Share

Ketika Suami Tak Lagi Peduli
Ketika Suami Tak Lagi Peduli
Author: Risca Amelia

Telat Gajian

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2022-08-18 17:08:17

“Mas,” panggilku pelan.

Kulihat Mas Yoga tengah memakai kaus santainya di depan lemari baju kami. Lalu ia mematut diri sebentar di sisi lemari yang terdapat cermin besar. Mas Yoga hanya menanggapi panggilanku dengan deheman singkat, lalu berjalan menuju ranjang dan merebahkan seluruh tubuh di atasnya. Aku menahan napas sebentar, sudah berkali-kali Mas Yoga mengabaikanku satu minggu ini.

“Seharusnya kamu sudah mendapat gaji untuk bulan ini, kan, Mas? Aku ingin meminta uang untuk membayar iuran RT, kebutuhan Zidan, dan kebutuhan sehari-hari. Tadi Bu RT kesini. Aku janji akan membayar iuran RT besok," jelasku meminta nafkah bulanan.

Pandanganku sama sekali tak teralih, terus menatap Mas Yoga yang asyik memejamkan mata.

Tak berselang lama, ia merotasikan kedua bola mata, lalu menatap ke arahku sembari menajamkan pandangan. Nyaliku langsung menciut, tetapi mau bagaimana lagi? Terus terang aku malu kepada Bu RT yang sudah tiga kali menagihku. Lagipula segala keperluan di dapur sudah sangat menipis. Aku ragu besok malam kami memiliki stok untuk makan malam.

“Aku belum mendapatkan gaji, keuangan perusahaan akhir-akhir ini sedang sulit. Pembayaran gaji karyawan ditunda,” balas Mas Yoga dengan nada tak senang. Entah mengapa, aku malah ragu mendengar alasannya. Sudah empat bulan ke belakang Mas Yoga mengatakan alasan yang sama saat aku meminta jatah bulanan untuk keperluan hidup.

“Lagi-lagi seperti ini? Mengapa kamu tidak protes pada atasanmu, Mas? Aku juga pernah menjadi karyawan kantoran. Tidak mungkin ada karyawan yang mau haknya disepelekan oleh perusahaan. Apalagi sampai telat gajian terus-menerus,” tanyaku kembali. Aku berusaha untuk tidak gentar dan memberanikan diri sendiri.

Namun Mas Yoga malah menggeram tak senang. Pria itu langsung membuang satu bantal ke sembarang arah. Lantas ia menatapku dengan tatapan penuh amarah. Aku yang ditatap sedemikian langsung memundurkan langkah. Zidan dalam gendonganku ikut terkejut dan menangis. Dengan lembut aku menepuk punggungnya seperti biasa, tetapi tangisannya malah semakin membahana. Suasana di dalam kamar sama sekali tidak nyaman, mungkin karena pertikaian yang mulai terjadi di antara kami.

"Kamu pikir protes ke atasan itu gampang? Lagipula yang telat gajian bukan cuma aku. Kalau aku sendirian yang ngotot minta gaji, bisa-bisa aku dipecat. Kamu bisa menanggung biaya hidup kita kalau aku jadi pengangguran?" hardik Mas Yoga.

Mas Yoga menatap ke arah Zidan sebentar lalu kembali melotot kepadaku.

"Kamu yang tidak becus memberikan ASI pada Zidan! Padahal uang susu formula sangat mahal jika direkap ulang! Uang kita cepat habis karena itu!" seru Mas Yoga kembali.

Ya, selalu seperti ini. Dia selalu menjadikan alasan ASIku yang tidak lancar sebagai sebuah alasan. Tidakkah Mas Yoga melihat jika kondisi tubuhku sangat memprihatinkan? Orang-orang berkata aku sangat kurus. Penyebab ASIku tidak lancar karena terlalu stres dan kurang asupan gizi. Setiap bulan aku selalu memikirkan kondisi keuangan kami yang memprihatinkan.

"Maaf, Mas," jawabku lirih. Hanya itu yang bisa kukatakan untuk mengakhiri pertikaian singkat antar kami. Aku sudah biasa dibentak setiap kali kami membicarakan masalah uang. Sakit hati itu sudah pasti. Namun kian hari aku kian kebal terhadap suara bernada tinggi yang terlontar dari bibir suamiku.

Malam harinya, aku menyadari jika Mas Yoga mendiamkan aku. Aku kewalahan menjaga Zidan sepanjang hari tanpa bantuan darinya. Mas Yoga seolah melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan ayah. Bahkan saat aku kerepotan membuat susu dan Zidan rewel, Mas Yoga sama sekali tidak beranjak dari atas sofa kecil yang kami miliki.

Dari arah dapur yang menyatu dengan kamar mandi, aku menatap Mas Yoga dengan pandangan nanar. Tanganku memegang sebuah botol dot yang tengah diresap isinya oleh Zidan. Sedangkan satu tanganku yang lain mengusap tubuh belakangnya.

Mas Yoga sama sekali tidak berinsiatif menggendong Zidan, setidaknya agar aku memiliki sedikit waktu untuk pergi membersihkan diri. Penampilanku jauh dari kata rapi. Bahkan rambutku yang panjang dan kuikat dengan jedai sudah nampak berantakan.

Beberapa kali aku mencoba menegur Mas Yoga. Sekedar agar dia bersedia menggantikanku menjaga Zidan sebentar. Aku ingin pergi ke kamar mandi dan memberishkan dapur sebentar saat Zidan tidur. Namun Mas Yoga tak menghiraukan permintaanku. Dia malah beranjak untuk sekadar menuntaskan makan malamnya dengan tenang. Jangan lupakan fakta jika sampai sekarang ini, aku belum sempat memakan apapun setelah pertikaian antar kami selesai.

Usai makan malam, Mas Yoga hanya sibuk dengan gawainya. Pria itu memainkan game online di ruang tamu sepanjang malam tanpa mengetahui kalau aku menangis dalam diam di kamar. Apalagi seluruh tubuhku terasa begitu lelah.

Aku tiba-tiba mengingat masa laluku di Yogyakarta. Dahulu ada banyak pria tampan yang berterus terang mengejarku dan berharap bisa meminangku sebagai istri. Saat itu di antara sekian banyak pria, aku memilih Mas Yoga. Alasan terbesarku adalah karena Mas Yoga pria yang begitu perhatian. Aku melupakan fakta bahwa tampangnya biasa-biasa saja dan berasal dari keluarga sederhana. Aku berpikir, jika suamiku sangat perhatian, aku akan bahagia. Tetapi sikap itu hanya sementara, perlahan Mas Yoga menunjukan sikap dan karakter aslinya.

Traumaku saat itu masih sangat kuat. Ketakutanku pada pria berwajah tampan membuat Mas Yoga menjadi pilihan akhirku. Dahulu, ayahku sangat tampan dan gagah. Banyak orang mengatakan paras cantikku adalah warisan dari gen ayahku.

Namun ketampanan ayahku justru membawa petaka bagi pernikahannya. Karena merasa ibu tidak cukup cantik, ayah gemar berselingkuh. Saat aku beranjak remaja, ia pergi tanpa jejak meninggalkan kami. Ini terdengar konyol, tetapi traumaku kepada pria berwajah tampan memang benar adanya.

Aku selalu berpikir jika memulai hidup baru dengan Mas Yoga pastilah sangat indah. Terlebih Mas Yoga sangat perhatian dan selalu bersikap lembut saat kami belum terikat pernikahan. Mas Yoga menjadi sosok yang paling mengerti kondsiku dan ibu saat itu.

Karena itulah aku memantapkan hati untuk meminta kejelasan atas hubungan kami. Mas Yoga berkata agar aku menunggu sebentar lagi. Dia sudah mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan finance di Jakarta. Dengan setia, aku menunggunya berbulan-bulan. Kami bahkan sempat lost contact, tapi aku melanjutkan hidupku dengan tumpukan pekerjaan di kantor. Kala itu aku juga bekerja sebagai staf akuntansi di salah satu perusahaan percetakan di Yogyakarta.

Lalu Mas Yoga datang dengan segala persiapan. Dia meminangku di depan ibuku. Kemudian kami mengadakan pesta cukup besar untuk merayakan ikatan halal kami. Jika dikenang, pernikahan awal kami berdua sangat terang benderang. Tidak abu-abu seperti sekarang.

Aku kembali menghembuskan napas. Menengadahkan wajah, menatap langit-langit kamar dengan harapan air mataku tidak meluncur kembali. Setiap kali meratapi nasibku sekarang, mataku selalu berlinang. Aku bahkan merelakan pekerjaan mapanku sebagai seorang akuntan untuk menikah dengan Mas Yoga. Bohong jika aku tidak menyesal memilih pernikahan ini. Pada kenyataannya Mas Yoga tidak seperti yang aku harapkan!

Seiring berjalannya pernikahan kami, lebih tepatnya saat aku dinyatakan hamil dua minggu oleh bidan di Pukesmas, sikap Mas Yoga perlahan berubah. Dia memperlihatkan karakter tersembunyi, sifat yang tidak pernah kuketahui saat kami menjalin cinta.

Mas Yoga memiliki sifat yang tak jauh berbeda dengan Ayah. Aku berani bersumpah jika saat Mas Yoga membentak atau mengamuk, semua itu mengingatkanku pada ayah. Aku seperti sosok ibu yang hanya bisa membisu sembari meratap. Nasib pernikahan kami sama-sama tidak sesuai dengan ekspetasi. Kadang aku berpikir, mungkinkah ini karma yang harus kutanggung akibat kegagalan pernikahan kedua orang tuaku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dimas Adrian
nah sejak awal seharusnya tinggalkan saja/minta cerai. kan sudah terindikasi sifat suamimu buruk.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Cinta Sejati di Waktu yang Tepat (END)

    Masih dilanda kebingungan, aku melangkah ke ruang tamu beriringan dengan Maura dan Zidan. Melihat Pak Darmawan dan Bu Alya tengah duduk melingkar di sofa, aku hanya bisa berdiri mematung. Perasaanku menjadi campur aduk saat tatapan mataku terkunci dengan sorot mata Mas Reindra. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, pria itu seolah-olah ingin mengirimkan pesan kepadaku melalui tatapan matanya. Dan entah mengapa aku bisa memahami makna yang tersirat di dalamnya. Aku tahu Mas Reindra ingin kejutan darinya bisa membuatku bahagia, bukan malah gugup seperti ini. “Arista, akhirnya kamu datang juga. Pak Darmawan dan Bu Alya sudah menunggu dari tadi,” tegur Ibu. Dengan menepis rasa canggung, aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Pak Darmawan dan Bu Alya. “Pak Darmawan, Bu Alya, maaf saya tidak menyambut Anda dan malah pergi ke luar rumah,” kataku tidak enak hati. “Tidak apa-apa, Arista. Ini bukan salahmu, karena kami datang mendadak tanpa pemberitahuan,” jawab Pak Darmawan sembari

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah dengan Baik-baik

    Aku mendesak Mas Reindra untuk memberitahukan kejutan apa yang dimaksud olehnya. Namun, ia tidak mau mengatakan apa-apa dengan alasan belum tiba waktunya.Sempat aku berpikir bahwa dia akan menyusul aku ke Jogja. Namun, hal itu sepertinya mustahil karena Mas Reindra masih berada di Sulawesi. Lagi pula setiap kali dia melakukan perjalanan di luar urusan bisnis, dia pasti akan mengajak Maura. Padahal saat ini, Maura sedang menginap selama satu minggu di rumah Pak Darmawan.Usai menelepon Mas Reindra, aku pun mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Aku melihat sebentar ke arah koper yang akan kubawa ke Jogja besok pagi. Akhirnya, aku akan bertemu dengan putra kecilku setelah berbulan-bulan kami tidak bertemu. Meski hanya tiga hari, aku akan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan itu semaksimal mungkin.Tak terasa, aku pun terlelap dalam tidur hingga alarm di ponselku berbunyi. Seperti mesin otomatis, kelopak mataku langsung terbuka lebar. Lantaran aku tidak sabar untuk melepas rindu kepada p

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Mantan Suamiku Meminta Pekerjaan

    Detik ini juga aku mengalami dilema yang berat karena permintaan Mas Yoga. Aku tahu dia sedang membutuhkan pekerjaan untuk menyambung biaya hidup. Namun, di PT. Sejahtera sedang tidak ada lowongan pekerjaan, kecuali di cabang baru yang berlokasi di Sulawesi.Sedangkan untuk Ibu, kemungkinan besar Beliau tidak akan mau menerima Mas Yoga karena terlanjur membenci lelaki itu. Siapa yang tidak akan antipati dengan seorang pencuri dan pembohong seperti Mas Yoga. Jangankan menjadi pegawainya, bertemu Mas Yoga saja Ibu pasti sudah enggan.“Rista, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak mau membantu aku? Kalau kamu masih dendam padaku, paling tidak ingatlah Zidan dan ayahku. Gara-gara kita berpisah, ayahku kepikiran dan sering jatuh sakit. Sebagai anak tertua, aku semestinya bertanggung jawab untuk membiayai pengobatan ayahku,” ungkap Mas Yoga.Tanpa sadar, aku menyentuh pelipisku sendiri karena ikut pusing memikirkan masalah Mas Yoga.“Iya, aku sudah mengetahuinya dari Dian. Sekitar dua bulan

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Karma Atas Perselingkuhan

    Kini, aku melewati hari demi hari sebagai karyawan PT. Sejahtera. Tak terasa hampir dua bulan lamanya aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Mas Reindra. Bukan jauh dalam arti yang sebenarnya, tetapi kami sengaja tidak bertemu kecuali untuk urusan pekerjaan. Memang begitulah komitmen yang harus kami jalani sekarang. Walaupun secara fisik tidak bersama, kami masih berkomunikasi aktif lewat telepon untuk mengetahui kegiatan masing-masing.Terkadang di hari Minggu, Maura minta ditemani olehku untuk berbelanja atau sekadar bermain di mall, tetapi Mas Reindra tidak pernah ikut. Dia memilih untuk melakukan aktivitas lain seperti berolah raga, bersepeda, atau mengurusi ikan peliharaannya. Akhir-akhir ini, dia memang memiliki hobi baru, yaitu mengoleksi berbagai jenis ikan laut di akuarium. Katanya dengan melihat ikan dia bisa sedikit terhibur saat merindukan aku.Melalui informasi yang diberikan Pak Ridwan, proses di pengadilan berjalan dengan lancar dan hampir mencapai tahap akhir. Selama

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Masa Penantian Cinta

    “Mas, aku sedang serius kamu malah bercanda,” ucapku berdecak sebal. Mas Reindra hanya terkekeh sambil memelukku kembali.“Siapa bilang aku bercanda? Aku bisa berubah menjadi penculik jika itu menyangkut kamu,” katanya memasang ekspresi serius.“Sudah, jangan merayuku lagi. Kita pulang sekarang, Mas.”Buru-buru aku melepaskan diri dari Mas Reindra sambil merapikan baju dan rambutku yang berantakan. Kemudian, aku berpindah dari kursi belakang menuju ke depan. Beban yang ada di pundakku serasa terangkat, karena kami berdua mencapai kata sepakat.Tak sampai sepuluh menit, kami telah sampai di villa. Sebelum keluar dari mobil, aku pun bercermin di kaca spion. Aku ingin mengecek sekiranya ada tanda merah atau bekas yang ditinggalkan Mas Reindra. Bila memang ada, aku harus menutupinya agar tidak terlihat oleh orang-orang yang ada di villa.“Tenang saja, Sayang, aku tidak meninggalkan bekas apa pun, kecuali bibirmu yang sedikit bengkak,” ucap Mas Reindra dengan wajah tanpa dosa.Aku mencebik

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah untuk Bersatu

    Mas Reindra terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Aku sungguh cemas dia akan gelap mata dan mengajakku ke tempat yang berbahaya. Namun, aku segera menepis pikiran itu karena aku tahu bahwa Mas Reindra adalah orang yang bijak dan dewasa. Tidak mungkin ia melakukan sesuatu yang membahayakan aku dan dirinya sendiri. Apalagi, dia masih punya tanggung-jawab untuk mendidik dan membesarkan Maura.Mas Reindra menghentikan mobilnya di sebuah kawasan mirip hutan kecil. Tidak ada satu kendaraan pun yang lewat di lokasi itu, sehingga suasana di sekitar kami sangat sepi. Meski demikian, aku tahu lokasi ini dekat dengan villa tempat kami menginap.“Mas, untuk apa kita berhenti di sini? Kita harus pulang karena ini hampir tengah malam. Bagaimana jika Pak Darmawan dan Bu Alya tahu kita masih berduaan di luar?” tanyaku gugup.Mas Reindra tidak menjawab, tetapi ia malah memiringkan wajahnya untuk menatapku. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh pada sinar matanya.“Kamu selalu saja mencema

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status