Share

Bab 2. Ancaman

Author: Eka Sa'diyah
last update Last Updated: 2023-09-08 13:19:57

Aku terduduk di lantai meratapi nasibku yang kurang beruntung. Bayang-bayang menikmati indahnya pernikahan yang dulu pernah kuimpikan ternyata tidak sesuai hasil.

"Sekali lagi mau mencoba pergi, aku patahkan kakimu!" Mas Angga pergi meninggalkanku begitu saja terisak di kamar. Samar-samar aku mulai mendengar Ibu mertuaku dan Iparku mengoceh tidak jelas. Mengoceh karena tidak berhasil mengusirku dan membuat Mas Angga menceraikanku.

Deru motor semakin menjauh, itu tandanya Mas Angga benar-benar pergi kembali ke tempat kerja. Mungkin karena aduan dari Ibu mertuaku membuat Mas Angga menyempatkan pulang sejenak. Memang jarak tempatnya bekerja tidak jauh dari rumah, hanya sekitar dua puluh menit menggunakan motor sudah sampai di lokasi pabrik.

"Nangis mulu, masih beruntung si Angga mempertahankanmu. Dan asal kamu tahu, kamu disini tak lebih dari seorang pembantu!" Ibu mertua dan Iparku cekikikan setelah menghinaku.

"Arin. Mulailah bekerja membersihkan semua pekerjaan rumah tangga!" Begitulah ibu mertuaku yang selalu berteriak jika menyuruhku melakukan pekerjaan rumah tangga. Semenjak Ibu mertua berpisah dengan ayah mertua satu tahun lalu, duniaku semakin mengenaskan. Ayah mertua selalu membelaku jika aku mendapat perlakuan buruk dari Ibu mertua dan Iparku.

"Bagi duit dong!" Stella menengadahkan tangan ke arahku. Masih SMA tetapi sikapnya tidak mencerminkan bukan orang berpendidikan.

"Aku tidak punya, Stella. Aku belum mendapatkan uang dan Ibu sudah mengobrak abrik semua daganganku!" Kulihat Stella melipat kedua tangannya di dada sambil menatap sinis ke arahku.

"Ibu! Kak Arin menuduh Ibu, nih!" Sungguh di luar dugaan. Aku kira gadis ini akan pergi setelah kukuatakan aku tidak punya uang. Ternyata dia mengadukan hal ini kepada Ibunya.

Seketika aku melihat Ibu mertuaku datang ke kamarku dengan berkacak pinggang. Serta matanya nyalang menatapku.

"Bagi duit pada Stella, cepat!" Ternyata anak dan Ibu sama saja. Hanya uang yang ingin dia dapatkan.

"Arin tidak punya, Bu! Arin belum dapat uang!" Tanpa seijinku, dirampasnya sling bag milikku dan menemukan uang yang kusimpan dari hasil jualan martabakku beberapa hari kemarin.

"Dasar pembohong! Ini apa kalau bukan duit!" Sebanyak enam lembar seratus ribuan dikibas-kibaskan di depanku.

Ibu memberikan tiga ratus ribu kepada Stella dan tiga ratus ribu untuk dirinya sendiri. Mereka begitu santai seakan tidak berdosa setelah merampas dari hasil keuntungan berjualanku beberapa hari kemarin. Kukira semua akan berjalan lancar, namun ternyata baru seminggu berjualan, aku sudah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan.

Setelah mendapatkan uang itu, mereka gegas pergi meninggalkanku. Aku kembali berdiri dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Mencuci piring kotor, mengepel lantai dan menyapu halaman. Sengaja aku tidak memasak karena tidak ada uang untuk membeli bahan makanan.

Menjelang sore, pekerjaanku baru selesai dan aku beristirahat sejenak setelah melakukan semua pekerjaan rumah. Tidak berapa lama, suara deru motor Mas Angga memasuki halaman rumah. Aku kesal namun aku tetap menyambutnya dengan mencium punggung telapak tangannya.

"Masak apa hari ini?" Suaranya sudah terdengar melunak.

"Aku tidak masak. Duitmu yang kamu beri sudah habis untuk membeli token listrik. Biaya listrik membengkak sejak semua kamar diberi AC!" Aku berlalu meninggalkannya ke dapur mengambil air minum untukku.

"Boros sekali, kamu! Uang segitu habis buat bayar listrik! Jangan bohong kamu!" Kebetulan slip pembelian token listrik masih tersimpan di saku. Kuberikan saja kepadanya.

"Nih, baca!"

Kedua matanya membola sempurna melihat banyaknya kebutuhan listrik yang kubeli. Sejak Stella dan Ibu pindah kemari, semua biaya menjadi membengkak. Tidak ada kepedulian sama sekali dari mereka. Rumah tinggal yang selama ini Ibu tempati bersama Ayah mertua adalah rumah warisan keluarga ayah mertua. Jadi pihak keluarga Ayah mertua tidak mau jika Ibu mertua yang menempati rumah itu setelah bercerai.

"A-Arin, apakah semahal ini biaya listrik selama sebulan?" Sepertinya dia masih tidak percaya dan mengira aku bercanda

"Tanyakan saja sama petugas konter atau kamu bisa lihat, beli listrik sebanyak itu untuk apa saja?"

Aku berlalu meninggalkannya ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Tidak terasa perutku mulai keroncongan minta diisi karena sehatian belum terisi apapun. Kurogoh saku hanya berisi uang sepuluh ribu sisa pembelian token. Aku ke warung dan membeli mie instan isi dua untuk menu makanku malam ini. Tidak masalah mie yang terkenal dengan rasa biasa saja, setidaknya bisa mengganjal perutku supaya tidak kelaparan.

"Arin!" Aku terkejut melihat ayah mertua bersama seorang lelaki sedang menikmati secangkir kopi.

"Ayah, bagaimana kabarnya?" Aku duduk tidak jauh dari tempat ayah mertua menikmati kopi.

"Alhamdulillah, Ayah sehat. Bagaimana dengan rumah tanggamu?" Sungguh ingin kukatakan semakin pahit, namun apa yang bisa kuperbuat selain menelan sendiri rasa pahit ini.

"Alhamdulillah, Ayah."

"Mau belanja apa, Nak?" Sosok yang selalu menganggapku layaknya anak sendiri.

"Hanya mau membeli mie instan, Ayah."

"Kamu tidak masak?" Aku menggeleng pelan disertai senyum kecut.

"Gimana mau masak, orang jualannya si Arin diobrak abrik Ibu mertuanya. Sudah tersebar berita ini!" Celetuk Mbak Mira, pemilik warung yang biasanya menjadi tempat Ibu-ibu menggosip.

"Benar itu, Arin?" Aku tersenyum dan mengangguk pelan tidak berani bicara.

"Sekali-kali kamu harus melawannya. Dia itu bukan panutan ibu yang baik!"

Tiba-tiba ayah memesankan aku semangkuk bakso yang kebetulan melintas. Ayah memesan bakso paling spesial untukku, aku berterima kasih dan menikmati bakso tersebut di warung Mbak Mirah. Mbak Mirah yang iba padaku ikut membuatkan teh hangat untukku.

"Yang sabar ya, Rin. Tenang saja, semua yang tahu kisahmu pasti mendoakan yang terbaik untukmu!" Kata Mbak Mirah sembari meletakkan teh hangat di meja.

"Terima kasih perhatiannya, Mbak. Semoga Allah membalas semua kebaikan Mbak Mirah dan semua yang sudah berbaik hati padaku!"

Tak berapa lama, Mas Angga datang ke warung dan melihatku menikmati bakso. Ayah juga melihat kedatangan Mas Angga ke warung.

"Kamu kenapa melotot begitu, Angga? Mau makan bakso juga?" Kulihat Mas Angga memalingkan wajahnya dari ayahnya sendiri. Dulu Mas Angga begitu dekat dengan ayah mertua. Hanya saja setelah Ibu mertua sering bersandiwara, maka renggang sudah hubungan Mas Angga dengan ayahnya sendiri.

"Ayo pulang sekarang!" Mas Angga menarik tanganku begitu saja. Kulihat kedua mata Mas Angga tidak suka melihatku menikmati bakso pemberian ayah mertua.

"Aku lapar, Mas. Bisakah kau membiarkan aku menghabiskan bakso ini?"

"Angga, tetap saja kamu tidak berubah! Selalu terperdaya Ibumu sendiri. Ingatlah, suatu saat nanti kamu pasti menyesal!" Mas Angga terlihat ragu menarik tanganku dan memutuskan kembali pulang sendirian.

Aku bersyukur masih bisa menikmati bakso ini sampai habis. Tidak kupedulikan kemarahan Mas Angga nantinya di rumah. Toh, aku sudah biasa mendapat hinaan atau pukulan dari Mas Angga.

"Nak, ini ada sedikit uang untukmu. Jika nanti kamu sudah tidak tahan lagi, pergilah! Ayah akan mendoakan kebahagiaanmu!" Aku sebenarnya tidak enak kepada Ayah mertua yang sangat baik padaku. Aku terpaksa menerima uang pemberian ayah padaku.

"Sudah, Rin. Terima saja, setidaknya ayah mertuamu masih menganggapmu sebagai menantunya!" Aku terharu mendengar mereka berdua. Alhamdulillah masih ada yang memberikan perlindungan serta perhatian padaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 51. Hadiah Terindah

    Hampir satu tahun pernikahan, kehidupan rumah tanggaku nyaris sempurna. Rizky begitu perhatian dan memberiku banyak cinta. Meski sampai sekarang aku belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan, Rizky tidak pernah menanyakan atau membahas buah hati. Disini kami hanya berusaha dan berikhtiar. Urusan buah hati, mutlak kuasa Allah.Usaha Rizky semakin hari semakin berkembamg pesat. Penginapan dan restoran hampir tidak pernah sepi. Sekarang dia membuka usaha baru berupa minimarket."Melamun aja," lagi-lagi dia melingkarkan kedua tangannya di perutku ketika aku sedang menatap indahnya pagi hati di balkon. Meski usaha bertambah, tetapi untuk tempat tinggal kami masih sama. Hanya ada renovasi sedikit membuat area balkon di teras rumah. Balkon untuk tempat aku bertanam. Aku menyibukkan diri dengan bertanam sayur di balkon selain membuat asinan buah andalanku."Kok sudah pulang, Mas?" Hendak aku lepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia malah mengeratkan pelukannya."Aku bosnya

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 50. Kedatangan Bu Marni

    Baru saja Stella tenang, kami kembali dikejutkan dengan keramaian warga di depan rumah. Kami semua keluar rumah kecuali Pak Hadi yang menjaga Stella di dalam kamarnya."Dia menculik Stella dari rumah sakit!" "Hadi gila!" Brak brak brakBu Marni benar-benar tidak beretika sama sekali. Harusnya dia masuk dan bicara baik-baik. Malah sebaliknya, berteriak di luar seperti orang kesetanan ditambah pakaiannya yang compang camping. Masih terlihat bekas kecelakaan di kepalanya. "Bu Marni, apa yang anda lakukan disini?" Terpaksa aku bertanya atas tujuannya datang kemari."Lihatlah! Dua orang wanita ini adalah selingkuhan Hadi. Dan dua lelaki di sampingnya adalah anak buah Hadi. Hahahahah!" Aku merasa ada yang aneh dengan keadaan Bu Marni saat ini. Mas Anton meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Entah siapa yang akan dihubungi."Bu Marni yang cantik dan baik hati!" Seketika senyum Bu Marni mengembang karena rayuan Mas Anton. "Kita duduk dulu disana yuk! Kita minum teh bareng!" Bu Marni

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 49. Hampir Bunuh Diri

    Hari ini hari minggu bertepatan dengan jadwalnya kepulangan Stella dari rumah sakit. Aku dan Mbak Mira sudah berencana untuk mengantar makanan matang saat mereka bertiga sampai di rumahnya supaya Bu Asti tidak lagi memasak makanan sepulang dari rumah sakit. Sejak subuh aku sudah berkutat dengan beberapa menu makanan. Ada sayur lodeh, bakwan jagung dan ayam goreng. Menu inilah yang nantinya akan aku bawa ke rumah Pak Hadi. Sedangkan Mbak Mira bertugas membuat jajanan pasar atau cemilan lainnya."Sayang!" Selalu saja mengejutkanku dari belakang dengan kedua tangan yang melingkar di perutku."Ada apa? Aku sedang masak, jadi belum bisa diganggu!" Sahutku sambil mengaduk sayur lodeh yang mulai mendidih."Nggak ada apa-apa. Seneng aja peluk kamu dari belakang!" Sesekali dia mencium leher jenjangku jika sudah seperti ini."Sudah nanti aja cium-ciumnya. Duduk saja di kursi, biar semua masakan ini cepat selesai!" Akhirnya dia duduk di kursi. Desain dapur mirip seperti mini bar membuatku selal

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 48. Mulut Bu Marni

    Bu Endang kembali pulang, namun mulutnya tidak berhenti menggerutu karena gagal mendapat info dari kami. Aku lihat sesekali dia merapikan jambul kebanggaannya ketika berpapasan dengan warga. Begitulah sosok Bu Endang di kampung kami yang mirip sekali dengan wartawan."Akhirnya si Nenek gayung pulang juga!" Celetuk Mbak Mira melihat Bu Endang yang pergi meninggalkan warung Mbak Mira. "Iya, pengen aku lurusin aja itu jambulnya!" "Jadi apa nanti kalau jambulnya lurus!" Kami semua tertawa usai melihat aksi Bu Endang. Kami menikmati sajian makan siang dari Mbak Mira. Sungguh, ini sangat enak sekali. Aku lihat, Rizky juga sangat menikmati gulai nangka muda buatan Mbak Mira, sama seperti Mas Anton. Lauk apapun akan enak rasanya asalkan ada gulai nangka. Sepertinya aku harus belajar resep ini pada Mbak Mira supaya aku bisa memuaskan perut Rizky."Mbak juga sudah siapkan di rantang untuk kalian bawa pulang!" Ternyata di sampingku sudah ada rantang berisi gulai nangka."Ah, terima kasih Mbak

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 47. Kabar Baik

    Sesuai dengan rencana kami sebelumnya, Rizky mengantar aku, Mbak Mira dan juga Bu Asti ke rumah sakit sebelum bekerja. Awalnya dia berencana untuk tetap ambil cuti, hanya saja ada pertemuan penting dengan salah satu rekannya hari ini. Terpaksa Rizky mengurungkan niatnya menemani kami semua. Mbak Mira dan Bu Asti membawakan baju ganti kepada Mas Anton dan juga Pak Hadi. Tidak lupa makanan juga sudah disiapkan para istri dari rumah. Kami menikmati sarapan di ruang tunggu kecuali Pak Hadi yang memilih sarapan di dalam ruang rawat inap."Apakah semalam Stella sudah sadar, Mas?" Tanyaku pada Mas Anton. "Sudah, tetapi hanya sebentar saja setelah itu kembali tertidur!" Sahut Mas Anton. Pasti Pak Hadi merasa terpukul melihat kondisi anaknya saat ini."Semalam Stella bahkan menangis dan meminta maaf kepada ayahnya!" Berita ini benar-benar cukup membahagiakan. Apalagi Stella meminta maaf kepada Ayahnya. Selama ini jarak Stella dengan Pak Hadi cukup jauh. Itulah sebabnya Stella sering membanta

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 46. Pengangkatan Rahim

    Keesokan harinya, Rizky sudah kembali bekerja di salah satu restoran miliknya. Sedangkan aku, menikmati kegiatanku membuat asinan sebagai kesibukanku di rumah. Rencana nanti sore, aku dan Rizky akan berkunjung ke warung Mbak Mira sekalian mengirim asinan buatanku.Sore sepulang kerja, aku dan Rizky berkunjung ke warung Mbak Mira. Kami menggunakan motor matic karena lokasi tidak terlalu jauh. Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anton, Pak Hadi dan Mbak Mira. Aku melihat rumah mantan suamiku sudah terlihat bersih. Mungkin sudah laku oleh pembelinya."Pengantin baru, jalan-jalan pakai motor biar tambah romantis!" Celetuk Mas Anton membuatku malu."Kau selalu menggodaku, Bang!" Sahut Rizky sambil melempar kulit kacang ke arah Mas Anton. Mereka berdua sudah seperti kakak adik."Mbak, ini ada tiga puluh bungkus!" Aku meletakkan semua asinan milikku di lemari es yang ada di warung. "Siap, Arin!" Sahut Mbak Mira tengah sibuk mengaduk teh.Tiba-tiba terdengar suara ramai dari salah satu

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 45. Mimpi Buruk

    Mas Anton menghampiri kami berdua dan mengajak Rizky mengibrol berdua. Entah apa yang mereka bicarakan karena terlihat sangat serius sekali. Aku mengalihkan rasa ingin tahuku dengan mengobrol bersama yang lain. Mbak Mira dan Bu Asti adalah keluarga di kota. Meski bukan berasal dari hubungan darah yang sama, tetapi dari dulu aku nyaman bersama mereka berdua."Sering-sering mampir ke warung, Rin. Andai sekomplek, pasti warung nanti akan ramai!" Celetuk Mbak Mira."Nanti Arin pasti akan sering main kesana, Kak jika memang lagi senggang!""Janji ya?" "InsyaAllah. Oh ya, Mbak. Arin masih boleh nitip asinan di warung Mbak Mira?" Teringat dulu pernah bikin usaha kecil-kecilan. Setidaknya aku punya penghasilan sendiri selain dari suamiku. Meski aku tahu nafkah dari suami sangatlah besar bagiku."Boleh dong! Apa Rizky mengijinkanmu usaha asinan lagi?" "Entahlah. Nanti Arin bicara dulu padanya. Kalau diijinkan ya alhamdulillah!" Aku tidak mau mengambil keputusan sepihak karena apapun harus ad

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 44. Ketemu Pelakunya

    Aku memberanikan diri keluar dari dapur dan mencari keberadaan Ibu. Ruang keluarga terasa sangat sepi tidak ada seorangpun. Padahal biasanya ruang keluarga adalah ruangan yang paling ramai. Meski hanya sekedar menonton bola bersama. Aku mencari keberadaan orang-orang ke ruang tamu, namun ternyata tidak ada orang juga. Hingga akhirnya aku terpaksa ke toko, hanya saja harapanku nihil. Aku benar-benar sendirian di rumah. Rizky juga tidak ada di kamar. Aku duduk di ruang tamu dan melantunkan harapan untuk keselamatan seluruh keluargaku. ArghTerdengar suara erangan dari arah samping rumah. Ingin sekali aku berjalan ke sumber suara tersebut, namun aku tidak cukup berani untuk melakukannya.HahahahahTerdengar tawa keras usai suara erangan. Tanganku bergetar hebat ketika salah satu kursi bergerak sendiri. Ingin berteriak namun tidak bisa. Tubuhku seperti sudah terkunci untuk menyaksikan kejadian di luar nalar.Lagi-lagi aku mendengar suara teriakan dan rapalan surah untuk ruqyah. Aku penas

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 43. Sah

    Mungkin ini keputusan yang tidak masuk akal. Karena teror, akhirnya pernikahanku dimajukan dari rencana awalnya. Bapak meraih ponsel miliknya dan menghubungi Rizky. Aku mendengar Bapak menjelaskan semua yang terjadi padaku termasuk teror lagi. Bapak juga memberitahu Rizky jika ada sosok lelaki yang datang setelah dirinya pergi. Ah, aku tahu Bapak mungkin tidak sanggup jika putri kecilnya akan mendapatkan teror lebih banyak lagi sehingga memutuskan untuk menikahkan dan nantinya aku bisa pergi dari kampung ini mengikuti suamiku.Dan singkat cerita, akhirnya pernikahanku dilanjutkan satu minggu lebih cepat dari rencana sebelumnya dan hari ini ini pernikahanku digelar. Meski hanya sebatas akad nikah saja tetapi aku sudah cukup bahagia. Bang Akhwan juga turut hadir menjadi saksi dalam pernikahan keduaku.Dalam proses akad ini, aku sengaja hanya menggunakan riasan sederhana saja. Salah satu jasa rias pengantin membantu merias wajahku supaya lebih cantik. Jujur saja, meski ini pernikahan ked

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status