Bab 76Ciuman Untuk GilangGilang memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang. Hari sudah petang. Dia harus segera sampai di rumah sebelum maghrib tiba karena sudah janji dengan Gita malam ini untuk jalan-jalan.Di sebuah warung, ia membeli nasi bungkus untuk makan malamnya dan Gita."Sepertinya Kayla tidak tahu soal perceraianmu dengan Evan," ujar Gilang. Pria itu sudah sampai di rumah dan kini keduanya tengah makan bersama setelah selesai shalat magrib."Mungkin, tapi aku nggak peduli. Aku udah pasrah, Mas. Lagi pula perceraianku dengan Mas Evan bukan salah Mbak Kayla kok," sahut Gita."Iya, Mas tahu, tapi ini sebenarnya nggak adil.""Adil nggak adil sih, Mas." Gita tersenyum getir. Dia baru dua hari tinggal bersama sang kakak. Gita merasa nyaman, karena setidaknya ia punya teman yang bisa diajak bicara dan mau mengerti dirinya. Tidak masalah tempatnya yang sempit, yang penting mereka punya tempat untuk berteduh. Ini lebih baik daripada tinggal bersama ibu mereka yang terlalu bany
Bab 77Hormon KehamilanMatanya nanar melihat berkas yang disodorkan oleh Gita. Itu adalah surat adopsi dari panti asuhan yang mengatakan jika status Gita sebenarnya hanyalah adik angkatnya.Dia benar-benar tidak menyangka.Ingatan Gilang seketika menerawang. Sewaktu ia masih kecil, memang ayah dan ibunya pernah menitipkannya ke rumah kakek dan neneknya dalam waktu yang cukup lama, dengan alasan ayahnya akan membawa ibunya, mama Kumala untuk berobat keluar kota. Memang ada sedikit keanehan ketika ayah dan ibunya kembali menjemputnya. Seorang bayi mungil yang diakui ayahnya sebagai adiknya ikut serta bersama dengan mereka.Pikiran polos Gilang sama sekali tidak membantah. Dia hanya mengiyakan dan menyayangi adiknya sebagaimana layaknya seorang kakak. Apalagi bayi itu begitu cantik dan menggemaskan. Gilang bahkan ikut membantu mengurus adiknya, karena mama Kumala lebih sering pergi dan mengabaikan Gita. Gilang lah yang sering memandikan Gita, memakaikannya baju dan mendandaninya. Waktu
Bab 78Makan Lontong Sayur "Hah... lontong sayur?! Malam-malam begini?!" Pria itu mengerutkan kening, menatapku dengan pandangan horor."Iya Mas." Aku bergelayut manja di tangannya. "Ayolah, Mas. Belikan aku lontong sayur. Aku pengen makan itu...."Pria itu mengangguk, lalu meraih ponselnya. "Bentar ya, aku telepon Mas Yanto dulu...."Aku merebut ponsel itu dan melemparkannya ke atas ranjang."Aku itu pengen Mas sendiri yang beli, bukannya Mas Yanto. Kalau Mas Yanto mah, udah dari kemarin-kemarin aku suruh. Aku tuh pengen kamu yang membelinya buat aku!" Huh, dasar lelaki nggak peka. Bukankah dulu mantan istri pertamanya juga pernah hamil dan pernah ngerasain rasanya mengidam?Kok mas Ibra jadi begini sama aku? Apa dia udah nggak sayang lagi sama aku? Apa tubuhku jadi jelek saat hamil layak gini?"Sayang... tapi kan Mas belum mandi. Mas juga masih pusing habis lembur. Lain kali aja ya, Sayang. Pasti Mas belikan deh....""Aku pengen malam ini, Mas...."Aku benci air mata ini, tapi kena
Bab 79Perdebatan SengitKami membiarkan Fahda membeli roti bakar itu sebelum menggelendangnya masuk ke dalam mobil. Tak sepatah kata pun terlontar dari mulut Mas Ibra. Pria itu fokus dengan pandangannya ke depan. Kami memutuskan untuk mengantar Fahda terlebih dahulu dan berencana mengintrogasinya ketika sampai di apartemennya, kenapa malam-malam dia sendirian berbelanja makanan. Bukankah seharusnya dia bisa memesan makanan lewat layanan pesan antar?Fahda lagi hamil dan dia tidak boleh berkeliaran di luar, atau dia akan ketahuan publik."Kamu...!"Pintu terbuka dari dalam dan memunculkan sosok laki-laki yang tak ingin Mas Ibra temui.Hamzah, pria blasteran Arab Pakistan yang merupakan ayah biologis dari calon bayi yang tengah di kandung oleh adik angkat suamiku itu."Jangan kaget begitu, Ibra, seperti tidak pernah mengenalku saja. Ayo, masuk." Pria itu mempersilahkan bak seorang tuan rumah. Tingkahnya benar-benar menyebalkan."Sejak kapan kamu berada di sini?" Mas Ibra menatap tajam
Bab 80Jangan Menolakku, MasTidak mungkin aku menceritakan soal kegelisahan di hati ini kepada Mas Ibra, karena bagaimanapun ini adalah hal sensitif. Aku takut mas Ibra tersinggung dengan ucapanku. Keisha sudah mendapatkan kasih sayang, bahkan mas Ibra sekarang sedang membangun sebuah resort untuk Keisha. Seharusnya itu sudah lebih dari cukup. Masa iya aku harus mengganggu pikiran suamiku dengan hal seperti itu?Mungkin Hamzah benar. Anak sambung dan anak kandung itu beda, tapi kurasa mas Ibra sudah bersikap bijaksana. Buktinya ia membangun resort untuk Keisha, sementara Almeera Hotel dan Almeera Travel akan diwariskan kepada anak-anak kami kelak. Setidaknya pembagian aset seperti ini, bisa mencegah anak-anak rebutan warisan."Aku tidak apa-apa, Mas. Hanya lelah saja dan juga mengantuk. Ini sudah tengah malam, bukan?" alibiku."Kita akan segera sampai. Sebentar lagi ya." Pria itu menggunakan tangannya untuk menepuk bahuku, lalu kembali fokus dengan kemudinya. Sepuluh menit kemudian
Bab 81Beda Kasus"Loh, kamu...."Memorinya seketika memutar kembali ingatan berbulan-bulan yang lalu. Dia tidak menyangka niatnya untuk menemui Kayla di apartemen malah dipertemukan dengan wanita ini, wanita yang merupakan istri dari bos pemilik cafe tempat kerjanya dulu.Icha, istri Dicky. Lelaki yang pernah digodanya, karena waktu itu dia dipaksa oleh ibunya untuk mendapatkan uang yang cukup banyak untuk membeli rumah baru. Sebenarnya dia hampir berhasil menggoda pria itu, jika saja Icha tidak segera datang dan mengacaukan rencananya.Mungkin Icha, bahkan Kayla juga tidak tahu jika sebenarnya Dicky memiliki obsesi tertentu. Pria itu sebenarnya adalah pria setia dan suami yang baik, hanya saja sebagai lelaki, dia pasti menginginkan bisa memecah selaput perawan. Dicky ingin merasakan seorang perawan dan Gita berhasil merayunya. Mereka hampir saja melakukan itu, jika saja Icha tidak datang ke ruang kerja Dicky.Sebenarnya Icha merupakan wanita yang baik, hanya saja ada sesuatu hal yan
Bab 82Mbak Jangan Menggodaku"Sudah-sudah. Jangan ribut kayak anak kecil." Aku berusaha menengahi seraya merentangkan tangan. "Jadi Gita, sekarang katakan apa keperluanmu kemari? Nggak mungkin kamu hanya sekedar ingin ketemu dengan Mbak, kan?" Sudah cukup basa-basi yang membuat Gita dan Icha menjadi sedikit berdebat. Aku harus tahu kenapa gadis ini sampai nekat datang kemari. Padahal seharusnya ia malu untuk mendatangiku, karena dulu saat pertama kali menemukannya di cafe milik Icha dan Dicky, dia begitu sinis dan bersikap memusuhiku.Apakah karena ia ingin kembali kepada Evan?Untuk hal yang satu itu akan sangat sulit karena Evan sudah merencanakan menikahi gadis pilihan ibunya. Aku dan Mas Ibra tidak bisa memaksa Evan untuk kembali kepada Gita karena itu urusan pribadi mereka, meski pada awalnya kamilah yang menyuruh Evan untuk menikahi kita. Evan menikahi Gita hanya untuk menyelamatkan gadis itu dari rencana jahat ibunya. Soal mereka mau melanjutkan pernikahan atau tidak, itu u
Bab 83"Mas, cerita kita sudah berakhir. Kita sudah punya kehidupan sendiri," protesku. "Aku tahu." Mas Gilang terlihat menelan ludahnya. Lagi-lagi ia memejamkan mata untuk sesaat. "Aku tahu kamu sudah punya kehidupan sendiri dan aku nggak mungkin memilikimu kembali, lagi pula kamu pasti benci sama aku atas apa yang aku lakukan selama kita berumah tangga....""Aku tidak pernah benci ataupun dendam sama kamu. Bagiku itu adalah masa lalu dan semuanya sudah aku akui sebagai bagian dari perjalanan hidupku. Aku ikhlas menjalaninya, Mas.""Terima kasih." Pria itu mendesah."Jadi kamu mau kan menerima cinta Gita?" tembakku. Bila sudah begini, aku merasa seperti mak comblang saja."Setidaknya anggap dia sebagai wanitamu, seorang wanita yang bisa kamu cintai." Aku menambahkan."Aku nggak bisa merubah pandangan tentang Gita. Sudah berkali-kali aku bilang jika dia adalah adikku." "Tapi saat kamu memeluknya, apa yang kamu rasakan?" pancingku. Sebagai mantan istrinya, tentunya aku tahu jika mas