Pelupuk mata Myan dipenuhi dengan air mata yang menggenang. Wajahnya terasa panas. Perasaannya bercampur aduk menjadi satu. Antara kesal, marah, malu, dan shock membuat darahnya seolah mendidih.
"Apa kau baru saja menyerang seorang pangeran?!" geram Kouza menatap tajam Myan.
Myan terbelalak mendengar tuduhan Kouza. Perlahan ia berdiri dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Mengusap air matanya yang menetes dan dengan mata yang berapi-api mendekati Kouza. Mencengkeram baju Kouza dengan tangan satunya. Mendekatkan wajahnya pada Kouza,
"MENYERANGMU?! Hah apa?! Kau bilang aku menyerangmu?! Apa kau sudah tak waras?! Dasar pangeran bajing*n!!! Kau yang menyerangku saat aku tidur! Kau pria berengs*k!! Pangeran apanya?! Kau hanya pangeran mesum!! Cabul!! Apa kau tahu aku sudah terlalu frustasi karena masuk ke dalam duniamu! Sekarang kau memperlakukanku seperti ini?!! Kau mau memperkos*ku??!!! Kenapa??! Apa karena kau seorang pangeran kau berhak melakukan itu padaku?! HAAAHHH???!!!" teriak Myan histeris.
Seketika amarahnya yang meledak ia luapkan dengan berapi-api. Napasnya naik turun dan terengah-engah. Mukanya masih memerah karena sisa-sisa luapan emosinya.
Kouza yang begitu terkejut tampak tertegun dan shock mendengar teriakan Myan. Apa ia baru saja dimarahi? Apa gadis itu benar mencengkeram kerah bajunya dan berteriak di depan mukanya? Mengumpatnya dengan bahasa-bahasa kasar yang belum pernah ia dengar sebelumnya seumur hidupnya?!! Saking tak percaya dengan apa yamg baru saja dialaminya, Kouza hanya bisa mengerjapkan matanya.
"Kemasukan roh apa?! Hah, omong kosong! Kau itu memiliki kepribadian ganda bukan? Kau bahkan ingat semua yang kau lakukan dengan kepribadian yang ini. Kouza liar." Lanjut Myan sinis, seolah menantang Kouza.
Myan menatap Kouza tajam, sebelum akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya. Ia menghembuskan napasnya untuk meredakan kekesalannya.
"K_Kouza liar?" tanya Kouza tak mengerti.
"Ya! Kau! Kau Kouza liar. Kau yang memanggilku Kisha adalah Kouza versi liar yang selalu berbuat mesum dan menyerangku!"
"Sedang Kouza yang satunya adalah Kouza lembut yang memperlakukanku lebih baik. Sifat kalian sangat bertolak belakang. Jadi, yang mana diantara kalian yang diciptakan Kouza yang asli?!" tanyanya kesal.
Myan tak ingin mengalah. Ia jelas memiliki bukti yang tak dapat dibantah. Kerasukan apa? Omong kosong! Kouza hanya memiliki kepribadian dengan versi buruk. Itu saja. Apa dia akan menyangkalnya? Myan bertanya-tanya dalam hati.
Kouza berdehem, menata sedikit bajunya yang berantakan. Ia merasa takjub dengan gadis ini yang bisa dengan mudah mengetahui rahasianya. Apa karena dirinya dari dunia yang berbeda dengannya, jadi pemikirannya pun berbeda? Kouza menimbang-nimbang hal itu.
"Kau benar. Seperti yang kau bilang, aku Kouza liar yang diciptakannya. Aku muncul untuk melindungi dirinya yang lemah. Saat aku keluar, ia tertidur di dalam sini." Kouza mengetuk perlahan kepalanya sendiri.
"Ia memang tak pernah mengingat apapun yang sudah kulakukan. Lagipula apa yang bisa dilakukan si lemah itu"
"Lalu, kenapa kau melakukan itu padaku?!" tanya Myan.
"Melakukan apa?!"
"Menyerangku dan mencoba memperkosaku dam***!!!" geram Myan kesal.
"Kau itu wanitaku, aku bisa melakukan apapun yang aku mau padamu. Seorang pangeran sepertiku bisa melakukan apa saja yang kuinginkan?!"
Myan tak percaya apa yang baru saja didengarnya, "Wah... dengar ya Kouza, aku di sini karena kau yang membutuhkanku. Kau seharusnya lebih menghormatiku. Karena hanya aku yang bisa menolongmu bukan? Jadi kau harus menuruti semua perkataanku," tegas Myan.
Kouza tersenyum simpul. Ia bangkit dari duduknya dan menarik Myan dengan cepat. Myan terpekik saat Kouza menjatuhkannya di atas ranjang besar itu. Kouza mencengkeram kedua tangannya dan menindihnya untuk mengunci tubuhnya. Myan meronta dengan sia-sia karena Kouza jauh lebih kuat darinya. Tubuh mungilnya tidak seimbang melawan kekuatan Kouza.
Dengan suara beratnya Kouza memperingati Myan seolah hendak menghipnotisnya.
"Entahlah, kita lihat saja, kau atau aku yang sangat membutuhkan bantuan di sini. Usaha yang bagus sudah berani mengancamku seperti tadi. Seperti yang kau tahu Nona, aku bukanlah pangeran yang dikutuk oleh seorang roh. Dan kau sekarang hanyalah seorang gadis kecil lemah yang sangat putus asa, yang ingin segera kembali ke duniamu sendiri bukan?" kali ini seulas senyum licik menghiasi wajah Kouza.
"Jadi, menurutmu____aku___atau kau___ yang paling membutuhkan bantuan di sini? Hmm?" tanyanya. Myan mengerjap karena terpojok.
Dimata Kouza sekarang ia bagaikan seekor kelinci kecil yang sedang meringkuk ketakutan karena terperangkap oleh serigala buas yang hendak memangsanya.
"Dan menurutmu sekarang, siapa yang harus menuruti perkataan siapa?" tanya Kouza sambil tersenyum penuh kemenangan melihat Myan terpojok sambil menggigit bibir bawahnya. Matanya mulai berlinang air mata lagi.
"Siapa tahu, dengan kau menurutiku___kau bisa kembali ke duniamu___sendiri" bujuk Kouza lambat-lambat.
Ia mulai mengecup air mata Myan yang menetes hingga ke lehernya. Myan memalingkan wajahnya menghindari tatapan Kouza.
Benar, semua yg dikatakan Kouza liar memang benar. Sekarang satu-satunya yang diinginkannya hanyalah pulang. Pulang ke dunianya sendiri. Dan Kouza adalah orang yang sangat memungkinan bisa mewujudkan itu.
"Apa sekarang kau mengerti posisimu? Hm?"
Kouza masih mencumbui leher Myan. Myan menelan ludahnya berkali-kali.
"Kau tidak menjawabku?!" desak Kouza menuntut dengan suara parau.
"Y__ya..." Myan akhirnya menjawab dengan pasrah. Dengan memikirkan semua kemungkinan yang ada, jika ia menuruti Kouza mungkin keadaannya tak akan terlalu sulit. Bukankah ia sudah bertekad akan bertahan di sini bagaimanapun caranya sampai ia kembali lagi.
"Gadis pintar... hm..." puji Kouza penuh kemenangan.
Kouza langsung melumat bibir Myan yang merekah itu tanpa ampun. Memuaskan kenikmatan yang sempat ditahannya tadi. Sekuat apapun Myan menghindar dan meronta, tenaga Kouza jauh lebih kuat. Semakin Myan berusaha menghindar, semakin liar Kouza mencumbunya.
"K__Kouza..." Myan mencengkeram rambut Kouza disela-sela desahannya.
Walau dirinya tak menginginkan ini, tapi permainan Kouza yang intens cukup membuatnya melayang. Selama ini Myan bahkan tidak pernah mendapat perlakuan dari seorang pria seperti Kouza liar memperlakukannya saat ini. Ia tidak pernah disentuh sedemikian intimnya sebelumnya.
Semakin Myan meronta dan mencengkeram rambutnya, Kouza semakin rakus melahap yang tersaji di hadapannya. Ia yakin gadis itu sangat sensitif terhadap sentuhannya. Hanya dengan sedikit ciuman dan sentuhan di area sensitifnya saja gadis itu langsung menegang dan napasnya begitu memburu.
Kouza sendiri tahu, dibalik penolakannya yang keras, gadis itu pun sebenarnya juga menikmati permainannya. Kouza semakin bernafsu untuk memilikinya.
"Hen___hentikan!!! Kita bahkan belum menikah!" seru Myan panik.
Hanya itu yang terpikir olehnya untuk menghentikan 'serangan' Kouza. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Myan terlalu panik jika ia tak segera menghentikan serangan Kouza, maka habislah dirinya....
Kouza menghentikan aktifitasnya segera karena terkejut. Menatap Myan dengan mata liarnya dan tersenyum licik penuh arti.
"Arokaaaa!!!!!!!!" teriaknya kemudian.
Myan tergagap, refleks meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Kouza bangkit turun dari ranjangnya, membelakanginya. Menutup semua tirai yang terpasang pada ranjangnya. Sebisa mungkin menjauhkan semua mata yang mungkin bisa mencuri pandang tubuh Myan.
Aroka dengan cekatan masuk setelah namanya diteriakkan. Membungkuk penuh hormat pada pangerannya.
"Sampaikan pesan kepada baginda raja dan ratu, bahwa pangeran Kouza akan melaksanakan pernikahan hari ini dengan Kisha. Persiapkan semua yang diperlukan untuk pernikahanku hari ini." tegasnya.
"Ap.. apaa?!!" teriak Myan tercekat. Refleks menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Matanya membulat ngeri.
"Baik pangeran!" Aroka segera beranjak keluar meninggalkan kamar tersebut dengan hormat.
Kouza menyibak tirai halus yang menyelubungi ranjangnya. Menatap Myan dengan wajah maskulinnya yang penuh kemenangan. Senyumnya yang sangat arogan dan menawan sekaligus mematikan itu ia sunggingkan penuh kepuasan.
"Bersiaplah untuk pernikahan kita hari ini permaisuriku" ucapnya sambil mengecup ujung rambut Myan yang tergerai lembut di bahu setengah telanjangnya.
Myan hanya bisa memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya dengan geram.
*******
Lima bulan kemudian ... "Bagus ... lihatlah sekarang aku tampak begitu aneh saat difoto!" Valerie tampak kesal mengamati foto-foto yang baru saja diambilnya dari ponselnya. "Menurutku tak ada yang aneh, kau tampak menawan, Sayang," Jordan mengusap lembut pucuk kepala istrinya tersebut. Valerie kembali cemberut, ia mengusap perutnya yang sudah tampak membesar. "Aku tampak seperti sedang mengantungi bola" keluhnya lagi. "Bukan bola, tapi anak kita ... anak cantik kita yang akan mempesona sepertimu." jawab Jordan menenangkan. "Tak ada yang buruk dengan itu, setiap wanita yang sedang mengandung pasti akan mengalami perubahan bentuk tubuh," Milia ikut menengahi. "Aku iri denganmu, mengapa hanya perutmu saja yang berubah, tapi tidak dengan badanmu?" Valerie merujuk pada Myan yang sedang duduk berhadapan dengannya di samping Devon. Myan tersenyum menanggapi ucapan Valerie, "Mungkin karena kandunganku masih belum begitu besar dan masih
Devon membopong Myan memasuki kediamannya yang telah rapi dan bersih. Sejak pemulihan kecelakaannya kemarin, ia belum pernah menginjakkan kaki lagi ke tempatnya sendiri. "Pelan-pelan Sayang, kau seperti banteng yang siap menerjang tanpa ampun. Turunkan aku, aku bisa jalan sendiri!" Myan tersenyum geli sambil memukul ringan bahu suaminya. "Jangan menyuruhku untuk bergerak perlahan, kakimu terlalu kecil untuk mengikuti langkahku ... lagipula aku tak ingin membuat kaki mungilmu itu kelelahan sebelum aku melakukan apa-apa." Myan tergelak, ia mendekap leher Devon dengan lebih erat. "Kalau begitu, cepatlah ..." bisiknya menggoda suaminya. Mengirimkan sinyal untuk segera melepaskan hasrat mereka. Seperti dikomando, Devon membuat langkahnya dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Ia menerobos pintu masuk setelah membuka kuncinya. Menendang daun pintu begitu saja dengan kakinya dan segera menghujani Myan dengan ciuman lembut begitu mereka masuk ke dalam tempatny
"Hentikan Devon, masih ada yang harus aku lakukan," Myan berusaha melepaskan diri dari cumbuan suaminya yang berbadan kekar itu. "Apakah ada yang lebih penting selain menghabiskan waktu dengan suamimu ini, Nyonya Devon?" Devon bergumam sembari mengecup bibir dan leher Myan secara bergantian. Myan sedikit menggeliat kegelian, "Kita akan punya banyak waktu nanti, beri aku waktu beberapa menit saja, oke?" balas Myan lagi. "Ck...! Aku sudah menunggu selama hampir 4 minggu untuk dapat memilikimu dan sekarang kau memintaku untuk menunggu lagi?" erang Devon tersiksa. "Tenang , Sayang ... kau dapat memilikiku semaumu setelah ini, berikan gelangmu." Myan melepaskan gelang dari pergelangan tangan Devon dan melakukan hal yang sama dengan miliknya sendiri. "Apa yang akan kau lakukan, Sayang? Berhentilah menyibukkan dirimu sendiri." Devon memeluk Myan dengan manja. "Aku akan menemui Lilian. Hanya sebentar saja, beri aku waktu sepuluh menit ya,"
Suasana riuh menghiasi tempat acara pernikahan yang akan berlangsung siang ini. Milia dan Myan tengah sibuk bersiap untuk acara yang akan digelar dengan sederhana dan tertutup. Staf pernikahan yang bertugas mempersiapkan mereka berias dan berganti gaun, telah selesai membantu pengantin dan ibunya. Myan dan Milia tampak menakjubkan dengan gaunnya masing-masing. "Oh ya Tuhan ... kau menakjubkan!" July dan Stevie memasuki ruangan tempat pengantin wanita bersiap. Mereka begitu takjub dengan gaun dan riasan yang Myan pakai. Myan tampak sangat bersinar dalam baju pernikahannya. Sudah semenjak 4 minggu yang lalu Myan mengumumkan acara pernikahannya kepada kedua sahabatnya, dan dengan histeris mereka menerima kabar gembira itu. Mereka turut berbahagia saat mengetahui Myan akan menikah dengan pria yang dicintainya. "Jadi ... akhirnya ia ternyata memang benar-benar suamimu ya," ledek Stevie pada Myan. Myan tertawa, "Sudah kubilang sebelumnya bukan, Devo
Jordan menyesap kembali minumannya dengan tenang sambil memperhatikan ponselnya yang tergeletak di sebelah hidangan manis yang sudah ia pesan beberapa menit sebelumnya. Malam ini ia akan berkencan. Ia mengenakan jeans kasual dipadukan dengan sweater rajut putih tulang miliknya yang sepasang dengan milik Valerie. Dan ia sedang menanti Valerie di sebuah kafe. Selang beberapa menit kemudian, seorang wanita ramping muncul dengan sweater rajut yang sama dengan miliknya. Ia berhenti sejenak di ambang pintu masuk untuk mencari teman kencannya. Valerie tersenyum cerah saat dilihatnya Jordan telah menunggunya di salah satu meja kafe. Ia melambaikan tangan sejenak dengan ceria, kemudian mulai berjalan menghampiri meja milik Jordan. Rambut keemasan halus Valerie bergerak-gerak ringan seiring dengan langkah kakinya yang mantap menyongsong Jordan. Ia sedikit tersipu saat terpaku menatap Jordan, pria yang sedang menantinya itu. Valerie tersenyum manis disetiap langkahnya saat ia m
"Apa yang harus aku katakan?" Myan berjalan mondar-mandir dalam kamar Devon dengan raut cemas. "Katakan saja yang sebenarnya ..." Devon menjawab Myan dengan sabar. "Ma ... aku sudah menikah dan sudah menjadi istri Devon sekarang. Hanya dalam waktu satu hari? Hah ... bisakah kau bayangkan betapa terkejutnya mamaku nanti?" "Oh, ini semua salahmu Devon! Tidak hanya di dunia mimpi mau pun kenyataan, kau selalu bertindak semaumu ..." keluh Myan cemas. Devon menarik lengan Myan, mendudukkannya dipangkuannya sendiri. "Bisakah kau berhenti? Kau membuatku pusing ... hentikan kecemasanmu sekarang juga, tak ada yang perlu kau khawatirkan, Sayang." "Aku akan mengantarmu pulang nanti. Aku akan menghadap mamamu, meminta izin agar diperbolehkan memiliki putri satu-satunya. Walau secara teknis aku sudah memilikinya," Devon tersenyum jahil. "Hm ... sekarang, apa kau sudah bisa tenang?" tanya Devon sambil tersenyum dengan ceria. "Bagaimana dengan ayahmu
Myan melangkahkan kaki keluar dari gedung sendirian setelah semua pembicaraan panjang mengenai acara resepsi, gaun, makanan dan segala macam pernak-pernik tentang pernikahan selesai Devon bicarakan dengan Laura. Myan tak mengerti mengapa Devon melakukan ini. Bahkan ia menyebutnya istri dan menjelaskan bahwa mereka telah menikah. Jelas Myan akan menuntut penjelasan atas semua aksi Devon ini. "Apa kau kesal padaku ...?" Devon yang ia kira masih berada di dalam ternyata telah menghampirinya. Myan kemudian memutuskan untuk duduk di salah satu kursi taman yang bernaungkan pohon rindang. Myan tak menjawab pertanyaan Devon. Ia sedikit memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan menyelidik dari pria itu. "Terima kasih kau tidak menamparku atau meninggalkanku di sana sendirian sementara aku mungkin dapat menanggung malu," ucap Devon sambil duduk di samping Myan yang masih berwajah masam. Myan menghembuskan napasnya perlahan seolah ingin membua
Milia menatap kedua anaknya dengan tatapan menyelidik. Baik Jordan mau pun Myan hanya menatap ponselnya masing-masing tanpa menyentuh sedikit pun hidangan yang telah tersaji di hadapan mereka. "Apa perut kalian akan terisi sendiri hanya dengan menatap ponsel?" tanyanya. Jordan dan Myan segera meletakkan ponsel mereka. Mereka tahu betul nada suara Milia saat merasa kesal. "Aku hanya mengecek pekerjaanku saja," jawab Myan kemudian melahap sepotong pancake manis di hadapannya. "Aku juga." Jordan melakukan hal yang sama. Hanya beberapa suap saja sampai Jordan dan Myan kembali sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Mereka tampak terlalu larut untuk mengetik dan kembali fokus untuk membalas beberapa pesan yang masuk. Milia menghela napas panjang. Kedua anaknya sekarang dimatanya tampak begitu mencurigakan. Jika mereka tadi begitu tegang dengan ponsel masing-masing, kini mereka berdua terlihat cerah saat membalas beberapa pesan-pesan yang
Valerie mengikat jubah mandinya erat-erat sebelum ia keluar dari kamar mandi. Saat itu dilihatnya Jordan sedang bercermin dan telah mengenakan kemeja yang Valerie pesan dari Rebecca sebelumnya. "Cocok untukmu, ukurannya sangat pas bukan?" komentar Valerie saat mengamati Jordan dengan baju barunya. "Benar ... kau memilih ukuran yang tepat dan ..." ucapan Jordan seketika menggantung di udara saat ia menatap Valerie dengan jubah mandinya dan wajah polosnya tanpa make up. Jordan membeku di tempat. Ia menelan ludahnya. Tak menyangka Valerie bisa tampak begitu berbeda ketika tak mengenakan riasan apa pun. Ia tampak segar, muda, polos, cantik dan juga tampak sangat menggoda dalam balutan jubah mandinya ... "Aku bisa memperkirakan ukuran baju seseorang hanya dengan melihatnya. Itu pekerjaanku sehari-hari, dan juga salah satu keahlianku ..." ucapnya. Valerie dengan tenang menghampiri kotak baju miliknya sendiri untuk memeriksa isinya. Ia sesekali menge