Tang'er. Kesempatanmu sudah habis. Sumpah yang tadi kau ucapkan, hanya omong koso

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 146 : Dewi Cantik Dari Langit

    Aku menatap Tang'er yang masih duduk di ranjang dengan tubuh lemah, tapi mata itu terlihat penuh perlawanan. Dia sangat keras kepala dan susah diajak bicara.Aku menarik napas panjang, suara dingin sudah siap meluncur dari bibirku."Aku akan mengulangi pertanyaanku, Tang'er," aku berkata pelan. "Siapa pria yang sering Chuanyan temui diam-diam? Apa hubungan kalian dengannya? Jangan pernah sekali pun berpikir untuk membohongiku tentang satu hal pun."Tang'er menatapku dengan mata basah tapi keras. "Kau kejam, Jingxi. Orang sekejam kau, yang tega mengancam keluarga sendiri, bukan orang yang pantas mendapatkan jawaban tentang semua itu."Aku terkekeh sinis. "Kejam kau bilang? Apa kau lupa, bahwa orang yang kau anggap kejam ini pernah menolongmu berkali-kali?""Sebagai orang yang mengenal keluargaku dengan baik, seharusnya kau tahu siapa yang kejam dan siapa yang lembut. Siapa aku dan Siapa Chuanyan. Kau juga harus ingat siapa yang lebih banyak membuatku menderita. Aku, atau Chuanyan." "A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status