Share

Kinara Setengah Manusia Setengah Burung
Kinara Setengah Manusia Setengah Burung
Penulis: ArjumandViva

BAB I Up normal

Udara dipenuhi oksigen membuat paru-paru manusia yang terlalu sering menghirup zat-zat kimia berbahaya dan asap-asap kendaraan maupun pabrik menjadi lebih sehat. Cuaca hari ini sangat mendukung untuk acara tamasya keluarga. Alex bersama dengan mama papanya berkunjung ke rumah saudara sepupunya yang bernama Tar. Dua keluarga itu berencana untuk berlibur di daerah yang sejuk dan jauh dari hiruk pikuk kota. Jarak yang ditempuh kurang lebih 60km. Sepanjang perjalanan Alex hanya memandangai layar handphonenya. Jika Tar tidak ikut, Alex akan melarikan diri pulang ke rumah lagi.

            Alex adalah salah satu cowok paling tampan di sekolahnya. Kurang satu tahun lagi ia harus memilih universitas serta program studi yang cocok dengan hobinya. Pengganggu terbesar dalam hidupnya adalah para gadis yang tergila-gila dengan muka gantengnya. Setiap hari valentine lokernya penuh sesak dengan berbagai jenis cokelat. Laci mejanya dijejali sampah-sampah pernyataan cinta. Terkadang ia memilih latihan basket di hari Minggu hanya untuk menghindari teriakan-teriakan pemecah gendang telinga yang selalu menyebut namanya. Begitulah, Alex seperti magnet. Namanya bagaikan mantra mujarab yang diucapkan penyihir dalam segala kondisi.

            Tamasya bersama Tar, sepupu terbaiknya merupakan tawaran paling baik. Libur panjang akhir tahun terlalu berbahaya jika dihabiskan di kota. Gadis-gadis penggemarnya akan membuntuti saat ia hendak keluar rumah. Bahkan membuang sampah di tong depan rumah serasa diawasi. Media sosial yang dimilikinya tidak pernah sepi. Ia muak sekaligus penasaran dengan gadis-gadis itu. Tar adalah orang kepercayaan yang selalu tahu keluh kesahnya.

“hai Tar!” Sapa Alex seraya ber hight-five dengan sepupunya yang tidak kalah tampan darinya. Perbedaan terbesar di antara keduanya adalah Tar menanggapi semua gadis pemujanya.

“Apa kabar saudara? Bagaimana hatimu? Apakah sudah sedikit mencair? Atau masih sekeras batu?” candaan Tar hanya dibalas satu pukulan kecil di lengan kanannya.

“Mana barang-barangmu? Satu jam lagi kita akan melanjutkan trip ke tempat yang katamu menakjubkan. Aku sudah tidak sabar,” Alex mencuri koper Tar.

“hei Bung, hari ini kau terlalu bersemangat.”

“Kenapa tidak? Nanti malam kita bisa berkemah di depan villa. Biarkan orang tua kita di dalam dan kita menghabiskan malam seperti berkemah. Jangan lupa bawa gitarmu. Biolaku sudah ada di mobil.”

“Ah, aku takut. Kau semakin homo.”

“Apa? Jaga ucapanmu Tar! Aku masih normal.”

“Wow, normal? Lalu, mengapa kau masih saja menghindari para gadis itu? Cobalah sesekali makan malam diluar bersama salah satu dari mereka dan kecup bibirnya.”

“hentikan Tar1 aku bosan dengan ceritamu tentang hal itu. Katamu ada sesuatu yang menarik dan harus ku ketahui sebelum kita berangkat tamasya.”

“Astaga hampir saja aku lupa. Ayo masuk kamarku dulu!”

            Tar dan Alex menaiki tangga. Langkah kaki mereka membuat suara berdebam. Lantai tangga sedikit berdebu. Kaus kaki Alex terasa lebih licin. Tangan kirinya berpegangan supaya tidak jatuh ke bawah. Perasaannya tidak enak. Tar agak aneh hari ini.

“Duduk Lex! Kali ini mama menyuruhku untuk menjagamu.”

“Tar, pantas saja dari tadi aku merasa kau agak aneh. Apa yang mau kau sampaikan padaku?” tangan Alex meraih toples kecil berisi bubuk berwarna putih yang diletakkan di atas meja belajar. Ia berusaha membuka tutupnya.

“Jangan dibuka Lex! Taruh di tempat semula!” pinta Tar dengan nada gemetar, raut mukanya berubah pucat.

“Memangnya ini apa?” Alex tidak percaya dengan reaksi Tar yang terlalu berlebihan.

“Sulit menjelaskannya padamu,” Tar mulai meredam rasa paniknya.

“Tar, jangan bilang ini narkoba,” kali ini suara Alex meninggi.

Spontan Tar merebut benda itu dari tangan Alex. Pikiran Alex bertambah kacau. Pasti para gadis yang membuat Tar berubah.

“Jelaskan padaku Tar! Apakah seorang gadis bodoh membuatmu mendadak menjadi gila?” ucapan Alex penuh kekhawatiran.

“Apa sih yang kau pikirkan?” Tar mengernyitkan keningnya. Ketampanannya semakin menjadi-jadi. Bukan hal yang mengherankan jika Alex mengkhawatirkan saudaranya itu. Tar terlalu sering berkencan dan bergonta-ganti pacar dalam waktu singkat. Siapa tahu ada yang sedang balas dendam padanya.

“Tar, jujurlah padaku! Aku akan percaya padamu!”

“Janji! Kau tidak akan menghinaku setelah ini!”

“Apa sih?” Alex mencoba tersenyum.

“Sebenarnya ini bubuk bawang putih,” ucap Tar setengah berbisik.

“Apa?” Alex mulai tertawa terpingkal-pingkal. “Bubuk bawang? Tadi aku sempat berpikir itu semacam obat untuk menggugurkan bayi.”

“Astaga Lex, aku tidak seliar yang kau bayangkan.”

“Jadi, mengapa kau menyimpannya? Apa kau mendadak menjadi penyuka herbal?”

“Percayalah Lex! Aku menyimpannya untuk melindungi diri. Siapa tahu malam ini atau malam-malam berikutnya ada vampir yang haus darah!”

“Kau semakin gila Tar. Apa yang merasukimu?”

“Aku hanya percaya bahwa mereka benar-benar ada. Apa salahnya berjaga-jaga?” Tar membela diri.

“Sekalian saja Tar, pasang jimat di jendela dan pintu kamar. Siapa tahu ada manusia serigala yang mencari daging manusia tampan,” Alex semakin gemas menanggapi kegilaan Tar.

“Tepat saranmu Lex. Aku sudah memasangnya sejak dua bulan yang lalu,” jawaban Tar membuat tawa Alex semakin keras.

“Siapa yang lucu?” Alex merasa tersinggung.

“Sejak kapan kau menjadi paranoid seperti itu Tar? Setahuku selama ini kau adalah cowok penakhluk.”

“cukup! Kali ini aku serius. Mama memintaku menjelaskan perihal ini padamu. Tempat kita tamasya nanti adalah tempat keramat. Jaga lisan kita. Jangan sampai berbicara kotor.”

“Itu saja? Tidak ada yang lain?”

“Ada satu lagi. Nanti ada arca yang tidak boleh disentuh. Bentuknya setengah manusia setengah burung. Siapa saja yang berbuat buruk didekatnya akan mendapat kutukan,” Tar berubah serius.

“Kau pikir aku percaya pada omong kosongmu Tar? Dikutuk? Yang benar saja Tar. Sebentar lagi kita masuk universitas. Cerita konyolmu hanya cocok untuk anak sekolah dasar,” sangkal Alex pada penjelasan Tar. Ia tertawa terkekeh sambil memukul-mukul pundak Tar.

“Mengapa kau tidak percaya dengan penjelasanku Lex?” raut muka Tar menandakan kesedihan.

“Aduh Tar, biasanya obrolan kita seputar perkembangan aplikasi games terbaru atau bualanmu tentang gadis-gadis bodoh yang kau kencani. Kenapa sekarang berubah menjadi hal konyol yang tidak masuk akal?”

“hentikan ocehanmu Lex! Gadis-gadis itu tidak bodoh dan cerita ini bukan bualan seperti yang kau pikirkan. Ini adalah sebuah peringatan,” tangan Tar mencengkeram bahu Alex.

“Lepaskan Tar! ini semua tidak lucu. Mana mungkin tante menyuruhmu mendongeng padaku. Beliau setiap hari di laboratorium untuk uji coba. Mana mungkin tante percaya dengan legenda semacam itu?”

“Terserah padamu. Aku sudah memberi peringatan. Lakukan apapun semaumu, tetapi jangan pernah menyesal karena mengacuhkan nasehat dariku,”

“Oke, santai saja Tar. Akan kubuktikan padamu. Cerita itu hanya sekedar mitos. Aku akan baik-baik saja. Arca itu hanya batu pahat biasa.”

“Kau terlalu kelewatan. Ingat Lex, percayalah pada kekuatan cinta dan kesetiaan.”

“Apalagi kali ini? Seorang play boy ternama menceramahiku tentang kesetiaan. Kau seperti orang mabuk Tar. Nanti aku akan selfi bersama arca yang kau maksud. Besok aku akan tetap bersamamu dan baik-baik saja.”

“Semoga ucapanmu tidak membuatmu dikutuk.”

“Sepuluh menit lagi kita berangkat anak-anak,” teriakan Mama Tar dari lantai bawah menyadarkan kedua anak laki-laki tampan itu untuk segera bergegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status