Share

Bab 79 : Selingkuh?

Author: Xiao Chuhe
last update Last Updated: 2025-06-29 16:27:40

Siang harinya, Ibu Mertua memanggilku untuk mendiskusikan hadiah kepulangan yang akan kubawa di hari pulang ke kediaman orang tua besok.

Pengantin wanita memang harus kembali ke kediaman orang tuanya di hari ketiga pernikahan. Ye Qingyu akan menemaniku, dan keluarga dari pihak suami akan mengirimkan hadiah atas namaku untuk diberikan pada keluarga besannya.

Sepanjang menunggu Ibu Mertua, aku terpikir perkataan Ye Tinghan sebelumnya. Hal yang tidak membuatku mengerti bahkan setelah memikirkannya ribuan kali.

Kenapa Ye Tinghan sangat mewaspadaiku? Saat dia berkata bahwa alasannya adalah karena aku tiba-tiba menikah dengan Ye Qingyu setelah tiga bulan saling mengenal, aku sama sekali tidak memercayainya.

Pasti ada alasan lain yang lebih kuat kenapa dia tidak menyukaiku menjadi bagian dari keluarganya.

Kelak, aku tinggal di sini dan menjadi Nyonya Muda di rumah ini. Kalau ada penghuni rumah yang tidak menyukaiku, bukankah itu merepotkan?

"A-Xi, apa yang sedang kau pikirkan?" Ibu Mertu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Special Chapter

    Salju tipis menghiasi atap-atap kediaman Ye, namun hawa dingin itu sama sekali tidak terasa di dalam halaman utama. Lima tahun telah berlalu sejak hari yang menyesakkan di Ibukota itu. Hari ini, suasana kediaman Ye dipenuhi oleh aroma harum sup hangat, tawa yang tak putus-putus, dan cahaya lampion merah yang menandakan perayaan Tahun Baru.Aku duduk di samping Ye Qingyu, menatap meja bundar besar yang dipenuhi hidangan lezat. Di sekelilingku, Ayah dan Ibu tampak jauh lebih muda dengan senyuman yang terus menghiasi wajah mereka sejak cucu pertama mereka lahir. Ye Tinghan dan Ye Xuanqing juga kembali dari perbatasan untun merayakan tahun baru bersama keluarga. Di tengah-tengah kami, seorang gadis kecil berusia enam tahun dengan kuncir dua yang rapi sedang sibuk mengunyah pangsit. Ye Zhaoyu, putriku. Dialah pusat semesta kami sekarang."Zhaoyu, jangan makan terlalu cepat. Nanti tersedak," tegurku lembut sambil mengusap sudut bibirnya."Tapi pangsit buatan Nenek sangat enak, Ibu!" seru

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 256 END : Ketenangan

    Perjalanan menuju Ibukota memakan waktu berhari-hari, namun bagiku, setiap detiknya terasa seperti ribuan tahun yang berputar kembali. Di atas kuda, di samping Ye Qingyu yang tak pernah melepaskan pandangannya dariku, aku melewati jalanan berbatu dan hutan-hutan sunyi yang dulu pernah kusaksikan dengan mata penuh kebencian. Namun kali ini, pemandangannya berbeda. Aku tidak lagi melihat dunia sebagai tempat yang harus kuhancurkan, melainkan sebagai tempat yang harus kuselamatkan dari kegelapan masa laluku sendiri.Selama perjalanan, aku terus menggenggam buku harian Ayah di balik jubahku. Kata-kata di dalamnya seolah berdenyut, memberitahuku bahwa waktu hampir habis. Ayah kandungku, Yu Yan, sang Kaisar Satu Hari yang malang, setelah melewati satu minggu penuh penderitaan di penjara, kini tengah menunggu ajalnya di lapangan eksekusi yang sama, tempat yang menjadi titik nol penderitaan kami.Aku sungguh sudah mengira dirinya mati beberapa hari yang lalu. Tapi proses hukum di negara in

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 255 : Jalan Terakhir

    Ingatanku perihal hari itu kembali menonjol di kepalaku. Hari saat aku mengembuskan napas terakhirku …, sepersekian detik sebelum mataku tertutup, aku melihat seorang pria. Dan itu adalah ayah kandungku yang menyaksikan kematianku di kehidupan sebelumnya? Aku menutup mulutku dengan perasaan tidak percaya. Ini terlalu sulit untuk diterima …."Aku membantai mereka. Semuanya. Termasuk Zhou Ye dan istrinya. Di hadapan Kaisar. Di lapangan eksekusi itu. Kemudian, cahaya hitam menelanku lagi ….""Aku mati di tangan prajurit Kekaisaran. Dalam hatiku, aku masih tidak rela melihat kepergian putriku yang begitu tidak adil. Siapa sangka setelah identitasnya sebagai seorang putri lenyap, dia justru mengalami kemalangan yang lebih buruk dari itu." "Yang kurasakan saat itu persis seperti saat istriku mati. Rasanya menyakitkan dan aku sangat tidak rela …, aku ingin mengubahnya jika bisa …. Kematian putriku …, aku ingin mengubahnya.""Dia terbangun," kata Ye Qingyu, melanjutkan ke entri berikutnya.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 254 : Sebuah Rahasia Besar

    Kami berdua kembali ke Paviliun, meninggalkan bayangan pohon Ginkgo yang abadi di belakang. Udara di dalam ruangan terasa pengap, seolah semua rahasia yang terperangkap selama bertahun-tahun kini dilepaskan bersama kami. Ye Qingyu meletakkan kotak kayu pipih itu di atas meja kayu tua. Cahaya lilin hanya mampu menerangi permukaan buku bersampul kulit menguning yang menjadi inti dari semua pencarian ini.Aku duduk di sampingnya, jantungku berdebar kencang, diselimuti campuran duka, harapan, dan ketakutan. Ye Qingyu, dengan tenang yang selalu menenangkanku di tengah badai, mengambil buku harian itu."Jingxi," bisiknya, suaranya pelan tetapi penuh bobot, "ini bukan buku harian biasa. Ini adalah Penanggalan Kuning (Huáng Lì), catatan harian yang hanya digunakan oleh anggota keluarga kekaisaran dan mencatat tanggal-tanggal penting dengan sistem kalender kuno. Dan tulisan ini …, ini memang milik Ayahmu."Aku mengangguk, membiarkan Ye Qingyu membalik halaman-halaman yang rapuh. Dia berhenti

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 253 : Terungkap

    Aku keluar dari paviliun, menggenggam erat lengan Ye Qingyu. Kunci tembaga itu terasa dingin di telapak tangan Ye Qingyu, tetapi menghangatkan keyakinan yang baru kutemukan. Ayah tidak meninggalkanku tanpa harapan. Dia meninggalkan peta.Biksu tua itu masih menyapu, gerakannya kini tampak lebih lambat, seolah bebannya baru saja digandakan."Biksu," panggilku, suaraku kini lebih tegas, tidak lagi dipenuhi keraguan. Aku menunjukkan kunci itu padanya. "Ayahku meninggalkan ini. Kunci ini bukan untuk paviliun, ini untuk tempat lain. Tolong, jangan sembunyikan lagi. Aku harus tahu di mana Ibu dimakamkan."Biksu itu berhenti menyapu, membalikkan badannya. Ia tidak menatap kunci itu, ia menatap mataku, mata yang ia katakan mirip dengan mata Ayahku."Tuan Yu… dia selalu khawatir," ujarnya, menghela napas yang dalam dan berdebu. "Dia tahu akan ada orang yang datang mencari. Dia sudah meramalkannya. Itu sebabnya dia menyembunyikan kunci itu begitu dalam. Tapi dia tidak pernah ingin kau datang, G

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 252 : Jejak Kenangan yang Tertinggal

    Perjalanan itu terasa seperti berbulan-bulan, bukan hanya hitungan hari. Setelah memacu kuda sejak fajar, akhirnya kami tiba di Kota Suzhou.Suzhou adalah antitesis sempurna dari kekacauan berdarah yang menjadi latar belakang kisah Ayah. Kanal-kanal airnya tenang, jembatan batunya melengkung anggun di atas perairan yang gelap, dan udara dipenuhi aroma lotus dan teh hijau. Ini adalah kota kedamaian, tempat yang terlalu indah untuk menjadi lokasi rahasia terburuk dalam hidupku."Ini adalah tempat terakhir mereka hidup tenang," bisikku pada Ye Qingyu saat kami berjalan kaki, menuntun kuda kami melalui gang-gang sempit.Ye Qingyu mengangguk. "Aku tahu kenapa beliau memilih tempat ini." Ketenangan yang alami, penduduk ramah, tempat-tempat yang mudah dikenang …. Tempat yang layak untuk menikmati hidup setelah terasingkan dari dunia yang ramai. Kami mencari Kuil Nan Yang, nama yang samar-samar kudengar disebut oleh salah satu pelancong yang kami temui di jalan. Setelah bertanya beberapa ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status