Home / Romansa / Kisah Cinta Ludwina & Andrea / Bab 2 - Berita Mengejutkan

Share

Bab 2 - Berita Mengejutkan

Author: Josephine VDW
last update Last Updated: 2020-08-24 11:41:12

Tiba-tiba saja Andrea mengirimku email dan menanyakan bagaimana kabarku dalam pencarian inspirasi menulis. Entah darimana dia mendapatkan emailku tapi aku langsung merasa bahagia. Kayaknya aku belum pernah deh sebahagia waktu membuka komputerku di pagi hari dan mendapatkan email darinya.

Kami kemudian mulai sering berkirim email dan akhirnya kalau dia pulang dari Singapura untuk menjenguk ibunya, dia akan memberitahuku sehingga aku bisa mengatur jadwal perjalananku mencari inspirasi menulis. Kami pun mulai bertemu dengan normal, artinya tidak lagi melibatkan kunjungan terapi pura-pura ke rumah sakit. Kami menjadi sering janjian makan malam dan berbincang-bincang.

Pelan-pelan aku jadi tahu semua tentang dirinya, dan aku semakin menyukai pria itu. Aku pun mulai kembali bepergian ke Singapura agar bisa bertemu dengannya. Dulu aku pergi ke sana dengan ibuku hampir setiap minggu untuk belanja sehingga rasanya bosan dan aku memutuskan untuk puasa ke Singapura selama beberapa tahun. Lagipula Singapura bukanlah kota yang baik untuk mendapatkan inspirasi menulis.

Suatu kali ia berkata bahwa ia akan menjemputku di Bandara Changi. Aku sangat senang, karena biasanya Andrea sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk hal remeh temeh. Ia mengajakku makan malam di Clarke Quay dan kami pulang ke apartemennya.

Kami membuka sebotol prosecco untuk merayakan promosinya di tempat kerja. Bosnya yang berasal dari Kanada sekarang dipindahkan kembali ke negara asalnya dan sebagai penggantinya, Andrea dipromosikan ke posisi manajer di departemennya.

Aku sangat bangga padanya. Diam-diam aku sedih, karena sampai saat itu, satu-satunya prestasiku hanyalah menerbitkan beberapa tulisan perjalanan wisata di Kompas. Aku berkeras bahwa panggilan hidupku adalah menulis, dan aku yakin suatu hari nanti aku akan dapat memperoleh gebrakan yang kutunggu-tunggu. Aku tak mau membuang waktu dengan bekerja di perusahaan ayahku melakukan hal-hal yang tidak kusukai.

Malam itu, setelah dua gelas wine, Andrea melamarku. Aku ketakutan karena aku tidak pernah menginginkan menikah di usia semuda ini, 25 tahun. Dan aku tidak mau punya anak. Aku takut membayangkan bayi keluar dari vaginaku, belum lagi rasa sakitnya yang kata orang luar biasa. Aku saja masih belum becus mengurus diriku sendiri, apalagi makhluk-makhluk kecil lemah yang akan menguras waktu dan tenagaku. Lagipula populasi manusia di planet ini kan sudah banyak banget...

Tapi... aku tak mau Andrea berubah pikiran. Aku mencintai dan memuja pria serius penyabar ini. Aku tak mau kehilangan dirinya karena aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini dengan siapa pun sebelumnya. Akhirnya aku menjawab aku bersedia, asalkan ia tidak keberatan bila aku tidak bisa memberinya anak. Ia menciumku sebagai tanda persetujuan.

***

Aku kemudian sadar bahwa Andrea menginginkan anak. Ia menganggap bahwa ketakutanku tidak nyata dan suatu hari nanti aku akan berubah pikiran dan menginginkan kehadiran buah hati, sama seperti dirinya. Kami menikah secara sederhana dan syahdu karena Andrea tidak menyukai konsumerisme, dan ia berhasil meyakinkan ibuku yang setengah mati menentang pernikahan yang tidak mewah.

Hanya ada aku dan dia dan pendeta serta orangtua kami di pantai pribadi salah satu hotel ayah di Bali. Aku belum pernah sebahagia di hari pernikahanku.

Tiga tahun menikah kami masih tidak membicarakan tentang anak. Aku mulai menulis dengan lebih aktif dan bahkan menyelesaikan dua novel. Tidak laku keras sih, tapi setidaknya aku berhasil menerbitkan sesuatu dengan upayaku sendiri.

Andrea berkata bahwa walaupun kesedihan dan penderitaan adalah sumber inspirasi paling kuat, namun kebahagiaan juga bisa membuatku merasakan emosi-emosi besar yang membantuku menulis. Aku yakin ia benar.

Pada tahun keempat, aku mulai sering melihat pandangan sedihnya saat melihat anak-anak kecil berkeliaran di sekitar apartemen. Aku tahu ia takkan membicarakan tentang anak sama sekali karena ia menghormati janjinya kepadaku. Namun, akhirnya aku tersentuh dan memutuskan untuk diam-diam mengunjungi dokter kandungan dan mencari tahu kehamilan dan cara melahirkan yang paling nyaman.

Dokter memberikan beberapa tes dan menyuruhku untuk datang kembali. Sehari sebelum janji temu berikutnya, ia menelponku dan menyuruh aku datang ke klinik bersama Andrea. Aku seketika mendapat firasat buruk dan alih-alih pergi kesana sendiri.

Hasil tesku sungguh mematahkan hati. Dokter menemukan kelainan pada rahimku yang membuatku tidak bisa punya anak.

Ini terasa bagai kutukan.

Karena keenggananku memiliki anak selama bertahun-tahun....sekarang aku dihukum.

Aku sangat sedih, aku tak tahu bagaimana menyampaikan hal ini kepada Andrea, aku tahu ia sangat menginginkan anak.

Ketika aku tiba di rumah, aku menemukan Andrea terduduk di kursi balkon dengan wajah bingung. Seharusnya ia bekerja, tetapi malah ada di rumah seperti ini. Aku menjadi sangat keheranan dan seketika perasaanku menjadi tidak enak.

"Wina...aku..." ia menelan ludahnya seakan sulit mencari kata-kata. "Aku punya anak laki-laki."

Bagai petir di siang bolong, kesedihanku seketika terganti oleh kemarahan. Dengan terbata-bata Andrea menjelaskan bahwa ia baru menerima email dari kekasih pertamanya dulu, yang bertahun-tahun menjalin hubungan cinta dengannya dan berjuang memperoleh restu orangtua namun akhirnya gadis itu menyerah dan pindah ke Inggris untuk melanjutkan kuliah. Ternyata ia meninggalkan Andrea karena dipaksa orangtuanya.

Gadis itu hamil dan mereka malu bila relasi dan kerabat mengetahui hal itu, sementara menikahkannya dengan Andrea bukanlah pilihan yang mereka sukai. Anak itu sekarang sudah berumur 6 tahun, lahir dan besar di Inggris. Aku melihat fotonya, sangat mirip dengan Andrea. Hatiku terkoyak mengingat ketidakmampuanku sendiri memberikan keturunan bagi pria yang sangat kucintai ini.

Hanya ada satu alasan mengapa perempuan itu mengirimkan foto anaknya. Ia masih belum melupakan Andrea dan ingin mereka kembali bersama sebagai sebuah keluarga. Dalam suratnya perempuan itu mengatakan bahwa sekarang ia sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri, tidak lagi peduli pada kungkungan orangtua. Dan ia ingin anaknya mengenal Andrea sebagai ayah.

Aku tahu aku bersikap egois, tapi aku tidak mengizinkan Andrea menemui anak itu. Aku tak ingin setiap menatap anak itu ia melihat kehilangan apa yang dia alami... Anak yang seharusnya dia miliki, keluarga sempurna yang seharusnya mengisi hidupnya. Aku hanya kekasih kedua.

Andrea tidak marah. Ia menghormati keputusanku sebagai istrinya untuk tidak menemui anaknya dari perempuan lain, tetapi aku bisa melihat kesedihannya semakin hari semakin mendalam. Aku tak sampai hati melihatnya.

Akhirnya ketika ia datang memberitahuku bahwa ada tawaran untuk bergabung dengan mantan bosnya yang mendirikan perusahaan cyber security di Inggris dan ia berniat menerimanya, aku katakan bahwa aku bangga kepadanya dan mendukungnya untuk pindah ke Inggris sementara aku memilih kembali ke Indonesia.

Aku mencintainya lebih daripada diriku sendiri. Karena itulah aku mengalah dan membiarkan ia bahagia dengan keluarga yang seharusnya ia miliki.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kisah Cinta Ludwina & Andrea   Bab 58 - Akhirnya Bahagia

    "Aku sayang banget sama kamu, Andrea," bisik Ludwina ke telinga Andrea, "Aku ingin menghabiskan setiap hari mencintaimu."Andrea membantu Ludwina membuka pakaiannya dan dengan sangat hati-hati mencumbu istrinya. Ia sungguh merindukan tubuh Ludwina dan bercinta dengannya. Ia selalu menahan diri setelah mereka berkumpul bersama karena takut membuat Ludwina sakit, tetapi hari ini istrinya yang berinisiatif untuk bercinta dan ia tidak akan mengecewakannya.Mereka bercinta dengan sangat lembut dan menikmati setiap detik kebersamaan itu, jauh lebih syahdu dari biasanya, karena mereka tahu setiap detik mereka bersama adalah sangat berharga.Andrea sangat lega melihat rona wajah kemerah-merahan Ludwina yang diliputi rasa bahagia saat mereka tidur malam itu. Ia berharap dapat membekukan momen itu selamanya.***Bu Inggrid, Pak Kurniawan dan Johann kaget setengah mati ketika akhirnya Andrea memberi tahu mereka tentang penyakit Ludwina. Atas permintaan istrin

  • Kisah Cinta Ludwina & Andrea   Bab 57 - Ludwina Ingin Sembuh

    Mereka tiba di coffee shop langganan mereka dan barulah Andrea meletakkan Ludwina di kursi. Ia memesan kopi favorit keduanya lalu duduk di samping Ludwina sambil menggenggam tangannya. Ia tak mau melepaskan gadis itu sama sekali. Takkan pernah lagi!"Kamu mau berapa lama di New York?" tanyanya saat mereka sedang menikmati kopinya. "Aku mesti beli baju banyak kalau kita akan lama di sini.""Aku nggak tahu..." jawab Ludwina. "Aku mesti ketemu dokterku untuk konsultasi lagi besok.""Oke, aku ikut ya." kata Andrea cepat.Ludwina mengangguk.Mereka tidak membahas penyakit Ludwina sampai keduanya tiba di hotel. Andrea merasa lebih baik jika ia mendengar langsung dari dokter. Ia tak ingin membuat istrinya stress dengan berbagai pertanyaannya.Setelah memastikan Ludwina beristirahat, Andrea pergi ke toko terdekat dan membeli pakaian. Ia menolak ditemani karena tidak ingin Ludwina menjadi kelelahan. Setelah kembali ke hotel ia memesan makanan dan mer

  • Kisah Cinta Ludwina & Andrea   Bab 56 - Pertemuan Di Central Park

    Karena Ludwina tidak mengangkat ponselnya, Andrea akhirnya menghubungi Johann untuk mencari tahu keberadaan istrinya. Dari Johann ia mengetahui bahwa Ludwina sudah berangkat ke New York. Andrea segera memesan penerbangan ke sana tetapi kemudian ia sadar bahwa visa Amerika yang ada di paspornya baru saja kedaluwarsa.Ia ingat 5 tahun lalu mengajukan visa Amerika karena berniat traveling ke sana bersama Ludwina tetapi mereka malah menikah di Bali dan baru berangkat setahun kemudian. Visa yang diperolehnya valid untuk 5 tahun dan baru berakhir minggu ini.Sungguh mematahkan hati. Ketika akhirnya ia mengetahui apa yang terjadi dengan Ludwina, Andrea tak bisa segera menyusulnya.Andrea buru-buru pulang ke Inggris dan mengajukan visa Amerika lewat kedutaan Amerika Serikat di London. Ia sangat gelisah dan tidak bisa tidur sambil menunggu visanya diproses. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dari Ludwina dengan bekerja, tetapi tidak berhasil."Joe, aku perlu bicar

  • Kisah Cinta Ludwina & Andrea   Bab 55 - Andrea Ke Singapura

    Sebenarnya Ludwina patah hati saat meninggalkan Andrea di pantai. Ia tak pernah melihat suaminya menangis sebelumnya dan hatinya tercabik-cabik saat ia harus menampilkan wajah dingin dan pergi meninggalkannya begitu saja.Ini demi kebaikan Andrea, berkali-kali ia meyakinkan dirinya sendiri.Ludwina segera memintaconciergememesankan taksi untuknya dan kembali ke Hotel Kanawa. Setibanya di sana ia segera masuk ke kamar dan mengurung diri. Tubuhnya merasa sangat lelah dan ia tak mampu bertemu siapa pun. Telepon dari Mbak Ria, editornya, pun harus ia tolak. Ia hanya mengirim SMS bahwa ia akan datang ke sesinya di UWRF besok dan hari ini ia ingin beristirahat dengan tanpa gangguan.***Andrea sebenarnya tergoda untuk datang ke UWRF dan melihat Ludwina lagi. Tetapi setiap mengingat betapa gadis itu masih belum memaafkannya, Andrea merasa sakit dan mengurungkan niatnya. Sepanjang hari ia hanya mencoba menghilangkan ke

  • Kisah Cinta Ludwina & Andrea   Bab 54 - Pertemuan Dan Perpisahan Di Bali

    Ludwina yang tiba di Hotel Hilton keesokan harinya mengira guest relation officer yang menemuinya juga mengenalinya sama seperti beberapa penggemar yang ia temui di Central Park. Ia mengikuti saja ketika staf itu membawanya ke kamar cantik menghadap laut yang ditinggali Andrea.Ia sebenarnya sudah check in di Hotel Kanawa milik ayahnya, sehingga ke Hilton hanya dengan membawa tas tangannya. Ia ingat bahwa hari ini adalah ulang tahun pernikahannya dengan Andrea. Mungkin ia akan menerima untuk makan malam bersama Andrea terakhir kalinya sebelum meminta dokumen perceraian itu dari suaminya dan mengakhiri pernikahan mereka.Ia melihat bunga dan prosecco dengan pita merah di kamar itu. Hatinya seketika terasa sakit, ia masih ingat dengan jelas malam itu ketika Andrea melamarnya. Ia melihat dua kemeja Andrea yang dibelikannya sebelum suaminya itu berangkat ke London dan pertahanannya runtuh.Ludwina kembali menangis untuk kesekian kalinya. Tadinya ia sudah mampu bersi

  • Kisah Cinta Ludwina & Andrea   Bab 53 - Ludwina Mampir Ke London

    Suasana menjadi syahdu dengan hujan rintik-rintik di luar jendela. Andrea lalu mengeluarkan sebotol wine dan dua gelas serta segelas jus untuk Ronan. Ia menuangkan wine untuk dirinya dan Adelina. Ia menyerahkan gelas berisi wine kepada gadis itu. Adelina menerimanya dengan sepassang mata masih berkaca-kaca."Sore-sore begini pas sekali untuk minum wine. Lumayan bisa membuat suasana hati menjadi lebih baik." Andrea mendentingkan gelasnya ke gelas Adelina dan meneguk wine-nya. "Minumlah... biar kau merasa baikan."Adelina mengangguk dan menyesap wine-nya. Wajahnya yang suram perlahan-lahan tampak mulai cerah."Wine makes adulting bearable(Wine membuat orang dewasa bisa bertahan hidup)." katanya dengan senyum mulai menghiasi wajahnya. Keduanya tertawa kecil. Andrea mengangguk juga, membenarkan."Aku tahu kamu perempuan kuat, tapi kalau kamu merasa sedang sedih dan ingin berbagi, tempatku dan segelas wine selalu siap menunggu," kata Andrea kemu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status