“Minumlah.” Dimas menyodorkan sebuah minuman kepada Rania yang saat itu masih duduk sambil tertunduk. Badannya masih saja bergetar merasakan sakit akibat banyaknya luka di sekujur tubuhnya. Walaupun saat ini air matanya sudah tidak lagi mengalir, akan tetapi gadis ini terus saja terdiam tanpa bersuara, melamun, pikirannya terbang jauh entah kemana.
Setelah kejadian itu, kejadian yang hampir saja membuat Rania diseret masuk ke kantor polisi dan akhirnya membuat Dimas harus membawanya ke klinik terdekat, kini mereka berdua pun duduk berdua di sebuah kafe and resto sederhana yang ada di sekitaran rumah sakit tersebut untuk menenangkan diri.
Karena tidak mendapatkan respon dari wanita di hadapannya, Dimas pun menyimpan minuman itu di atas meja sedangkan dia mendudukkan badannya di kursi tepat di depan Rania. Sedikit meneguk minuman pesanannya lalu kembali menatap wajah ketakutan sahabat sekaligus cinta pertamanya itu. Cinta pertama? Iya, Dimas sudah berteman dengan
Malam itu hujan disertai angin dan juga petir menyambar sangat kencang. Malam itu langit benar-benar sangat gelap, tak ada setitik cahaya pun disana. Sinar rembulan ataupun gemerlap bintang seolah bersembunyi karena takut dengan garangnya awan hitam di malam hari. Semua pintu dan jendela di setiap rumah sudah terkunci dengan rapat. Para penghuninya pun lebih memilih untuk segera membaringkan badannya di atas tempat tidur dan memejamkan matanya, berharap saat mereka bangun, hujan deras itu sudah berhenti.Semua anak-anak di panti asuhan sudah tertidur. Bahkan Reni pun sudah berpetualang di alam mimpinya. Hanya Nayla saja yang masih terjaga. Dia duduk bersimpuh dengan balutan mukena berwarna putih dengan tangan yang terus memutar bulatan-bulatan tasbih. Bibirnya tak henti melafadzkan dzikir dan sholawat nabi. Mencoba mengetuk pintu langit ke tujuh untuk meminta keselamatan kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan bagi sang suami yang kini sedang dalam perjalanan dinas ke luar pulau.
Sebuah biduk rumah tangga bisa diibaratkan dengan sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang menaiki sebuah perahu kecil dengan masing-masing memegang dayung di tangannya. Mereka harus bekerja sama, mendayung ke arah yang sama dan dengan kecepatan yang sama agar perahu tersebut dapat melaju dengan aman.Jika sang laki-laki mendayung ke arah depan sedangkan sang wanita mendayung ke arah belakang, bisa dipastikan kalau perahu itu tidak akan bergerak sama sekali. Begitu pula jika salah satu dari pasangan tersebut mendayung dengan cepat sedangkan salah satunya mendayung dengan lambat, sudah bisa dipastikan pula kalau diantara mereka tidak akan seimbang. Satu orang akan merasa lelah dan satu orang lagi akan merasa bosan. Bahkan tak jarang perahu tersebut akan mudah terjungkir karena tidak seimbang.Namun terkadang ada juga yang lebih menyakitkan. Saat sepasang suami istri sudah melajukan perahu rumah tangga mereka sampai ke tengah laut, salah satu dari mereka harus
Tiga hari pun telah berlalu. Hari ulang tahun Umi Nayla berjalan dengan sangat lancar. Sebuah pesta kejutan yang sederhana namun sangat berkesan telah diciptakan oleh Dimas, Rania dan juga anak-anak panti yang lainnya. Reni juga ikut membantu. Dia bertugas mengajak sang kakak keluar rumah agar anak-anak bisa mendekor rumah panti dengan beberapa pernak-pernik hiasan. Nayla benar-benar sangat terharu dengan apa yang sudah mereka lakukan untuknya. Selama ini dia bukannya tidak mau menerima kenyataan atau tidak mau bersyukur atas apa yang dia punya saat ini, namun namanya juga manusia. Ketika dia sedang sangat merindukan seseorang yang dia tahu tidak akan bisa bertemu kembali dengannya, disaat itulah hatinya menjadi hancur. Nayla sadar kalau dirinya salah karena terkadang selalu larut ke dalam kesedihan secara berlebihan. Hingga dirinya melupakan kalau dia masih memiliki sebuah tugas yaitu mengurus para anak-anak panti yang kini telah menjadi tanggungjawabnya. Di
Tepat pukul 10 malam, mobil yang dikendarai oleh Dimas pun telah sampai di gerbang utama kota B. Sepanjang perjalanan selama 5 jam lamanya itu, mereka lewati dengan kesunyian. Baik Rania maupun Dimas tidak ada yang berbicara sama sekali. Semua terlalu asyik dengan pikiran mereka masing-masing.Dimas melihat tidak banyak yang berubah dari kota itu dari sejak kepergiannya waktu itu. Kota B masih tetap saja ramai walaupun tidak seramai kota J yang merupakan ibu kota negara. Sekilas Dimas melamun, membayangkan bagaimana riang dan menyenangkannya masa kecil dirinya di kota itu. Bermain bersama gadis yang kini sedang duduk di sampingnya ini, berjalan-jalan ke pasar malam bersama seluruh anak panti asuhan dan juga Kak Reni sebagai pengawas mereka. Ah, rasanya baru kemarin dirinya bersenang-senang tanpa beban. Kini semuanya sudah berubah. Mereka sudah tumbuh menjadi dewasa dan sudah memiliki permasalahan hidup masing-masing.Walaupun Dimas sudah lama tidak menginjakkan k
Sore itu keadaan di rumah sakit sudah sangat genting. Kondisi Yusuf turun drastis. Semua cara sudah dokter lakukan untuk bisa menyelamatkan sang pasien. Ibu Tyas sangat panik. Sudah beberapa kali dia mencoba menghubungi Rania akan tetapi ponselnya selalu saja tidak aktif. Ibu Tyas sudah bingung harus bagaimana. Dengan kondisi fisiknya yang seperti itu, lumpuh dan hanya duduk di kursi roda, membuat wanita paruh baya itu benar-benar putus harapan.Dokter dan para suster pun sudah berusaha semaksimal mungkin namun tetap saja Allah SWT yang menentukan. Tepat pukul 8 malam, Yusuf pun dinyatakan meninggal. Ibu Tyas benar-benar terpukul mendengar kabar kematian sang anak. Hatinya hancur, sangat hancur. Setelah dirinya kehilangan sang suami, sekarang dia juga harus kehilangan sang anak. Ibu Tyas tidak mengerti dengan takdir yang telah Allah ciptakan untuk dirinya. Dia selalu berdoa agar sang menantu tidak mengalami apa yang dia rasakan. Menjadi seorang janda beranak satu. Tapi sekara
Lantunan ayat-ayat suci Al-Quran kini terdengar nyaring di dalam rumah Rania. Semua warga yang datang, tidak sampai melewatkan mengaji di depan jenazah, mengirimkan doa untuk Yusuf. Begitu juga dengan Dimas. Laki-laki itu tidak langsung pulang. Dirinya lebih memilih duduk diantara kerumunan warga dan ikut melantunkan ayat suci Al-Quran. Dimas tahu dirinya tidak mengenal Yusuf, namun jauh di dalam lubuk hatinya dia berbicara pada laki-laki itu. Dia berterima kasih kepada Yusuf karena sudah menjaga Rania selama dirinya tidak ada. Sebenarnya saat itu ingin sekali dirinya berjanji untuk mengambil tanggung jawab Rania dan anaknya, akan tetapi dia tahu kalau itu tidak baik. Biarlah lihat kedepannya takdir seperti apa yang sudah dituliskan oleh Allah tentang Dimas dan Rania. Yang jelas untuk saat ini mungkin Dimas tidak akan dulu pulang kembali ke kota J, sebelum melihat Rania kembali pulih. Selang beberapa saat, tampak Rania keluar dari dalam kamarnya. Beberapa warga perem
“Weeewww.... Weeewwww... Rania gak punya orangtua.. Rania gak punya ayah... Rania gak punya ibu...”Seorang anak gadis berusia 7 tahun tampak sedang terduduk sambil menangis. Beberapa anak laki-laki mengelilingi gadis itu sambil terus menghina dirinya yang terlahir sebagai yatim piatu. Iya, dia Rania. Sejak dari kecil gadis itu tau kalau kedua orangtuanya bukanlah orangtua kandungnya. Seorang ibu-ibu tetangga pernah mengatakan hal itu kepadanya.“Hey Rania, kamu itu anak yang dibuang. Kamu itu hanya anak pungut. Kamu itu gak punya orangtua. Nayla dan Agung itu hanya memungutmu dari jalanan agar kamu gak mati kelaparan.”Masih terngiang jelas di telinga Rania saat tetangganya itu berkata demikian. Karena hal ini juga membuat gadis itu semakin terpuruk dan semakin pendiam. Nayla yang mengetahui kejadian itu juga ikut sedih, kenapa bisa tetangganya itu tega berkata seperti demikian kepada anak yang masih kecil. Nayla tau, kalau wanita itu ti
Di rumah keluarga Pratama, perasaan Luki yang semula sudah kembali ceria dan bersemangat, nyatanya sekarang kembali menjadi murung dan marah-marah kembali. Sebuah impian kerjasama dengan salah satu perusahaan yang paling bergengsi di negara ini nyatanya harus gagal karena sang anak dari kliennya itu tidak jadi datang. Hari itu sebenarnya Tuan Luki akan mengadakan kerjasama dengan perusahaan dari Pak Deni yang tidak lain adalah ayah dari Dimas. Iya, tujuan Dimas pergi ke terminal saat itu karena dirinya ditugaskan untuk membeli buah tangan bagi Irma, istri dari Luki yang merupakan sahabat dari sang ibu. Namun ternyata apa yang sudah direncanakan pun harus hancur begitu saja tanpa sisa karena pertemuan antara Luki dan juga Dimas gagal. Luki tidak pernah tau kalau anak dari kliennya itu adalah sahabat dari Rania, wanita yang sangat dia benci. Dan Dimas pun belum tahu kalau mitra kerja ayahnya itu adalah Paman dari Rania, wanita yang sangat dia cintai. “Sudah lah