"Teh, tadi siang kemana?" tanya Khair di sela-sela makan malam.
Khaira mengernyitkan dahi. Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya, melontarkan kecurigaan di benaknya, "Memangnya Bi Ocih bilang apa?"
"Tadi siang Khair telepon Teteh, ada pesanan kopi di kampus. Tapi, bi Ocih yang angkat telepon. Katanya hape Teteh ketinggalan. Teh Khairanya lagi pergi keluar."
"Oh." Khaira sangat lega mendengarnya. Dia kira Bi Ocih melapor soal kedatangan dua pria yang mengaku sebagai keluarganya tadi siang.
"Kok cuma oh aja ... "
"Emang harusnya apa? Ah, eh, ih, uh, gitu?"
Khair tepuk jidat jadinya. "Teh, Khair kan nanya, Teteh pergi ke mana tadi siang? Masa Oh aja, enggak dijawab pertanyaannya."
"Oh ...." kali ini Khaira tertawa lepas. Dia memang kerap asyik dengan pikirannya sendiri sampai dianggap tidak nyambung oleh orang lain.
"Tuh kan, Oh lagi."
"Teteh abis jadi hero. Menolong kucing yang ketabrak, gitu loh," celoteh Khai
Khair saat itu berada di kampus. Sesuai permintaan Khaira, dia berencana membelikan makanan kucing jika urusanya di kampus sudah selesai.Setelah bertugas mengantarkan pesanan kopi, Khair bergabung dengan rekan-rekan sebimbingannya untuk melakukan pertemuan bimbingan pertama dengan dosen pembimbing baru mereka yang tak lain adalah Ustaz Ahsan.Masing-masing mahasiswa memaparkan masalah penelitian yang mereka garap dan progres skripsi yang mereka susun."Baik. Saya rasa cukup. Saya akan pelajari dulu masing masing draft-nya. Kita kembali bertemu minggu depan, ya," pungkas Ustaz Ahsan.Majlis itu ditutup dengan doa. Semua mahasiswa bubar. Namun, saat Khair hendak keluar, ustaz Ahsan menahan langkahnya."Khair bisa tunggu sebentar? Ada yang perlu saya sampaikan.""Iya, Ustaz."Tinggal mereka berdua di ruangan."Maaf, ini sifatnya pribadi," kata lelaki yang selalu ramah itu. Diserahkannya sebuah amplop polos kepada Khair. "Ini sura
Hari-hari Khair berlalu, mengalir lebih ringan dari biasa sejak Khair membaca surat perpisahan dari Rumaysha. Dia fokus kepada bimbingan skripsi sambil tetap memberi perhatian untuk kakaknya. "Teh, mushola kedai kopi sedikit lagi selesai, kan? Jadi tasyakurannya?" tanya Khair ketika Khaira sedang sibuk menghitung keuangan kedai. "Kamu udah bayar uang kuliah?" Sudah kebiasaan Khaira memang, jika ditanya dia malah balik nanya. "Nanti aja lah, sekalian pengajuan sidang," jawan Khair sekenanya. "Minggu ini ada sedikit laba, nih. Bisa kamu tabung buat uang kuliah." Khaira menyodorkan segenggam lembar puluhan ribu rupiah. "Ngak usah, Teh. Khair juga lagi ngumpulin kok. Kebetulan kemarin baru dapat job privat tahsin anak SD. Jadi ada tambahan lah buat bayar tunggakan kuliah." "Enggak apa-apa. Ambil aja ini, biar cepat banyak tabungannya. Jangan sampai kuliah kamu terhambat karena macet iurannya." "Hm ... simpan saja dulu, Teh. Siapa t
Selama lima hari Khair berkutat dengan laptop dan lembaran skripsi yang perlu dia revisi. Catatan dari dosen pembimbing 1 dan pembimbing 2 benar-benar dia perhatikan. Sebagian besar kesalahannya terletak pada format penulisan. Sedangkan masalah yang dibahasnya dalam skripsi tersebut sudah aman. Khair bahkan sudah paham dan menguasai materi yang dia paparkan dalam penelitiannya. Penelitian Khair tidak jauh dari gerakan literasi yang saat ini sedang gencar di kampanyekan dalam kurikulum pendidikan tanah air. Khair mengupas tuntas gerakan literasi tersebut dari perspektif Pendidikan Islam. Ada satu hal yang menjadi kegundahan Khair di awal penelitianya, yakni persoalan tentang tujuan dari gerakan literasi yang saat ini digalakan. Dalam Desain Induk Gerakan Literasi Nasional (GLN)*, disebutkan bahwa gerakan tersebut ditujukan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembel
Ya, walau tidak kentara, Khair juga turut membantu mengembangkan bisnis kakaknya. Dia mengambil peran sebagai marketer khusus wilayah kampus. Semua pesanan kopi all varian dari mahasiswa dan dosen ke kedai Khaira bisa dilakukan secara online ke nomor Whatsaap Khair. Begitu juga pengirimannya. Khair yang memegang tugas delivery order untuk wilayah internal kampus.Pada suatu momen, Khair menerima pesanan kopi dari sebuah nomor tak dikenal atas nama Riang, mahasiswa Ekonomi Syariah semester 1. Dia pun mengantarkan pesanannya ke kelas tersebut."Saya sudah di depan." Demikian pesan WhatsApp yang Khair kirim ke sebuah nomor sang pemesan kopi hari itu.Nampak tanda ceklis dua berwarna biru, tanpa ada balasan sepatah kata pun. Namun, tak lama kemudian seorang gadis berperawakan mungil berlesung pipit muncul dari dalam kelas yang Khair datangi."Hai," sapanya sambil tersenyum manis."Kamu yang tadi pesen matchalatte?" Tembak Khair tanpa basa basi. Pun tan
Khaira akhirnya meminta Riang datang ke kedai esok hari untuk berbicara dari hati ke hati terkait 'mahar' yang disebutkannya. Khaira tidak tahu pasti permasalah apa yang terjadi diantara dua muda mudi itu. Namun, dengan ketegasannya, Khaira berhasil menahan Khair agar tak bertindak berdasarkan emosi."Semuanya sudah terlanjur. Uang kuliah kamu sudah lunas, dan bukti pembayarannya juga sudah ada di tangan. Ini dia berikan ke Teteh sebelum kamu pulang tadi sore."Khair diam sejak Riang pamitan. Pun sampai Khaira menyuguhinya makan malam. Khair tetap tidak bercerita perihal gadis yang mengaku sebagai calon adik ipar Khaira itu."Kamu butuh ini untuk daftar sidang skripsi, besok kan?" Khaira menyodorkan kertas bukti pembayaran kuliah Khair.Pemuda itu sama sekali tak meliriknya. Pikirannya dipenuhi bayangan tentang Riang, gadis dengan tingkah paling aneh diantara semua orang aneh yang pernah Khair temui. Menurut dia, Riang bahkan lebih aneh dan tak kala
Khaira berdiri saat itu juga. Dia sudah tidak tahan dengan apa yang didengarnya. Itu bukan cerita baru, tapi cerita yang selalu diulang-ulang. Khaira sangat muak mendengarnya. Namun, dia juga tidak bisa menolak fakta bahwa memang seumur hidup, keluarga neneknya lah yang membesarkannya.Tangan Khaira terkepal seperti meremas kertas. Seolah di dalamnya ada naskah cerita yang ingin dia buang. Tapi dia tidak punya cukup nyali untuk melayangkannya ke tong sampah.Dia lantas melangkah tergesa ke meja kasir. Diambilnya beberapa lembar uang dari laci. Lalu dia kembali ke tempat wanita tadi."Ini! Ambilah, Tante!" ujarnya sambil menyodorkan lembaran uang pecahan warna biru kepada wanita itu. “Maaf, Khaira tidak punya amplop.”Wanita berpakaian mencolok dengan dress panjang berhias swarowski imitasi itu melirik lembaran uang yang kini tergeletak di mejanya."Hm ….” Tangan wanita itu menggapai uang tersebut. “Sebenarnya ini engg
Kehadiran Riang di kedai kopi Khaira hampir merubah segalanya, terutama suasana hati Khair. Kedai Khaira yang biasa adem ayem kini lebih semarak dengan alunan musik dan lagu-lagu kesukaan Riang.‘Sejak kapan ada musik di kedai kopi Teh Khaira?’ pikir Khair begitu telinganya menangkap alunan musik dari lagu yang sedang popular di kalangan remaja. Pemuda itu pun mempercepat langkah kakinya menuju pintu kedai.Suara nyanyian dari sebuah speaker bluthooth menguar. Lirik lagu barat yang dinyanyikan penyanyi Katty Perry memenuhi seisi kedai yang saat itu ramai pengunjung.“Teh, apa-apaan sih ini?” cecar Khair kepada Khaira yang sedang menggiling kopi menggunakan grinder.“Memangnya kenapa?” Khaira bergeming dari pekerjaannya. “Khair, datang tuh salam dulu, baru wawancara!” sindirnya tanpa sedikit pun mengalihkan konsentrasi dari mesin grinder.“Iya, Assalamualaikum, Teteh,” ucap Khair.
“Tumben sepi, Bi?” tanya Khair kepada Bi Ocih di suatu pagi.Kedai belum buka. Hanya Bi Ocih yang tampak seorang diri di belakang meja barista, sedang menyiapkan peralatan.“Kemana Teh Khaira?” tanya Khair lagi. Dia celingukan mencari sosok wanita berambut kepang dengan scraft kecil di kepalanya.“Neng Khaira di mushola sama Neng Riang.”Mata Khair membulat. Penasaran dia, sedang apa mereka berdua di mushola. Tidak mungkin sedang main catur, kan?Lamat-lamat Khair mendengar lantunan ayat suci Alquran kala langkahnya mendekat ke lorong menuju mushola kedai Khaira.“ar-raḥmān. 'allamal-qur`ān. khalaqal-insān. 'allamahul-bayān. asy-syamsu wal-qamaru biḥusbān. wan-najmu wasy-syajaru yasjudān. was-samā`a rafa'ahā wa waḍa'al-mīzān. allā taṭgau fil-mīzān. wa aqīmul-wazna bil-qisṭi wa lā tukhsirul-mīzān. wal-arḍa waḍa'ahā lil-anām. fīhā fākihatuw wan-nakhlu żātul-akmām. wal-ḥabbu żul-'aṣfi war-raiḥān. fa