Home / Fantasi / Kinari dan Benang Waktu / Bab LXIII The Deadly Sins

Share

Bab LXIII The Deadly Sins

Author: Niskala
last update Huling Na-update: 2025-09-06 23:44:20

Asap itu datang seperti kabut malam yang tahu alamat. Dari celah pintu, kepulan hitam merayap, berputar, lalu berhenti: tujuh figur berdiri berjajar, berdiri seperti patung-patung hitam yang baru saja dibangun dari bayangan.

Masing-masing menegap, masing-masing bertanda.

Di dahi mereka, simbol menyala merah — lambang-lambang kuno yang bukan dari bahasa manusia: roda bertatah makanan untuk yang rakus, mata berujung belati untuk yang cemburu, mahkota retak untuk yang sombong, lidah yang berkepak untuk yang amarah, rantai yang longgar bagi si malas, cakar yang memelas untuk nafsu, serta dua telapak yang saling menempel namun tak pernah cukup: lambang keserakahan.

Mata mereka menyala, bukan putih atau hitam, melainkan bara yang memantulkan kehampaan, api gelap yang menelan cahaya.

Mereka tidak bernapas seperti makhluk yang hidup; mereka berdenyut seperti penyakit, atau seperti kata yang diucapkan sekali lalu menjadi hukum.

Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Mereka bergerak
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab LXXVII Brittle Sins of the Ancients

    Pertempuran menajam seperti badai yang menabrak karang. Di udara yang masih bau asap dan garam, dentang senjata dan benturan eter bergemuruh — bukan sekadar suara, melainkan bahasa perang yang menuliskan garis-garis baru pada realitas. Kinari berkutat di tengah pusaran itu, menangkis tiap serangan yang diluncurkan oleh Wrath — kini tubuh besar yang mengerikan, bertanduk dan bersayap, bayangannya menyala seperti luka yang tak berhenti berdarah. Di sisinya, Mammon menari-nari, mata permukaannya yang lapuk memantulkan koin-koin khayalan dan janji palsu; ia menyambar setiap kesempatan untuk menusuk dengan pedang berlapis emasnya. Di sela-sela benturan itu muncullah sosok lain — Pride, yang kini dikenal dengan nama yang lebih kuno: Belial. Ia naik dari tanah dengan gerak yang melanggar gravitasi, seakan bumi sendiri menyanjungnya; sosoknya bukan sekadar iblis, melainkan petaka terhadap keseimbangan dan pujian. Dari keheningan udara ia memanggil sebuah trisula: tiga mata to

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab LXXVI The Rise of the Kings

    Kael memanfaatkan keributan itu. Saat Greed melompat ke arah Wrath, Beelzebub yang teralihkan menengadah untuk menenggak makanan baru—sesuatu yang membuatnya lengah. Kael menerjang, bukan untuk membunuh, tetapi menekan bagian perut Beelzebub sehingga lendir yang memulihkan kulitnya terciprat ke sisi; reaksi itu bukan berakhir, tetapi cukup untuk membuat pembukaan yang bisa dimanfaatkan. Kael memotong tali sensor di punggung sayap serangga — memutus sedikit sinkronisasi yang memberi makan pada massanya. Di sisi lain Lucia, terjepit oleh Lust dan Envy, menutup mata dan meremat relic. Ia berbisik nyanyian yang diajarkan neneknya—lagu-lagu penenang yang mengikat rasa dengan kenangan. Lust, yang mencari hangat, melihat bayangan yang lucu: wajah muda Lucia tersenyum; sementara Envy yang meniru, melihat dirinya sendiri memantulkan bayangan lain yang tidak puas—kedua itu terbuka kelemahan mereka: kerinduan untuk memiliki yang bukan milik mereka. Lucia menempelkan relic ke tanah;

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab LXXV Materialized Shadows

    Kinari menangkis gempuran dengan seluruh tubuh yang masih berdenyut. Setiap tebasan tridentnya menimbulkan pilar air kecil yang retak; setiap ayun melepaskan jingga kilau Lunareth yang membakar kabut hitam menjadi uap dingin. Ia menahan, memutar, menangkis—tapi Wrath bukan lawan yang setengah hati. Makhluk itu menukar gerakannya dengan musik perang purba: satu kepakan sayap, dan guncangan tak bersuara merobohkan dua pohon yang berada di jalurnya, menghasilkan retakan di aspal. Kinari merasakan luka-luka itu: garis-garis sayatan yang menggores kulitnya, bau sengat yang melekat pada baja. Di garis belakang Lucia menjauh, melangkah ke sisi lapangan, menjaga jarak dengan medan pertempuran. Matanya terus mengawasi kota yang runtuh; relic tergenggam seperti obor. Di bawah, Kael bergerak seperti gelombang: menutup putaran warga yang baru “terbangun”, menolong yang tersungkur, menyingkirkan serpihan, mengangkat Deka yang terluka dan kawan-kawannya yang tersayat. Dia berjua

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab LXXVI Wrath's Terror

    Untuk sesaat, semuanya tampak berhasil. Air menelan kegelapan, dan seluruh kubah berpendar—sebuah pembersihan. Lucia menitikkan air Relic ke beberapa dahi, membantu proses purifikasi, suaranya memetik lagu-lagu kurun yang membuat anak-anak menatap heran. Kael, yang berputar di kerumunan, memanfaatkan celah itu: ia menolong Deka, mengangkat tubuh teman yang terjepit, menaburkan tali pada kaki-kaki yang gemetar. Ratusan tangan saling meraih, ada pelukan, ada tangisan lega. Kota menaruh harap dalam ritme baru itu. Namun di pinggir kubah, jauh menjulang melebihi pilar air, muncul sesuatu yang tak diharapkan.Wrath — ia tidak lenyap, ia tidak tercerabut. Bayangan besar yang selama ini menggerakkan daging adalah inti dari hukum itu. Ia mengamuk; caranya berbeda dari manusia yang dirasuki: ia bukan boneka, melainkan komando. Tubuhnya membakar kabut menjadi serpih api, dan setiap kali ia menggetarkan sayap, hembusan itu seakan menguras warna dari langit. Ia berputar dengan amarah ya

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab LXXV Ocean's Purification

    Kinari menarik napas, panjang seperti gelombang yang sedang mundur sebelum melompat. Lumpur taman menempel di lututnya, rambutnya basah oleh percikan saat terhempas; namun matanya sekarang tidak lagi penuh luka, melainkan sebuah tujuan yang membatu. Lucia meraih tangannya dengan cepat, jemarinya kecil namun tegas, dan membantu sang ratu berdiri. Trident Aetheryn yang sempat terlempar bertaut kembali ke genggaman Kinari—seperti tongkat raja yang dipanggil pulang oleh kewajiban. El’Thyren di leher Kinari berdenyut; cahayanya, yang tadi samar, kini berpendar putih bersih seperti mercu suar di samudra gelap. Dari jauh, ada nada halus — bukan lagi rasa takut, melainkan panggilan purba: Lunareth. Sisi terang dari jiwa Kinari menghapus tepi amarah, memberi ruang agar sesuatu yang lebih murni mengalir. Di dalamnya, Kinari merasakan lagi bisik itu. “Kupinjamkan kekuatanku.” Bukan perintah, tetapi pemberian — sebuah warisan dari laut yang lebih tua dari sejarah. Dengan sopan,

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab LXXIV The Ominous Plan of Harrison

    Di ketinggian, di balik kaca berlapis yang memantulkan kota yang hancur, Harrison menonton. Di tangannya secangkir teh yang tak lagi ia minum, ia menyeringai ketika melihat warganya menjelma menjadi penghapus suara. “Hancurkan semuanya,” bisiknya kepada bayangan wrath yang menjadi perintah. “Kau sudah kuberikan tumbal. Balaskan dendam untuk setiap manusia yang menentangku.” Suaranya tipis, namun pada ucapannya ada nada komando: bukan sekadar kemarahan, melainkan kepuasan seorang penjahit yang melihat kainnya terurai lalu dirapikan menjadi pola baru. Di bawah, Wrath bergemuruh, menjalankan permintaan itu. Ia bukan lagi hanya amarah; ia adalah undang-undang yang berwujud, memerintahkan mereka yang ditelan kabut untuk menuntaskan tugasnya: mencabut akar, menghancurkan saksi, merobek cerita. Harrison menatap, matanya seperti kaca yang memantulkan bintang yang ia sendiri yang menyalakan. “Hancurkan kedua kotoran itu—Kael dan Kinari,” ia memerintah. “Buat kota ini tenang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status