Edward senang sekali menyaksikan antusiasme gadis di hadapannya. Dengan ceria dia lalu bercerita tentang asal-muasal dirinya dulu terjun ke bisnis asuransi.
“Aku ini lulusan S1 jurusan Akuntansi. Tapi entah kenapa sejak kuliah aku lebih suka berorganisasi daripada mengikuti pelajaran di kelas. Lama-lama aku berpikir kenapa tidak memanfaatkan kemampuan sosialisasiku dengan berjualan saja. Akhirnya kucoba untuk berbisnis jual-beli ponsel bekas. Kebetulan aku memang suka sekali dengan hal-hal yang berbau teknologi. Ternyata jual-beli ponsel bekas itu menguntungkan juga. Bertahun-tahun kutekuni hingga setelah lulus kuliah kuputuskan untuk membuka toko ponsel beserta aksesorisnya di P-Mall.”
Cerita Edward terhenti sejenak akibat kehadiran pelayan yang membawakan minuman pesanan mereka. Pria itu menyeruput es cendolnya sebentar lalu meneruskan kisahnya, “Dua tahun setelah tokoku buka, aku memutuskan untuk menikah. Istriku bekerja
Ya, Mama-lah sekarang yang menjadi orang terdekatku. Menggantikan Papa dan Owen, batin gadis itu berbesar hati. Aku butuh dukungan keluarga agar tak mudah patah arang dalam menjalankan bisnis yang terkenal menghadapi banyak penolakan ini.Gadis itu tiba-tiba terkejut saat merasakan tangan kokoh Edward menepuk-nepuk punggung tangannya di atas meja. Sontak ditariknya tangannya. Pria matang itu pun mengambil posisi mundur. Dia tersenyum penuh kebapakan.“Jangan kuatir, Rose. Seperti yang Om tadi bilang, kamu takkan dilepas begitu saja. Akan Om pantau. Takkan Om tinggalkan….”Rosemary menatap nanar laki-laki itu. Dia orang yang baik. Aku tak boleh berburuk sangka, pikirnya berusaha berpikiran positif. Om Edward-lah orang yang pertama kali memberi bantuan padaku semenjak aku tiba di Surabaya hari ini. Siapa tahu dialah juruselamat yang dikirimkan Tuhan untuk menolongku.Gadis itu lalu m
Dalam hatinya wanita itu tak menyalahkan sanak saudara yang menjauh dari mereka. Dia mendesah. Ditatapnya Rosemary sendu, “Di Surabaya nanti kamu mau memprospek siapa, Nak?” tanyanya ingin tahu.Sang putri tersenyum. “Rose bisa memprospek teman-teman di kos, ibu kos, teman-teman kuliah, dan rekan-rekan kerja dulu, Ma. Selain itu Rose juga bisa keliling-keliling toko seperti yang dulu dilakukan Om Edward. Nasabah-nasabahnya lho, tidak semua diperoleh dari keluarga ataupun referensi. Banyak yang dari orang tak dikenal juga,” papar gadis itu penuh percaya diri.Ibunya tersenyum. Dia senang anaknya yang baru pulih dari sakit parah ini mulai bersemangat kembali menata hidupnya. “Baiklah, Rose. Mama percaya kamu bisa menjaga diri. Sudah bertahun-tahun juga kamu hidup mandiri di Surabaya. Mama support kamu sepenuhnya untuk menjadi agen asuransi. Doa Mama selalu besertamu, Nak,” pungkas wanita itu dengan besar hat
“Bu Martha bisa saja. Maaf ya, mengganggu datang siang-siang begini. Semoga Ibu tidak sibuk. Lho, ini Olivia, adiknya Rosemary? Sudah besar….”Gadis yang disebut namanya mengangguk. Dia tersenyum manis. Diulurkannya tangannya pada sang tamu. “Benar, Om. Saya Olivia, adik di bawah Kak Rosemary langsung. Adik bungsu kami, Nelly, masih belum pulang sekolah,” sahutnya lugu.Olivia ini pembawaannya seperti mamanya, komentar Edward dalam hati. Tipe ibu rumah tangga sejati. Bukan wanita karir seperti kakaknya. Barangkali kalau keluarganya masih kaya, gadis ini tidak berada di rumah siang-siang begini, melainkan menemani mamanya shopping di mal!“Silakan duduk, Om,” ucap Rosemary sopan. “Silakan diminum. Maaf, cuma ada air mineral.”“Hehehe…, memang itu yang Om butuhkan, Rose. Air mineral biar sehat. Terima kasih.”
Laki-laki itu mengangguk. Lalu dia minta izin untuk mengirim pesan WA sebentar kepada kliennya. Namun Edwad ternyata berbohong. Dia mengirim pesan tersebut untuk atasannya, yaitu Teresa. Pesan itu berbunyi: Boss, Rosemary akan ikut bersamaku ke Surabaya tiga hari lagi. Mamanya sudah setuju dia menjadi agen asuransi.Lalu ditekannya logo Send. Beberapa saat kemudian terdengar ponselnya berbunyi tanda ada pesan WA masuk. Edward nyengir membaca pesan yang dikirim oleh atasannya tersebut. Well done, Edward. Congratulations. Kamu sudah mendapatkan intan untuk diasah menjadi berlian yang sangat indah.Semoga firasat big boss benar, batin laki-laki itu. Jadi tak sia-sia aku menyusul Rosemary jauh-jauh kemari. Bahkan sampai terpaksa menunggu tiga hari lagi untuk memberinya kesempatan melepas rindu dengan keluarganya!***Demikianlah Rosemary akhirnya datang kembali ke Surabaya bersama Edward yang bertindak s
Tiga hari kemudian sebelum pukul enam petang, Rosemary sudah tiba di kantor. Ekspresi wajahnya tampak tak bergairah. Indah, si resepsionis yang melihatnya langsung berkomentar, “Kok tumben lesu gitu mukanya, Mbak Rose? Ada apa?”Gadis yang ditanya menghembuskan napas panjang. “Tiga hari ini aku memprospek kenalan-kenalanku, Mbak Indah. Ternyata benar-benar nggak mudah membuat mereka mau duduk dan mendengarkanku presentasi. Begitu tahu aku sekarang sudah menjadi agen, mereka seperti mempunyai firasat akan ditawari dan….”“Beralasan sibuk, ada urusan penting yang harus dikerjakan, mau pergi, dan lain sebagainya,” potong Indah menerka. “Begitu kan, Mbak Rose?”“Heh? Kamu kok tahu?” sergah agen baru itu keheranan.Indah tergelak. “Udah biasa itu, Mbak. Makanan sehari-hari agen baru. Bahkan ada yang langsung ditolak mentah-mentah. Se
Rosemary berusaha mencerna baik-baik perkataan pria yang usianya lima belas tahun lebih tua darinya itu. Jadi tugasku sekarang adalah menabur, pikir gadis itu kemudian. Memberikan edukasi tentang pentingnya asuransi pada sebanyak mungkin orang yang kutemui. Kedengarannya sederhana. Tapi waktu dilaksanakan, aduh. Benar-benar latihan mental yang berat!“Bang…,” ucap gadis itu lirih. Sepasang mata beningnya menatap Edward ragu-ragu.“Bagaimana kalau setelah menabur sekian lama, aku masih belum berhasil mendapatkan nasabah?”Lagu lama, komentar laki-laki itu sinis dalam hati. Pertanyaan yang sudah basi saking seringnya diucapkan agen-agen baru!Namun dia menutupi perasaannya itu dengan berkata lembut pada Rosemary, “Kamu harus menetapkan target. Selama tiga hari ini kamu sudah memprospek berapa orang?”“Ya lima orang sehari. Sesuai pet
Rosemary menepati janjinya memprospek delapan orang per hari. Dia mempraktikkan cara yang diajarkan Edward, yaitu dengan mengajak ngobrol ngalor-ngidul orang yang diprospeknya terlebih dahulu, baru kemudian menjurus ke arah proteksi aset. Gadis itu mengikuti petunjuk manajernya agar tidak menyebut istilah asuransi sama sekali.“Apa itu?” tanya Dessy, salah seorang teman kuliahnya dulu. Gadis yang berprofesi sebagai penulis novel online itu diincar Rosemary karena penghasilannya yang termasuk mapan untuk ukuran seorang lajang. Novel-novel karyanya laris di internet dan mempunyai banyak penggemar setia. Setidaknya dia mampu mengambil asuransi dengan premi lima ratus ribu per bulan, harap Rosemary optimistis.“Proteksi aset itu misalnya kalau tiba-tiba terjadi musibah kecelakaan atau sakit parah, kita tidak sampai harus mengorbankan aset pribadi seperti uang tabungan, deposito, mobil, dan sebagainya,” papar gadis itu men
“Hahaha…!”Edward tertawa keras mendengarkan curahan hati Rosemary tentang Dessy yang sebenarnya tertarik mengambil asuransi darinya tapi terganjal dana akibat sudah telanjur mengambil tabungan berjangka di bank.Gadis itu tadi langsung meneleponnya begitu keluar dari kos-kosan temannya tersebut. Air matanya hampir mengalir sewaktu mendengar suara manajernya di telepon. Edward dengan sabar menenangkannya. Kemudian dimintanya gadis itu untuk datang ke kantor menemuinya.“Kok ketawa sih, Bang?” tanya Rosemary jengkel. “Aku tadi mau nangis lho, waktu keluar dari kos-kosan Dessy. Kedengeran kan, nada suaraku di telepon tadi nggak enak?”“Iya,” jawab manajernya masih memasang wajah sumringah. “Nada suaramu parau, makanya langsung kuminta datang ke sini. Biar kuhibur.”Agennya cemberut. Dia tidak jadi menangis saking do