Share

BAB X Diam

Hujan api telah berhenti. Kinara dan Rhara masih berada di dalam terowongan dengan persediaan makanan yang semakin menipis. Rasa haus mencekik kerongkongan Kinara. Rhara masih memantau sekeliling menggunakan teropong tahan api.

“Bagaimana keadaan di luar? Kapan kita mulai mencari air? Aku mulai dehidrasi,” Kinara terbatuk-batuk sedikit dan mengusap keringat yang terus bermunculan di dahinya.

“Lihatlah sendiri keadaan di luar!” Rhara menyerahkan teropongnya.

            Mata Kinara terasa pedih. Terlihat suasana di luar terowongan masih penuh kabut disertai asap. Lama-lama api mulai mengecil kemudian benar-benar padam. Semua pohon, rumput, dan bunga-bunga habis dilalap api. Langit berwarna abu-abu pekat. Negeri dongeng itu luluh lantah dalam waktu singkat. Sekarang menyerupai pada abu. Dominasi warna masih hitam dan sedikit putih dari kepulan asap. Kering kerontang tanpa ada air.

“Oh, tidak! Hari ini seperi kiamat. Tinggal menunggu matahari terbit dari sebelah barat. Sangkakala dibunyikan dan matilah kita semua. Musnah sudah.”

“hentikan omong kosongmu! Kau masih terlalu prematur untuk menyampaikan argumen tidak berdasar itu.”

“Apalagi yang tidak ku ketahui? Di luar semua tumbuhan mati. Aku tidak bisamembayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan reboisasi. Dari mana bibit tanaman didapatkan? Butuh waktu puluhan tahun untuk mengembalikan keadaan seperti semula.”

“hahahahahaha.... nikmatilah kehidupanmu di sini! Kau tidak perlu pusing-pusing memikirkan pengembalian vegetasi seperti semula atau politik apa yang harus kau terapkan. Bukankah kau masih muda?”

“Ah, sepertinya semua jawabanmu membuatku kesal. Oke-oke. Seperti katamu kemaren. Aku tidak bisa mengingat satupun kejadian di Falseland ketika kembali ke dunia asal. Jadi kita akan amnesia, seolah-olah tidak pernah datang ke dunia aneh ini? Aku menyesal mendengarnya!”

“Tunggu beberapa saat lagi! Flaseland akan menunjukkan keajaiban dalam hidupmu.”

“Lantas, apa yang sebaiknya kita lakukan di sini?” Kinara sudah mulai bersungut-sungut saking bosannya.

“Diam.”

            Kata-kata Rhara mengingatkan Kinara pada serial kartun nickelodeon yang dibintangi oleh hewan-hewan laut seperti Spongebob, Patrick Star, Mr. Crab, dan Squidwod Tentakel. Beberapa adegan sering menampilkan tayangan tunggu satu jam kemudian dan masih dalam kondisi yang sama bahkan ada yang lebih parah hingga dua bulan kemudian. Keadaan sekarang tidak jauh berbeda saat Spongebob, Patrick, dan Squidwod terjebak di tengah hutan. Sialnya Patrick dan Spongebob tidak bersedia mencari jalan keluar karena percaya pada kekuatan kerang ajaib. Persis dengan kata-kata Rhara kepada Kinara. Apa yang sebaiknya kulakukan kerang ajaib? “Tidak ada.” Puja kerang ajaib. Wuuuwuuuu...  diam? Kegilaan yang semakin nyata.

“hah, aku sudah tidak tahan lagi!”

“Tenang Kinara! Waktunya tinggal sebentar lagi.”

“Kegilaan macam apa ini? Tenggorokanku sudah sangat kering. Katamu kita harus pasif. Sampai kapan? Sampai kita menjadi kelinci dan burung panggang?”

“Lalu kau mau kita bagaimana? Keadaan di luar masih berbahaya. Suhunya masih di atas 100 derajat Celcius. Kalau kita memaksa keluar, tidak ada hitungan menit pasti kita sudah terpanggang. Kau mau mati konyol di sini?” Rhara berdiri, membentak dan begitu jengkel.

“Lebih baik aku mati kena asap dari pada mati kebosanan,” Kinara berdiri dan siap keluar.

            Rhara kaget dengan kenekatan Kinara. Ia memegang kaki Kinara sekuat mungkin. Anak baru itu harus ditahan. Tenaganya yang sudah terkuras membuatnya sangat lelah.

“Lepaskan! Aku menolak hanya diam saja di sini. Lepaskan aku!”

“Tolong Kinara! Tahan sebentar lagi.”

            Kinara sudah hilang kendali. Ia berusaha melepaskan tangan Rhara dari kakinya. Ia semakin gemas dan mulai mendorong kepala Kinara ke belakang. Tiba-tiba ada udara dingin memasuki terowongan. Ruangan menjadi sejuk dan berbau harum. Dahaga berkurang.

“Kinara, lihatlah keadaan luar dengan menggunakan teropong!”

            Segera Kinara beranjak.betapa kagetnya Kinara. Ia melihat angin puting beliung besar berjalan seolah menyapu sisa-sisa kebakaran. Abu, ranting kering, dan kepulan asap terbawa angin.  Kini semua tampak bersih sekali. Setelah itu turun hujan aneh yang belum pernah dilihat oleh Kinara. Bukan air ataupun salju. Sama sekali berbeda. Ukurannya beragam. Ada yang kecil, ada yang besar. Warnanya juga bermacam-macam. Tanah terbuka membentuk lubang-lubang kecil, kemudian benda-benda yang jatuh dari langit masuk ke dalamnya. Perlahan tanah mulai menutup kembali.

“Apa yang kau lihat Kinara?”

“Aku tidak yakin. Benda warna-warni dengan segala ukuran jatuh dari langit. Tadi tanah sempat berlubang, tetapi sekarang sudah menutup lagi.”

“Oh, sedang hujan benih rupanya.”

“Apa? Tolong ulangi sekali lagi!”

“Yang mana? Hujan benih?”

“Benarkah? Fenomena langka ini disebut hujan benih?”

“Iya. Selanjutnya apa lagi?”

“Tanah sudah menutup. Sebentar, baru kuamati lagi.”

            Mata Kinara semakin fokus menatap ke luar terowongan. Hujan benih berhenti dan disusul hujan air biasa. tanah yang tandus dan kering akibat kebakaran, mulai menjadi lembab. Bau tanah basah memasuki terowongan. Hujan air sangat deras, tetapi sangat singkat. Langit menjadi penuh warna seperti sebelumnya. Tanpa ada aba-aba hujan berhenti. Tunas-tunas kecil mulai bermunculan. Mereka tumbuh dengan cepat dan pesat. Daun-daun melebar dan banyak. Batang dan cabang pohon membesar serta meninggi. Rerumputan tumbuh subur. Bunga-bunga kembali bermekaran. Antah datang dari mana, manusia capung, manusia kumbang, dan manusia lebah sudah bermunculan dengan bebas. Pohon-pohon besar mulai berbuah.

            Kinara belum percaya dengan kejadian yang baru saja ia saksikan. Dunia ajaib Falseland memberinya banyak kejutan yang susah diterima dengan logika. Kakinya terasa kuyu dan akhirnya tubuhnya roboh. Rhara panik melihat keadaan Kinara.

“Kinara. Bangun Kinara! Apa yang terjadi? Apakah ada bagian tubuhmu yang sakit?”

            Kinara belum menjawab. Tatapannya kosong lurus ke depan. Rhara mengguncang-guncangkan bahu Kinara ke depan dan ke belakang. Ia juga menepuk pelan pipi Kinara. Tujuh detik kemudian Kinara baru tersadar. Ia duduk perlahan dengan raut muka kebingungan.

“Tempat apa ini sebenarnya?” gumam Kinara lirih.

“Syukurlah kau baik-baik saja. Segera pulihkan tenagamu! Kita akan segera keluar. Misi kita akan diperjuangkan kembali!”

“Jadi kita mau kemana?”

“Aku juga belum yakin. Pasti nanti akan ada petunjuk.”

            Mereka bangkit dan membawa teropong anti api serta membuka penutup terowongan. Cahaya terang menyambut dengan hangat kedua sahabat baru itu. Bunyi air mengalir datang dari arah belakang. Mereka segera mencarinya. Ternyata ada air terjun kecil di dekat pepohonan rimbun. Sekelilingnya penuh bunga besar dan kecil aneka warna. Pemandangannya benar-benar indah.

“Aku punya kantung air. Bawalah satu untukmu. Nanti minumlah sepuasnya dan bawalah airnya!”

“Terimakasih. Aku sama sekali belum punya apa-apa.”

“Benar juga. Aku memiliki sasando[1] setelah sampai di sini. Di mana alat musikmu?”

“Apakah semua makhluk mitologi di sini wajib memiliki alat musik? Sebelumnya aku juga bertemu dengan makhluk lain. Semuanya membawa alat musik. Namun, aku tidak punya sendiri,” Kinara menjawab dengan raut muka panik.

“Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan. Ayo, kita minum saja!”

            Rhara berlari menuju air. Langkahnya mendadak terhenti. Tubuhnya bergetar.

“Ada apa Rhara?” tanya Kinara.

            Rhara menunjuk ke arah manusia singa yang memegang harmonika. Ia masih trauma dengan serangan manusia harimau.

“hai, kau Kinara kan? Aku mendapatkan pesan penting.”

“Spinx[2], bagaimana kau tahu namaku?” seru Kinara takjub.

“Kau juga tahu namaku. Bagian mana yang membuat aneh?”

“Bukan begitu. Kau memang fenomenal sejak dulu. Siapa yang tidak tahu sosok singa berkepala manusia? Anak kecilpun tahu.”

“Baiklah. Terserah padamu saja. Kau sedang dicari oleh Ganesha[3]. Cepatlah menuju ke kebun blackberry. Ganesha menunggumu!”

“Terimakasih atas informasinya. Aku ingin minum terlebih dahulu. Hujan api tadi sungguh merepotkan. Untung tempat ini ajaib.”

“hai kelinci! Aku tidak berminat memakanmu. Kemarilah! Kita perlu mengobrol sebentar.”

            Sasando yang dibawa Rhara hampir jatuh. Ia tidak menyangka Spinx ingin beramah tamah. Semenjak sampai di Falseland, hanya beberapa makhluk yang baik padanya. Sulit baginya untuk bisa bertahan hidup hingga saat ini. Beruntung kini ia tidak sendiri. Keputusannya sudah bulat. Ia akan menjadi pemandu bagi Kinara dan mengikuti kemanapun perginya.

“Ngomong-ngomong, sepertinya kau istimewa Kinara,” kata Spinx.

“Kenapa kau bisa berargumen demikian? Aku cukup pusing setelah sadar tidak memiliki alat musik. Aku juga belum lama sampai di Falseland.”

“Pantas saja kau masih terlihat polos. Kuberi tahu. Makhluk mitologi lain sangat kesulitan jika ingin bertemu dengan Ganesha. Ia adalah sumber ilmu pengetahuan. Konon ia memiliki kunci utama perpustakaan Falseland. Semua data dan misi makhluk mitologi yang tinggal di sini, tersimpan di sana. Ganesha memiliki wewenang untuk membaca semua transkip yang tersimpan. Jadi, ia tahu segalanya.”

“Wow, mengapa Dewa penting itu susah-susah ingin menemuiku,” Kinara terkagum-kagum.

“hanya ada satu alasan,” kata Rhara.

“Apa menurutmu?” Spinx menggerakkan ekornya ke kanan dan ke kiri.

“Beberapa hari yang lalu Kinara mempertaruhkan hidupnya untuk menyelamatkanku dari serangan manusia harimau. Mungkin ia akan memperoleh imbalan yang setimpal karena kebaikan yang ia lakukan. Tindakannya heroik hingga Ker menyelamatkan kami dan membawa manusia harimau ke Blackland,” kata-kata Rhara mengandung banyak makna.

“Keren sekali. Pantas saja Ganesha mencarimu. Jadi, hujan api dan segala kekacauan ini gara-gara ulah manusia harimau?”

“Iya, aku juga tidak menyangka ia memilih jalan seperti itu.”

“ngomong-ngomong, bukannya wajar jika manusia harimau ingin memangsa kelinci?” Kinara bertanya dengan wajah polos.

“Sobat, kau harus banyak belajar lagi. Aku juga setengah singa, tetapi peraturan di sini sangat jelas bahwa tidak memperbolehkan di antara makhluk mitologi saling memangsa. Terkadang aku ingin sekali memakan daging. Namun, keinginanku untuk kembali ke dunia asal sudah kutanam kuat-kuat. Aku tidak boleh melanggarnya.”

“Jadi, apa yang kau makan saat lapar? Tidak mungkin dedaunan bukan?”

“Di sini ikan bebas diburu karena tidak tergolong makhluk kutukan. Ingat ya, hanya berlaku untuk ikan.”

            Kinara minum sepuasnya. Rhara menceburkan diri ke dalam air yang dangkal. Ketiga makhluk mitologi itu terlihat bahagia berada didekat air terjun. Mereka menyimpan masa lalu masing-masing yang tentunya penuh teka-teki. Akankah mereka bertiga bisa menuntaskan misi?

[1] Alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipetik. Berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

[2] Berasal dari mitologi Mesir kuno. Patung Spinx biasanya ada di dekat Piramida.

[3] Dewa ilmu pengetahuan dari mitologi Hindu. Wujudnya berbadan manusia berkepala gajah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status