Bab 64Cerita Mas Ibra Dunia kelam keluarga bangsawan yang akhirnya aku ketahui sedikit demi sedikit. Bukan cuma soal Fahda, tetapi cerita-cerita kelam yang lain. Aku benar-benar tidak menyangka, di balik gemerlap dan kemewahan yang mereka dapatkan, ada sebuah kehidupan lain yang mereka sembunyikan dari publik, sehingga yang diketahui publik hanyalah gemerlap dan kemewahan mereka sebagai pangeran dan putri bangsawan.Dengan sesekali mulut yang menganga, aku terus mencerna kalimat demi kalimat yang mas Ibra ucapkan tanpa bermaksud menyela sedikitpun. Aku benar-benar menjadi pendengar yang baik, sampai akhirnya pria itu menyelesaikan ceritanya."Apa kita perlu memindahkan gadis itu dari apartemennya yang sekarang?" tanyaku."Aku tidak tahu. Aku belum punya bayangan seandainya dia harus pindah. Tempat itu yang terbaik, karena gedung itu lebih sederhana dan pengamanan yang ketat. Apartemen itu akan luput dari jangkauan orang-orang yang mungkin mencari keberadaan gadis itu." Kulihat pria
Bab 65Tinggal Bersama"Ada tanda-tanda kekerasan di tubuhnya, Sayang." Akhirnya mas Ibra duduk di sampingku setelah sebelumnya ia memeriksa kondisi Fahda.Dahinya nampak berkerut seolah berpikir. Kebersamaan kami di apartemen kami durasinya tidak lebih dari dua jam, itu pun jika dihitung sejak mas Ibra meninggalkan apartemen Fahda. Namun kenapa sampai terjadi peristiwa ini? Apakah setelah Mas Ibra meninggalkan apartemen itu, ada seseorang yang datang kemudian melakukan tindak kekerasan pada gadis itu?"Dia belum siuman, jadi kita tidak bisa menanyakan apapun kepadanya." Mas Ibra menghembuskan nafas dan kembali menatap sesosok ramping yang terbaring di ranjang pasien."Iya, tentu saja," balasku seraya mengusap bahu pria itu sekilas. "Tapi apa kata dokter?"Sorot mataku jelas menuntut penjelasan yang ditanggapi oleh pria itu dengan anggukan sebelum bibirnya bergerak-gerak."Fahda mengalami pendarahan akibat jatuh ke lantai, tapi ternyata janinnya benar-benar kuat. Dia masih bisa berta
Bab 66Gadis AroganNamun aku tidak merasa gentar. Dia pikir siapa dia? Di apartemen ini dia hanya seseorang yang menumpang tinggal, karena ingin menyembunyikan diri dan aibnya. Aku tidak ada sangkut pautnya dengan nama baik keluarga Al-Maliki atau Al-Ahdal. Anggota keluarganya sendiri yang membuat masalah, jadi biarkan mereka sendiri yang menyelesaikannya. Aku sudah lelah harus menahan hati menghadapi sikap arogan gadis itu. "Aku sedang berada di kamar. Aku butuh istirahat sebentar," ucapku seraya membalas tatapannya. Bibirku bergerak-gerak membentuk sebuah seringai."Tapi aku butuh kamu! Aku ingin minum. Sekarang ambilkan aku air minum. Cepat!" Lagi-lagi gadis itu berteriak."Oh...." Tatapanku lantas tertuju kepada air mineral yang selalu tersedia di meja samping tempat tidur. Gadis itu seharusnya bisa menjangkau air minum yang memiliki kemasan plastik itu dengan menggunakan tangannya.Tetapi, seperti biasa dia akan menyuruh orang lain, agar aku dan mbak Ranti dibuat sibuk karen
Bab 67Belanja BulananAku meletakkan cangkir di atas meja makan. Sebuah kotak berisi brownies coklat aku keluarkan dari kulkas. Aku mengiris kue itu menjadi beberapa bagian dan menyusunnya di piring saji. Brownies coklat yang manis dengan secangkir teh panas yang rasanya tidak terlalu manis ini menjadi pasangan yang sungguh sempurna.Sepuluh menit kemudian mas Ibra akhirnya keluar dari kamar dan menghampiri meja makan. Lelaki itu terlihat lebih segar dengan pakaian yang lebih kasual. Dia menarik kursi, kemudian duduk."Kamu kenapa, Sayang? Bawaannya kok cemberut terus dari Mas datang tadi?" tanya mas Ibra. Dia meraih cangkir berisi teh dan menghirupnya sedikit, lalu meletakkannya kembali ke atas meja."Mau sampai kapan dia tinggal bersama kita di sini, Mas?" Akhirnya pertanyaan itu lolos juga dari mulutku, pertanyaan yang mengganjal pikiranku akhir-akhir ini. Aku menatap lekat wajah suamiku, wajah yang meskipun sudah terlihat lebih segar, namun raut lelah itu tetap saja tak bisa dise
Bab 68Lelah"Terserah kamu bicara apa sama aku, tapi yang jelas jangan harap aku mau tunduk kepadamu. Jika kondisi kamu sudah pulih, maka Mas Ibra akan segera memindahkan kamu ke apartemen yang lain. Kamu nggak akan selamanya tinggal di sini dan mengacaukan hidup semua orang!" Sekalian saja aku memberitahu isi percakapan kami malam itu, agar gadis ini tahu diri. Dia pikir semua orang akan melakukan apa yang ia inginkan?Oh, tidak!Dia di negara ini sendirian dan keluar dari negaranya pun secara diam-diam tanpa membawa asisten ataupun pengawal."Tapi kalau lelaki itu datang bagaimana?" rajuknya. Gadis itu rupanya masih saja terus membantah."Makanya, berani berbuat itu berani bertanggung jawab. Kalau sudah begini gimana, coba?" Aku berdecak sebal."Kamu nggak tahu apa yang aku rasakan, Kayla. Semua ini gara-gara kamu! Kamu yang sudah merebut Kak Ibra dariku. Jadi seharusnya kamu punya tanggung jawab untuk mengurus dan merawatku. Lagi pula kehamilanku bermasalah...."Luar biasa sekali
Bab 69Makan Rujak Bersama Adiba adalah identitas baru yang dibuat oleh Mas Ibra untuk Fahda. Sosok dan wajah Fahda memang cukup familiar, meskipun tidak benar-benar familiar untuk orang-orang di daerah ini, tetapi bisa saja orang-orang akan menyadari jika seorang putri bangsawan dari negeri onta tengah menyembunyikan diri di negeri ini.Kami harus super ketat menyeleksi setiap orang yang berhubungan dengannya. Itulah kenapa aku harus rela berkorban waktu dan tenaga untuk mengurus sendiri gadis itu. Dokter Ilham sudah diberitahu soal ini dan pria itu bersumpah untuk tidak membocorkan rahasia ini kepada siapapun, apalagi ini menyangkut kode etik tentang kerahasiaan seorang pasien.Pria itu sangat profesional. Aku mempersilahkan dokter Ilham dan asistennya masuk ke dalam kamar gadis itu. Berhubung tidak ada alat kedokteran penunjang, dokter Ilham hanya mengukur denyut nadi gadis itu dan memeriksa kontraksi rahim dengan tangannya. Syukurlah, keadaan Fahda sudah lebih baik."Ini obat ya
Bab 70Nafkah Yang Keliru"Mama sudah menagih uang gajiku. Padahal aku belum mengucapkan salam," gerutu Gilang. Wajahnya yang semula ceria mendadak keruh. Ibunya seperti petugas yang menagih uang pajak saja, atau debt kolektor yang menagih cicilan."Ya, wa alaikum salam," sahut mama Kumala dengan wajah cemberut tanpa menarik tangannya. Dia masih saja menadahkan tangan.Namun Gilang tidak menghiraukan ibunya. Dia menerobos masuk ke dalam rumah."Sabar dulu, Ma. Tutup pintu, baru setelah itu kita bicara." Gilang duduk setelah melepaskan sepatunya, lalu menaruh ransel di pangkuan."Kamu tinggal kasih aja uang gaji kamu sama Mama. Gitu aja kok repot. Bukannya selama ini Mama yang ngurus kamu? Wajar dong kalau Mama berhak atas gaji kamu...." Perempuan tua itu mulai kembali mengoceh."Wajar, tapi bukan berarti harus semuanya, karena aku juga punya keperluan. Aku butuh uang untuk beli bensin, pulang pergi ke tempat kerja." Gilang beralasan. Dia membuka tas ransel kemudian mengeluarkan sebuah
Bab 71Cerita GitaPria itu bergegas menghampiri adiknya, lalu merangkul tubuh itu saat mendapati tubuh Gita yang limbung. Dia segera membawa adiknya masuk ke dalam. Sebelah tangannya menutup pintu dan setelah itu Gilang membawa Gita duduk di lantai yang beralaskan karpet tipis berbahan plastik."Ada apa, Gita?" Gilang mengamati penampilan sang adik. Penampilan Gita terlihat menyedihkan dengan pakaian yang kusut serta rambut yang sedikit acak-acakan."Maaf, aku terburu-buru berangkat kemari, jadi tidak sempat memperhatikan penampilanku." Gita merasa jengah ditatap oleh kakaknya."Tak apa, tetapi apa yang membuat kamu menjadi buru-buru kemari? Selama ini kamu nggak ada kabar dan tiba-tiba kamu muncul dengan penampilan yang seperti ini pula," balas Gilang dengan suara rendah."Mas Evan menceraikanku, Mas....""Apa?" Suara Gilang langsung menggelegar lantaran ia sangat terkejut dan itu membuat mama Kumala yang tengah berada di dapur langsung melongok ke ruang tamu."Gita!" teriak perempu