Bab 27Janji IbraIbra mendesah. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar, berusaha mencerna kejadian barusan. Kemarahan Kayla dan penolakannya.Diam-diam pria itu tersenyum."Kayla benar-benar perempuan terhormat meski berasal dari kalangan biasa. Memang ini yang aku cari, kan? Tak cuma itu. Senyumnya pun sama seperti Shakila. Senyum seorang wanita yang tidak silau oleh harta dan kemewahan hidup.""Senyum seperti itu pula yang mungkin membuat kakek Ali jatuh cinta kepada nenek Fatimah. Meski sebelum menikah dia hanya seorang asisten, tetapi dia sama sekali tidak silau oleh harta dan kemewahan. Nenek Fatimah lebih rela meninggalkan harta dan kemewahan yang didapatkannya selama menikah dengan kakek Ali, hanya demi mempertahankan prinsipnya sebagai seorang wanita yang tidak mau di madu. Benar-benar luar biasa."Sejarah keluarganya yang memang rumit. Dulu, kakeknya syekh Ali Al-Maliki menikahi seorang wanita asli Indonesia
Bab 28Menemui Calon Mertua (Perjuangan Dimulai)Meski sebenarnya tidak terlalu berharap, tetapi tak ada salahnya aku memberi kesempatan kepada pria itu untuk membuktikan ucapannya. Namun, mengingat kejadian malam itu, aku mulai menjaga jarak dengan mas Ibra, tak ingin hal yang mengerikan menimpa padaku. Kami memang tinggal satu apartemen, tetapi tak terlalu banyak tegur sapa. Mas Ibra pun rupanya paham dan ia lebih sering mengobrol dan bercengkrama dengan Keisha dibandingkan dengan diriku.Di balik itu, aku tetap menjalankan kegiatanku seperti biasa. Mengurus apartemen, memasak dan merapikan tempat ini, kecuali kamar Mas Ibra. Aku tidak pernah memasuki kamar itu, meskipun mas Ibra sudah mengizinkanku untuk memasuki kamarnya. Seminggu kemudian."Kay, bersiap-siaplah. Sore ini kita akan terbang ke Banjarmasin untuk menemui ayah kandungku sekaligus ziarah ke makam kakekku," ujarnya saat kami sarapan bersama pagi ini."Bertemu ayah kandung?" ulangku."Ya. Aku ingin kita bertemu dengan
Bab 29Ucapan Bibi Marwiah"Ibra, apa-apaan ini? Kenapa kamu membawa wanita ini?" Ucapannya teramat pedas sambil menunjuk diriku."Apa ada yang salah?" tantang mas Ibra."Kayla adalah calon istriku, Bibi....""Jadi ini wanita yang kamu sebut sebagai calon istri pilihanmu? Kenapa harus turun level, Ibra?!" pekik bibi Marwiah. Tampak jelas jika beliau sangat kaget."Barusan ayahmu mengabari Bibi, jika kamu datang bersama dengan calon istrimu. Bibi pikir ia adalah wanita yang berasal dari keluarga terhormat di daerah Bali sana, tapi ternyata...." Wanita tua itu menggelengkan kepala.Sepertinya ia sangat kecewa saat melihatku yang tak sesuai dengan ekspektasinya."Kamu ingin membatalkan perjodohanmu dengan Putri Fahda dan menikahi wanita ini?" Wanita tua berkerudung yang ternyata merupakan kakak dari ayahnya Mas Ibra itu berucap dengan suara lantang. "Jangan gila kamu, Ibra!""Bibi, berhentilah merendahkan orang lain. Sudah cukup dulu Bibi merendahkan ummiku. Jangan sampai calon istriku
Bab 30Mengambil Hak"Huss... nggak boleh ngomong gitu, Nak. Nggak ada yang salah jika seorang lelaki menikahi janda, sepanjang orangnya mau ya." Ummi Yasmin manowel daguku sehingga wajahku terangkat. Aku menatap matanya, hawa sejuk seketika menyergap, mengusap-usap dadaku, membuatku merasa tenang. "Menjadi janda adalah takdir. Ummi yakin kamu sudah mempertahankan rumah tangga kamu sebelumnya, tapi suami kamu yang dulu memang tidak punya niat untuk mempertahankan kamu. Jadi itu bukan salahmu, Kayla," ujarnya lembut."Itu yang aku pikirkan, Ummi. Sebagai wanita, aku merasa tidak becus untuk menjaga rumah tanggaku. Kata Mas Gilang, aku wanita membosankan," sahutku sembari meringis."Jangan salahkan dirimu secara berlebihan, Nak. Justru mantan suami kamu itu yang tidak becus menjaga diri dan tubuhnya, sehingga malah menodai dirinya sendiri dengan berselingkuh." Wanita tua itu tersenyum kepadaku. "Ummi turut prihatin ya. Tapi percayalah, jika kamu mau bertahan disisi Ibra, kalian pasti
Bab 31Pikiran Negatif "Bagaimana kalau Mas jual saja tanah bagian Mas untuk membeli rumah baru?" usul Anggi.Pernyataan Anggi membuat pria itu menghela nafas, lalu menatap istrinya dalam-dalam.*Itu ide yang bagus, Sayang. Tapi sayangnya aku sudah menggadaikan tanah itu kepada bank. Saat itu aku sedang butuh uang banyak untuk membayar biaya masuk kuliahnya Gita," ujar Gilang hati-hati. Dia tahu pasti Anggi akan marah bila mengetahui hal ini.Satu hal yang membuat Anggi mau menjadi selingkuhannya diawal, itu karena memandang posisinya di kantor sebagai menajer. Bukan cuma itu. Anggi menganggap dirinya sebagai lelaki yang kaya karena memiliki rumah, tanah dan mobil yang boleh di katakan berharga lumayan, walaupun belakangan akhirnya Anggi menjadi tahu jika sebenarnya rumah yang mereka tempati itu adalah milik Kayla."Kamu...." Anggi kehabisan kata-kata. Dia benar-benar kesal sekarang."Lagi pula, nilai tanah itu tak seberapa jika dibandingkan dengan nilai rumah Kayla. Itulah kenapa ta
Bab 32Mama Menyuruh Gita Menjadi Pelakor?!"Bagaimana bisa begitu, Gita? Kamu ini niat apa nggak sih nyari pekerjaan? Kenapa harus kerja di tempat temannya Kayla? Emangnya nggak ada tempat kerja lain?" sembur perempuan tua itu. "Mama ini gimana sih? Emangnya mencari pekerjaan itu gampang?!" Tangan gadis itu mengepal. Sekali-sekali mulut ibunya ini memang harus diberi pelajaran. Sudah cukup ibunya menekannya untuk mengenakan pakaian seksi setiap akan berangkat kerja ke cafe, bahkan dengan kejam memberhentikan kuliahnya, sekarang ibunya malah meminta agar ia meminjam uang pada mas Dicky, bosnya yang terkenal dingin pada semua wanita itu, kecuali pada istrinya sendiri dan Kayla. Namun, sebelum tangan Gita mengenai wajah ibunya, tangannya di tangkap oleh sang kakak yang menahan sangat kuat, sehingga wajah keriput yang di tutup oleh make up tebal itu urung mendapat tamparan darinya."Sudah, Gita. Sebaiknya sekarang kamu masuk kamar!" perintah Gilang mendapati suasana yang tidak kondusif
Bab 33Menjemput Ke BandaraMeski sudah mengantongi restu dari ayah Hafiz, ummi Yasmin dan ummi Naura, tetapi tetap saja aku merasa insecure. Bagaimanapun, orang-orang yang akan kuhadapi adalah keluarga besar Al-Maliki dan mereka sudah punya calon yang mereka anggap tepat sebagai pendamping mas Ibra, bahkan rencana perjodohan mereka sudah sangat matang. Aku melihat sendiri Almera Hotel yang berbenah demi menyambut kedatangan mereka.Kini aku sedang duduk di depan meja rias, menatap pantulan wajahku di depan cermin. Gamis berwarna hijau pupus dengan jilbab senada nampak pas membungkus tubuhku, tidak ketat dan tidak juga longgar."Cantik." Suara mas Ibra terdengar saat aku menangkap bayangan tubuhnya melalui cermin besar itu."Gimana kalau aku pergi saja, Mas?" lirihku. "Sebesar apapun keinginanmu untuk membatalkan perjodohan ini, rasanya akan sangat sulit," imbuhku, lagi-lagi dengan suara pelan. Aku melayangkan pandangan kepada beberapa koper yang teronggok di sudut ruangan tidurku.K
Bab 34Saran Putri Fathia "Nenek mengerti apa yang kamu rasakan. Nenek paham. Jangan kamu kira Nenek sekejam itu padamu," ucap lirih perempuan tua itu. Dia bahkan mengangkat tangan keriputnya, seolah sedang membela diri."Bahkan Nenek pernah berada di posisimu." Kali ini ucapannya ditujukan kepadaku. "Kamu mengingatkan Nenek kepada seorang perempuan, istri pertama mendiang kakek kalian.""Fatimah?" selaku memberanikan diri."Tampaknya kamu sudah mengetahui semuanya, Nak." Wanita tua itu lantas membuka cadarnya dan tersenyum. Kini aku bisa jelas melihat senyumnya serta wajah putih bersih itu, wajah yang terlihat masih cantik, sisa-sisa kecantikan di masa mudanya."Mas Ibra yang cerita, Tuan Putri," sahutku dengan nada lembut."Ya, Nenek tahu, Ibrahim pasti sudah menceritakan masa lalunya kepadamu. Nenek pun pernah muda dan tahu bagaimana rasanya," ujarnya.Kali ini tatapan putri Fathia teralih kepada mas Ibra."Kamu boleh menikahi perempuan ini. Nenek membebaskan kamu menikahi peremp